Syariah

Gaji Guru Fantastis di Masa Daulah Abbasiyyah

Rab, 28 Februari 2024 | 21:00 WIB

Gaji Guru Fantastis di Masa Daulah Abbasiyyah

Ilustrasi gaji guru fantastis di masa Daulah Abbasiyyah (via ok.ru)

Akhir-akhir ini ramai bertebaran tagar #JanganJadiGuru dan #JanganJadiDosen di media sosial. Wacana tersebut muncul sebagai ekspresi keresahan banyak orang mengenai rendahnya kesejahteraan para guru dan dosen.

 

Fenomena rendahnya gaji para pengajar tersebut bertolak belakang dengan semangat mengembangkan pendidikan. Padahal, guru memegang peran yang sangat vital dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

 

Dalam perspektif Islam, posisi guru sangat dimuliakan sebagaimana pernyataan Fudhail bin ‘Iyadh:


عَالِمٌ مُعَلِّمٌ يُدْعى كَبِيرًا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاءِ
 

Artinya, “Orang alim yang mengajar dijuluki sebagai ‘orang besar’ (kabir) di kerajaan langit.” (Imam Ibnu Jama’ah, Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, [Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 2013], halaman 22).

 

Tak ayal di masa Daulah Abbasiyyah, kesejahteraan para guru sangat diperhatikan oleh pemerintah. Mereka diberikan gaji yang bisa dibilang sangat besar jika dibandingan dengan gaji para guru saat ini.

 

Dalam kitab An-Nafaqat wa Idaratuha fid Daulatil Abbasiyyah, Dr Rudhaifullah Yahya Az-Zahrani memberikan perincian yang menarik terkait besaran gaji para pengajar kala itu.

 

Penghargaan pemerintah Islam terhadap aktivitas belajar sebenarnya sudah tampak sejak Umar bin Al-Khattab ra memegang tampuk kekhalifahan. Di masanya, beliau memberikan gaji rutin kepada warga yang mau menghapal dan mempelajari Al-Qur’an.

 

Pada masa Daulah Umawiyyah, khalifah Umar bin Abdul Aziz juga mengambil kebijakan yang sangat menghargai aktivitas belajar-mengajar. Ketika itu beliau mengundang ulama-ulama untuk mengajari anak-anak suku Arab pedalaman tentang persoalan agama dan memberikan mereka gaji rutin.(Rudhaifullah Yahya Az-Zahrani, An-Nafaqat wa Idaratuha fid Daulatil Abbasiyyah, [Az-Zarqa, Maktabatul Manar: 1982], halaman 356).
 

Namun, gaji fantastis terhadap para pengajar dicurahkan pada masa Daulah Abbasiyyah. Gaji tersebut diberikan baik kepada para guru yang mendidik para putra khalifah maupun tenaga pengajar di masyarakat.

 

Beberapa ulama yang turut mengajar para putra khalifah adalah Imam Al-Kisa’i yang mengajar putra Harun Al-Rasyid. Sebagai upah awal, sang khalifah memberinya 10.000 dirham, seorang budak perempuan yang cantik serta kebutuhannya, beberapa pelayan, dan seekor kuda pembawa barang beserta peralatannya.

 

Bayaran yang melimpah juga diberikan kepada Ibnu As-Sikkit yang mengajar putra-putra khalifah Al-Mutawakkil. Beliau diberi upah mencapai 50.000 dinar di luar gaji rutin sepanjang hidup, tempat tinggal, makanan, dan hadiah-hadiah lainnya. (Az-Zahrani, 177-178).

 

Sebagai pengajar elite, barangkali upah sedemikian banyak barangkali dirasa wajar, tetapi melimpahnya gaji juga diberikan kepada guru di luar istana.

 

Pada masa Harun Al-Rasyid, upah tahunan rata-rata untuk penghapal Al-Qur’an, penuntut ilmu, dan pendidik umum mencapai 2.000 dinar. Sementara periwayat hadits dan ahli fiqih mendapatkan dua kali lipatnya, yaitu 4.000 dinar.

 

Semakin tinggi otoritas keilmuan yang dimiliki, semakin tinggi pula upah yang diberikan. Imam Al-Waqidi, ulama ahli Al-Qur’an dan hadits paling populer di masanya, bahkan mendapatkan upah tahunan mencapai 40.000 dinar. (Az-Zahrani, 202).

 

Perlu diketahui bahwa jumlah gaji-gaji tersebut sangat besar jika dikonservasi ke dalam mata uang sekarang.
 

Ahamed Kameel, dalam Islamic Gold Dinar: The Historical Standard menyebutkan bahwa kurs 1 dinar sama dengan 4,25 gram emas murni dan kurs 1 dirham sama dengan 2,975 gram perak murni. (Ahamed Kameel Mydin Meera, Islamic Gold Dinar: The Historical Standard, International Journal of Islamic Economics and Finance, vol. 1, No. 1, 2018).

 

Sebagai gambaran, jika menghitung harga emas per gram hari ini sekitar 1,1 juta rupiah (Rp1,132,000 per 27 Februari 2024) maka besaran gaji rata-rata pendidik umum di masa Harun Al-Rasyid adalah 9,35 miliar per tahun, sedangkan pengajar spesialis hadits dan fiqih adalah 18,7 miliar rupiah per tahun. Jumlah yang tentunya sangat fantastis.

 

Melihat jejak sejarah perhatian Daulah Abbasiyyah yang sangat besar terhadap kesejahteraan para guru di masanya, tidak heran jika era tersebut sering digadang-gadang sebagai era keemasan umat Islam. Wallahu a'lam.
 

 

Ustadz Zainun Hisyam, Pengajar di Pondok Pesantren Attaujieh Al-Islamy Banyumas