Sebagaimana telah kita ketahui bersama, shalat merupakan kewajiban setiap Muslim. Sejak disyariatkan pada peristiwa Isra’ dan Mi’raj, dalam sehari, seorang Muslim diwajibkan untuk melaksanakan shalat fardhu sebanyak lima kali. Kewajiban yang mengikat setiap individu ini tidak bisa diwakilkan ataupun ditinggalkan. Bagi yang telah meninggalkan shalat, maka syariat Islam menuntut orang tersebut untuk melaksanakan qadha shalat.
Sebelum menjelaskan bagaimana tata cara mengqadha shalat, terlebih dahulu kita akan membahas apa itu qadha. Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhabi Imam al-Syafi’i (Surabaya: Al-Fithrah, 2000), juz I, hal. 110 menjelaskan qadha shalat sebagai berikut:
وأما القضاء: فهو تدارك الصلاة بعد خروج وقتها، أو بعد أن لا يبقى من وقتها ما يسع ركعة فأكثر وإلا فهي أداء
“Adapun qadha (dalam shalat) ialah melaksanakan shalat sesudah habisnya waktu, atau sesudah waktu yang tidak mencukupi untuk menyelesaikan satu rakaat atau lebih. Kondisi sebaliknya disebut adâ’.”
Dari keterangan di atas bisa kita simpulkan bahwa jika shalat dilaksanakan di dalam waktunya disebut sebagai adâ’ dan jika dilaksanakan di luar waktunya maka disebut qadha. Masih menurut al-Khin dan al-Bagha, ada dua macam qadha yakni:
وقد اتفق جمهور العلماء من مختلف المذاهب على أن تارك الصلاة يكلف بقضائها، سواء تركها نسياناً أم عمداً، مع الفارق التالي: وهو أن التارك لها بعذر كنسيان أو نوم لا يأثم، ولا يجب عليه المبادرة إلى قضائها فوراً، أما التارك لها بغير عذر- أي عمداً - فيجب عليه - مع حصول الإثم - المبادرة إلى قضائها.
“Mayoritas ulama dari berbagai ulama sepakat bahwa seseorang yang meninggalkan shalat dituntut untuk mengqadha-nya, ia meninggalkannya secara sengaja ataupun tidak, perbedaanya adalah: jika ia meninggalkan shalat karena udzur, baik lupa ataupun tidur maka ia tidak berdosa juga tak wajib segera mengqadha-nya, sedangkan bagi yang meninggalkannya dengan sengaja, maka ia terkena dosa dan dituntut segera mengqadha-nya.”
Dengan demikian, lupa ataupun sengaja, shalat yang kita tinggalkan harus diqadha. Tidak ada cara khusus untuk mengganti shalat yang terlewat itu kecuali wajib sesegera mungkin mulai melaksanakannya untuk shalat yang ditinggalkan dengan sengaja tanpa udzur, dan boleh ditunda jika lantaran lupa, tertidur, atau udzur lainnya. Jumlah rakaat serta gerakan-gerakannya sama seperti shalat yang ditinggalkan itu. Hal ini senada dengan dalil hadis riwayat Imam Bukhari No. 572:
من نام عن صلاة أو نسيها فليصلها إذا ذكرها، لا كفارة لها إلا ذلك
“Barangsiapa meninggalkan shalat karena tertidur atau lupa, maka laksanakanlah shalat saat ia ingat. Tidak ada denda baginya kecuali hal tersebut.”
Demikian, semoga bermanfaat. (Muhammad Ibnu Sahroji)