NU Online, 22 Tahun Menjaga Nalar Umat dan Menyambung Dunia
NU Online · Jumat, 11 Juli 2025 | 05:00 WIB
Eko Ernada
Kolomnis
Dua puluh dua tahun yang lalu, NU Online lahir dari sebuah kesadaran zaman: bahwa tradisi dan nilai tidak bisa tinggal diam di menara gading ketika dunia mulai bergerak dengan kecepatan klik. Kini, di tengah ledakan informasi dan polarisasi wacana keagamaan di ruang digital, NU Online tetap teguh menjadi pelita—menjaga nalar umat, mengawal moderasi, dan menjadi jembatan antara pemikiran Islam tradisional dengan dinamika global.
Usia 22 tahun bukan sekadar angka. Ia menandai kedewasaan dalam refleksi dan kesiapan untuk transisi peran. NU Online bukan lagi media yang hanya berbicara ke dalam, tetapi telah menjadi wajah digital NU di mata dunia. Melalui artikel, opini, dokumentasi peristiwa, dan narasi keislaman yang mendalam namun komunikatif, NU Online telah menyampaikan kepada publik global bahwa Islam Indonesia adalah Islam yang bersahabat, inklusif, dan solutif.
Di tengah meningkatnya gejolak identitas, krisis nilai global, dan gelombang populisme agama, NU Online berdiri sebagai penyeimbang. Ia menjadi penyampai nilai-nilai Islam Nusantara yang kontekstual dan membumi, namun juga memiliki horizon universal. Bukan berteriak, tapi menjernihkan. Bukan mengutuk, tapi menjelaskan. NU Online telah menjadi ruang naratif tempat Islam tidak tampil dengan wajah marah, tetapi hadir sebagai rahmat dan pemulih luka sosial.
Namun, kita tidak bisa bicara NU Online tanpa melihat konteks besar gerakan NU hari ini. Dalam dua dekade terakhir, NU telah bergerak melampaui batas nasionalnya. Melalui forum-forum antaragama, agenda Humanitarian Islam, Fiqh Peradaban, serta penguatan PCINU di luar negeri, NU tampil sebagai aktor masyarakat sipil global. Jika pada era sebelumnya NU difungsikan sebagai tameng dari ideologi yang ekstrem, hari ini NU menjadi penyeru dan pengusung nilai: dari defleksi menuju diplomasi.
Pergeseran ini penting. Dunia tidak lagi cukup diselamatkan oleh kekuatan politik atau ekonomi, melainkan oleh kompas moral yang jernih dan berakar. NU menawarkan itu. NU membawa tradisi yang tidak anti-perubahan, justru mampu menjinakkan perubahan agar tetap manusiawi. Islam yang tidak alergi terhadap globalisasi, tapi justru menyelami dan membimbingnya.
Baca Juga
NU Online Resmi Terverifikasi Dewan Pers
Dalam hal ini, NU Online menjadi etalase digital dari diplomasi nilai NU ke tengah masyarakat global yang gelisah dan haus makna.
Semangat NU sebagai kekuatan nilai juga tampak dalam prinsip-prinsip dasarnya: tawassuṭ (moderat), tasāmuḥ (toleran), iʿtidāl (proporsional), dan taʿāwun (kerja sama lintas batas). Nilai-nilai inilah yang menjiwai kiprah NU dalam menjawab tantangan global tanpa kehilangan jati diri.
Dan NU Online, dalam perannya sebagai corong pemikiran, secara konsisten menyuarakan prinsip-prinsip ini—melalui narasi keislaman yang sejuk, reflektif, dan membuka ruang dialog. Di tengah arus digital yang penuh konflik simbolik, NU Online tampil sebagai ruang artikulasi nilai yang berakar namun progresif.
Filosofinya jelas. Islam yang diyakini dan dirawat oleh NU adalah Islam yang mengedepankan maqāṣid al-syarī‘ah—perlindungan atas kehidupan, akal, hak milik, martabat, dan agama itu sendiri. Prinsip-prinsip ini tidak berhenti pada batas komunitas, tetapi berdiri sebagai nilai universal.
