Sirah Nabawiyah

Alasan Abrahah Ingin Menghancurkan Ka’bah

Sel, 5 November 2019 | 09:00 WIB

Alasan Abrahah Ingin Menghancurkan Ka’bah

Ilustrasi: gambar Ka'bah di masa kini yang menjadi pusat peribadatan umat Islam.

Ada sebuah peristiwa besar pada tahun kelahiran Nabi Muhammad, yaitu penyerangan Ka’bah oleh penguasa Yaman, Abrahah. Ketika itu, Abrahah mengerahkan pasukan bergajahnya ke Makkah untuk menghancurkan Ka’bah. Oleh karenanya, tahun itu dinamakan tahun gajah (‘aam fiil). Peristiwa ini diperkirakan terjadi pada tahun 570 atau 571 Masehi, sesuai dengan tahun kelahiran Nabi Muhammad yang banyak diyakini.

Abrahah semula adalah seorang perwira di bawah komando Aryath dari Habasyah atau Abessinia (sekarang Ethiopia). Singkat cerita, Aryath berhasil menjadi penguasa Yaman setelah mengalahkan Raja Dinasti Himyar, Dzu Nuwas. Karena Aryath sewenang-wenang dan tidak adil dalam memerintah, maka terjadilah pemberontakan di bawah Abrahah. Aryath terbunuh—setelah dua tahun pemerintahannya- dan Abrahah menjadi penguasa Yaman.

Beberapa tahun setelah menjadi penguasa Yaman, Abrahah berkeinginan untuk menghancurkan Ka’bah. Abrahah menggerakkan pasukannya, termasuk pasukan bergajah, menuju ke Makkah. Merujuk History of The Arab (Philip K Hitti, 2010), hal itu membuat penduduk Hijaz terkesan karena mereka belum pernah melihat gajah sebelumnya.

Setidaknya ada dua motif atau alasan mengapa Abrahah menyerang Ka’bah dan hendak menghancurkannya. Pertama, faktor agama. Pada saat itu, Ka’bah menjadi kiblat keagamaan bagi masyarakat pagan Arab. Mereka datang ke Ka’bah setiap tahun sekali untuk melaksanakan ritual haji.

Abrahah ‘tidak dapat terima’ menerima kenyataan itu. Terlebih Raja Habasyah, Najasyi—yang menjadi kaki tangan Romawi Timur–menjadikannya sebagai  ‘pembela ajaran Kristen’. Dia kemudian berusaha mengalihkan kiblat masyarakat Arab dari Makkah ke Yaman. Dalam kata lain, dia berusaha mengkristenkan masyarakat Arab yang pagan dan menjadikan Yaman sebagai pusat agama Kristen. Jika berhasil, maka ini akan menjadi jembatan bagi Abrahah untuk menguasai seluruh Jazirah Arab.

Di samping itu, Abrahah juga ingin memperbaiki hubungannya dengan Penguasa Habasyah, Raja Najasyi—bukan Najasyi yang melindungi umat Islam dan dishalati Nabi ketika wafat. Sebagaimana disebutkan di atas, Abrahah memimpin pemberontakan yang menyebabkan Aryath, panglima perang Najasyi, terbunuh. Caranya, dia berupaya mengkristenkan Hijaz, bahkan seluruh Jazirah Arab. 

Oleh karenanya, dia membangun sebuah bangunan tandingan untuk menyaingi Ka’bah. Bangunan tersebut diberi nama Al-Qalis atau Al-Qulays atau Al-Qullays (berasal dari bahasa Yunani Ekles) dan terletak di bekas ruruntuhan Kota Ma’rib kuno. Itu menjadi bangunan terbesar dan termegah pada masanya. Bahan bangunan Al-Qalis berasal dari batu-batu marmer dan granit peninggalan Istana Ratu Balqis.

Abrahah melakukan kampanye besar-besaran—bahkan memaksa–agar masyarakat Arab berziarah ke Al-Qalis, tidak lagi ke Ka’bah. Namun usaha Abrahah sia-sia, masyarakat Arab begitu menghormati Ka’bah. Mereka tetap keukeuh mempertahankan agama moyang mereka dan enggan berpindah menjadi seorang Kristen.

Kedua, faktor ekonomi. Para pedagang menjajakan dagangannya di sekitar Ka’bah sepanjang musim haji. Mereka sadar bahwa pada saat itu banyak masyarakat Arab, bahkan dari luar Makkah, yang datang ke Ka’bah untuk menjalankan ritual haji. Hal itu dimanfaatkan mereka untuk menjajagan dagangannya.

Alasan lain Abrahah ingin menghancurkan Ka’bah adalah masalah ekonomi. Abrahah ingin mengalihkan masyarakat Arab dan para pedagang yang menjajakan dagangannya pada musim haji ke Yaman. Dia sadar betul bahwa ibadah haji menjadi sumber pendapatan terbesar bagi mereka yang tinggal di Makkah dan daerah-daerah yang dilewati para peziarah. Dengan menghancurkan Ka’bah dan membuat bangunan tandingan, dia ingin agar para pedagang akan berpindah ke Yaman.

Ada juga yang menyebut kalau motif Abrahah menyerang Ka’bah adalah karena marah atas kelakuan seseorang dari Bani Malik bin Kinanah. Dikisahkan bahwa orang tersebut sengaja datang ke Al-Qalis dan buang air besar di sana. Melalui tindakan itu, seseorang dari Bani Malik bin Kinanah tersebut ingin menujukkan bahwa dirinya—dan masyarakat Arab–tidak sudi meninggalkan agama moyangnya dan menjadi Kristen.

Hal itu tentu saja membuat Abrahah marah. Dia kemudian berjanji akan menghancurkan Ka’bah dan memaksa masyarakat Arab untuk datang ke Al-Qalis. Namun menurut M Quraish Shihab dalam Membaca Sirah Nabi Muhammad dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih (2018), tujuan balas dendam atas pelecehan yang dilakukan seseorang dari Bani Malik bin Kinanah tersbut bukan lah menjadi tujuan utama mengapa Abrahah berhasrat untuk menghancurkan Ka’bah.

Dalam Surat Al-Fiil ayat dua disebutkan, ada kaid atau upaya tersembunyi di balik serangan Abrahah terhadap Ka’bah. Jika alasannya adalah balas dendam, bukankah Abrahah sudah mengumumkannya secara terang-terangan akan mengancurkan Ka’bah. Maka dari itu, tujuan membalas dendam bukanlah tujuan utama.

Lantas, apa yang dimaksud dengan kaid atau upaya tersembunyi Abrahah? Menurut Qurash Shihab, yang tersembunyi adalah kedengkian Abrahah terhadap masyarakat Makkah yang mendapatkan keuntungan materi dan kemuliaan akibat banyaknya orang yang mengunjungi Ka’bah. Wallahu a‘lam.
 

Penulis: Muchlishon Rochmat
Editor: Alhafiz Kurniawan