Syariah

Fiqih Shalat: Belum Tahiyat Awal Tapi Terlanjur Berdiri, Bagaimana Hukumnya?

Jum, 19 Agustus 2022 | 05:00 WIB

Fiqih Shalat: Belum Tahiyat Awal Tapi Terlanjur Berdiri, Bagaimana Hukumnya?

Hukum shalat lupa tidak tahiyat awal dan langsung berdiri.

Duduk dan membaca tahiyat awal adalah salah satu kesunahan dalam shalat. Sangat baik bila dilakukan. Namun bila ditinggalkan tidak mendatangkan dosa. Meski begitu, tahiyat awal ini pasti diajarkan dalam pembelajaran shalat, baik untuk anak-anak maupun orang dewasa. Lalu bagaimana bila dalam shalat orang belum melakukan tahiyat awal tapi terlanjur berdiri, bagaimana hukum shalatnya? 


Meskipun tidak wajib, tahiyat awal sangat penting dilakukan saat shalat. Tahiyat awal termasuk kategori sunnah ab'adh, yakni kesunnahan shalat yang diibaratkan seperti anggota tubuh yang sangat vital, dimana ketiadaannya meskipun tidak menyebabkan kematian, namun membuat cacat, seperti kedua tangan dan kaki. Orang shalat melakukan tahiyat awal, shalatnya tetap sah,  namun shalatnya cacat, karena ada organ yang tidak lengkap seperti orang tak punya kaki.


Ketika shalat, entah karena faktor apa, terkadang kita lupa tahiyat awal dan langsung berdiri rakaat ketiga. Ketika sudah di posisi berdiri baru ingat belum tahiyat awal. Dalam keadaan seperti itu, bolehkah kita duduk untuk melakukan tahiyat awal?


Mengikuti petunjuk hadits riwayat Mughirah bin Syu'bah ra, bila mengalami kasus seperti itu, belum tahiyat awal tapi terlanjur berdiri, maka kita tidak boleh kembali duduk apabila terlanjur tegak berdiri. 


إذا قامَ أحدُكم منَ الرَّكعتينِ فلم يستتمَّ قائمًا فليجلِس، فإذا استتمَّ قائمًا فلا يجلِسْ ويسجدُ سجدتيِ السَّهوِ


Artinya, “Bila salah satu dari kalian berdiri dari rakaat kedua dan belum sempurna tegak berdiri, maka duduklah (untuk membaca tahiyat awal); dan bila telah sempurna tegak berdiri, maka jangan duduk, dan sujudlah dua kali sebagai sujud sahwi.” (HR Ibnu Majah).


Sayyid Abdullah bin Umar bin Yahya dalam kitab Safînatus Shâlah menjelaskan, kembali duduk dalam persoalan di atas justru membatalkan shalat. Beliau menjelaskan:


الحادي عشر قطع ركن من أركانها الفعلية لاجل سنة، كمن قام للتشهد الأول، ثم عاد له عالما عامدا


Artinya, “Pembatal shalat ke-11 adalah memutus rukun dari rukun shalat yang berupa aktivitas fisik karena melakukan kesunnahan, seperti orang yang berdiri lupa tidak  melakukan tasyahud (tahiyat) awal, kemudian dia sengaja kembali lagi untuk melakukannya, padahal tahu bila kembali duduk lagi itu tidak boleh.” (Abdullah bin Umar bin Yahya, Safînatus Shâlah, [Kediri, Hidayatul Mubtadiaat], halaman 15).


Penjelasan di atas berlaku bila shalat dilakukan sendiri atau menjadi imam. 


Sedangkan bila menjadi makmum dan terlanjur berdiri, sedangkan imam melakukan tahiyat awal, maka makmum harus mengikuti imam, kembali duduk dan membaca tahiyat awal


Menjadi persoalan ketika imam terlanjur berdiri namun kemudian kembali duduk untuk membaca tahiyat awal. Mungkin ia tak tahu bahwa kembali tersebut tak boleh, dalam hal ini, makmum tidak boleh ikut kembali. Ia harus tetap dalam posisi berdiri. (Said Baâsyin, Busyral Karîm, juz I, halaman 106).


Demikian ketentuan fiqih Syafi’i dalam hal orang shalat lupa tahiyat awal dan terlanjur berdiri. Dalam hal ini dilihat-lihat, apakah ia shalat sendirian, menjadi imam, atau bermakmum pada orang lain. Semoga bermanfaat. Amin. 

 


Ust Muhammad Masruhan, Pengajar di PP Al-Inayah Wareng Tempuran dan Pengurus LBM NU Kabupaten Magelang