Inilah yang menjadikan Islam Nusantara bukan hanya laku di pasar lokal, tapi juga relevan dalam forum-forum global. Ketika dunia memperdebatkan kebebasan dan identitas, NU hadir menawarkan adab. Ketika dunia membahas hak, NU bicara tentang tanggung jawab. Di titik ini, NU bukan hanya “punya tempat” dalam percakapan global—NU dibutuhkan di sana.
Dalam kacamata teori masyarakat sipil global seperti dikemukakan oleh John Keane atau Mary Kaldor, NU adalah non-state moral actor yang ideal. Ia memiliki legitimasi sosial, infrastruktur kultural, serta visi keumatan yang mampu menjembatani antara kepercayaan agama dan tata dunia sekuler. NU bukan oposisi negara, bukan pesaing otoritas formal, tetapi mitra moral yang mampu memperhalus dan memperdalam arah kebijakan global dengan nilai spiritual dan kemanusiaan.
Tentu, semua itu tidak akan mengkristal tanpa alat komunikasi yang konsisten, kredibel, dan cerdas. Di sinilah NU Online berperan. Ia tidak hanya menyampaikan informasi, tapi mengolahnya menjadi pengetahuan. Ia tidak hanya menyebarkan kabar, tapi menyemai kebijaksanaan. Di ruang digital yang kerap bising, NU Online adalah kanal sunyi yang penuh makna—yang berbicara bukan untuk menang, tetapi untuk memahami.
Tantangan ke depan jelas: bagaimana NU—melalui NU Online, BPJI, dan PCINU—mengubah daya jangkau digital dan jejaring global menjadi pengaruh institusional yang lebih terstruktur? Dunia membutuhkan kontribusi NU yang lebih sistematis, lebih hadir dalam forum global, dan lebih vokal menyuarakan nilai keadilan, perdamaian, dan moderasi. Di sinilah pentingnya konsolidasi naratif, infrastruktur, dan diplomasi.
NU Online perlu naik kelas. Dari media internal umat menjadi media diplomasi kebudayaan. Dari portal lokal menjadi penghubung antarperadaban. Ini bukan megalomania, tapi konsekuensi logis dari peran NU hari ini. Dunia sedang mencari wajah Islam yang jujur, lembut, dan berpikir panjang. Islam yang bukan sekadar identitas, tetapi etika publik. Islam seperti yang hidup dalam komunitas pesantren—yang sabar, inklusif, dan terbuka terhadap dialog.
Selamat ulang tahun ke-22, NU Online. Teruslah menjadi cahaya yang menjernihkan kegelapan, penjaga yang merawat warisan, dan jembatan yang menyambungkan nilai-nilai luhur NU ke cakrawala dunia. Dari desa ke dunia maya, dari lokal ke global, dari tradisi ke peradaban—NU Online adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan besar ini. Dan perjalanan itu, kini, baru saja dimulai.
Di tengah dunia yang terus berubah, NU Online menghidupkan kembali prinsip klasik NU yang tetap relevan hingga hari ini: al-muḥāfaẓatu ʿala al-qadīmi aṣ-ṣāliḥ wa al-akhdzu bi al-jadīdi al-aṣlaḥ—memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik. Melalui prinsip inilah NU Online akan terus menjadi ruang pengetahuan, jendela nilai, dan simpul peradaban—bagi umat, bangsa, dan dunia.
Eko Ernada, Pengurus Badan Pengembangan Jaringan Internasional (BPJI) PBNU
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Muharram, Bulan Hijrah Menuju Kepedulian Sosial
2
Khutbah Jumat: Menguatkan Sisi Kemanusiaan di Bulan Muharram
3
Khutbah Jumat: Mengais Keutamaan Ibadah di Sisa bulan Muharram
4
Khutbah Jumat: Muharram, Momentum Memperkuat Persaudaraan Sesama Muslim
5
Khutbah Jumat: Berani Keluar Dari Zona Nyaman
6
Suami Bersumpah Tidak Menggauli Istri, Apakah Jatuh Talak?
Terkini
Lihat Semua