Syariah

5 Pesan Imam Ghazali pada Umat Islam yang Berangkat Haji

Kam, 23 Mei 2024 | 16:00 WIB

5 Pesan Imam Ghazali pada Umat Islam yang Berangkat Haji

Jamaah haji sedang memanjatkan doa. (Foto: Ist.)

Haji merupakan salah satu pilar utama dalam agama Islam. Ibadah yang satu ini merupakan kewajiban bagi semua umat Islam yang sudah mampu secara fisik, finansial, dan mental untuk melaksanakannya. Ibadah haji diwajibkan sekali dalam seumur hidup dan dilaksanakan di kota suci Makkah al-Mukarramah.


Selain merupakan kewajiban bagi umat Islam, dalam ritual ibadah haji terdapat nilai-nilai utama yang tidak dijumpai dalam ibadah-ibadah yang lainnya. Salah satunya adalah nilai sosial, kebersamaan, dan kesatuan semua umat Islam dari semua penjuru dunia. Melalui ibadah ini, umat Islam dari berbagai negara, etnis, dan latar belakang sosial yang berbeda berkumpul di satu tempat untuk menyatakan ketaatan dan kepatuhan terhadap perintah Allah swt.


Banyak umat Islam di seantero dunia sangat mengimpikan ibadah yang satu ini. Berbagai cara, seperti menabung, investasi dan lainnya mereka lakukan agar bisa menunaikan rukun Islam yang kelima ini. Oleh sebab itu, terdapat hal penting yang harus diperhatikan bagi orang-orang yang hendak menunaikan ibadah haji.


Berikut 5 pesan penting Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin bagi orang yang hendak melaksanakan ibadah haji.
 

1.    Memahami tujuan pokok ibadah haji

Pesan pertama dari Imam Al-Ghazali kepada orang yang hendak menunaikan ibadah haji adalah memahami betul tujuan ibadah haji, yaitu murni hanya karena Allah semata dan untuk bertemu dan menjalin interaksi dengan-Nya. Oleh karena itu, orang yang hendak menunaikan rukun Islam yang kelima ini, harus benar-benar meluruskan niat, membersihkan hati dari segala hal-hal yang tercela dan membulatkan tekad, bahwa semua itu ia lakukan hanya murni untuk menunaikan kewajiban dari Allah swt.


Jika orang yang hendak menuju Allah saja harus bersih dari segala kotoran duniawi dan hinanya syahwat, maka orang yang hendak menunaikan ibadah haji pun juga harus demikian. Karena pada hakikatnya, orang yang menunaikan ibadah haji sedang menuju kepada Allah, dan jalan menuju Allah harus dengan membersihkan diri dari syahwat, menahan dari kenyamanan-kenyamanan dan  mengambil secukupnya kebutuhan-kebutuhan pada dunia,


اِعْلَمْ أَنَّهُ لاَ وُصُوْلَ إِلىَ اللهِ إِلاَّ بِالتَّنَزُّهِ عَنِ الشَّهَوَاتِ وَالْكَفِّ عَنِ اللَّذَّاتِ وَالْاِقْتِصَارِ عَلىَ الضَّرُوْرَاتِ فيها وَالتَّجَرُّدِ لِلهِ فِي جَمِيْعِ الْحَرَكَاتِ وَالسَّكَنَاتِ


Artinya, “Ketahuilah bahwa sesungguhnya seseorang tidak akan pernah sampai kepada Allah kecuali dengan membersihkan diri dari syahwat, menahan dari kenyamanan, mengambil secukupnya pada kebutuhan, dan bersandar kepada Allah dalam semua gerak dan diamnya.” (Imam al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Ma’rifah: tt], juz I, halaman 265).


Dari hal ini sangat jelas bahwa perjalanan menuju ibadah haji merupakan perjalanan menuju Allah swt. Orang-orang yang hendak menuju Allah haruslah benar-benar siap lahir dan batin. Pergi dengan akhlak dan sifat yang terpuji, serta terhindar dari hal-hal yang tercela.


2.    Menumbuhkan rasa rindu pada Baitullah

Pesan kedua dari Imam al-Ghazali bagi orang yang hendak menunaikan ibadah haji adalah harus menumbuhkan rasa rindu (syauq) kepada Baitullah. Dan rasa rindu ini akan bisa tumbuh jika mereka benar-benar memahami pesan yang pertama, yaitu bahwa perjalanan ibadah haji merupakan perjalanan untuk menuju Allah swt. Dengan menyadari hal ini, maka mereka akan benar-benar merindukan Baitullah, sebagai manifestasi bahwa ia juga merindukan pemiliknya.


وَأَمَّا الشَّوْقُ فَإِنَّمَا يَنْبَعِثُ بَعْدَ الْفَهْمِ وَالتَّحَقُّقِ بِأَنَّ الْبَيْتَ بَيْتُ اللهِ فَقَاصِدُهُ قَاصِدٌ إِلىَ اللهِ وَزَائِرٌ لَهُ


Artinya: “Sesungguhnya rindu (pada Baitullah) bisa muncul setelah paham dan yakin bahwa Baitullah merupakan rumah Allah, maka orang yang hendak menujunya, juga berkehendak menuju Allah dan mendatangi-Nya.” (Al-Ghazali, juz 1, h. 266).


Seseorang yang sudah memahami esensi dan ketentuan haji akan memiliki kerinduan yang sangat besar dan keinginan yang begitu tinggi untuk bisa menunaikan ibadah haji ke Baitullah. Orang-orang yang sudah merindukan Allah, artinya ia juga merindukan segala hal yang menjadi perantara untuk bisa menuju Allah. Al-Ghazali melanjutkan:


فَالشَّوْقُ إِلَى لَقَاءِ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالىَ يَشُوْقُهُ إِلىَ أَسْبَابِ اللِّقَاءِ لَا مَحَالَةً


Artinya: “Maka rindu untuk bertemu dengan Allah, akan menjadikannya rindu terhadap semua sebab-sebab pertemuan itu secara pasti.” (Al-Ghazali, 1/266).


3.    Meluruskan niat dan memantapkan keyakinan

Meluruskan niat dan memantapkan keyakinan bahwa keberangkatannya menuju Makkah tidak lain hanya untuk mendatangi rumah Allah swt. Dan perlu diketahui, bahwa pergi menuju hal mulia, juga harus mengorbankan hal-hal lain yang berat seperti harus mengeluarkan biaya, meninggalkan keluarga, meninggalkan bangsa dan negara, meninggalkan segala kenyamanan syahwat.


Karena itu, Al-Ghazali benar-benar berpesan kepada orang yang hendak menunaikan ibadah haji untuk benar-benar meluruskan niat, serta menghindari segala tujuan-tujuan yang tidak dibenarkan, seperti ingin mendapatkan pujian dan popularitas.


فَلْيُصَحِّحْ مَعَ نَفْسِهِ الْعَزْمَ وَتَصْحِيْحهِ بِإِخْلاَصِهِ وَإِخْلاَصهُ بِاجْتِنَابِ كُلِّ مَا فِيْهِ رِيَاءٌ وَسُمْعَةٌ


Artinya: “Maka luruskanlah dirinya sendiri serta tujuannya. Meluruskan tujuan adalah dengan keikhlasan. Dan keikhlasan itu adalah dengan menjauhi semua hal yang bersifat riya (ingin dipuji) dan popularitas.” (Al-Ghazali, 1/266).


4.    Mengganti semua kezaliman dan bertobat

Pesan keempat ini adalah mengembalikan semua tanggungan-tanggungan dan kezaliman yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang hendak menunaikan ibadah haji. Kezaliman ini berupa hak sesama manusia dan juga meminta keikhlasan kepada orang-orang yang telah diperlakukan dengan zalim. Setelah itu bertobat dan memohon ampunan kepada Allah swt.


وَأَمَّا قَطْعُ الْعَلاَئِقِ فَمَعْنَاهُ رَدُّ الْمَظَالِمِ وَالتَّوْبَةُ الْخَالِصَةُ لِلهِ تَعَالَى


Artinya: “Adapun melepas semua tanggung jawab maksudnya adalah mengembalikan semua kezaliman-kezaliman dan tobat yang murni kepada Allah.” (Al-Ghazali, 1/266).


Lebih lanjut, menurut al-Ghazali, hal ini harus benar-benar dilakukan agar perjalanannya ibadah hajinya menjadi perjalanan yang diterima oleh Allah swt. Jika tidak, maka semua perjalanannya tidak akan mendapatkan balasan apa-apa, ia hanya mendapat lelah dan payahnya saja.


5.    Mempersiapkan bekal dan kebutuhan haji

Pesan terakhir dari al-Ghazali adalah perihal mempersiapkan bekal dan semua kebutuhan-kebutuhan ketika menunaikan ibadah haji. Dan perlu diingat, bahwa bekal dan semua kebutuhan ini harus berasal dari uang yang halal. Termasuk dari poin kelima ini adalah harus ingat bahwa segala persiapan, bekal dan perjuangannya merupakan bekal yang kelak akan ia rasakan balasannya di akhirat.


Karena akan mendapatkan balasan pahala di akhirat, maka sebisa mungkin ibadah seperti ini tidak dirusak oleh perbuatan-perbuatan yang bisa menghilangkan pahala ibadah haji. Dalam pesannya, al-Ghazali mengatakan:


فَلْيَحْذَرْ أَنْ تَكُوْنَ أَعْمَالُهُ التِيْ هِيَ زَادهُ إِلىَ الْآخِرَةِ لَا تَصْحَبُهُ بَعْدَ الْمَوْتِ بَلْ يُفْسِدُهَا شَوَائِبُ الرِّيَاءِ وَكَدُوْرَاتِ التَّقْصِيْرِ


Artinya: “Maka takutlah jika pekerjaannya yang merupakan bekal menuju akhirat tidak bisa menyertainya setelah mati, bahkan dirusak oleh berbagai penyakit-penyakit riya’ dan hinanya kelalaian.” (Al-Ghazali, 1/266).


Demikian 5 pesan penting dari Imam al-Ghazali kepada orang-orang yang hendak menunaikan ibadah haji. Semoga para jamaah haji bisa meraih haji yang mabrur dan jaminan surga dari Allah swt. Amin.


Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur