Syariah

Keistimewaan Puasa Kamis-Jumat-Sabtu di Bulan Muharram

NU Online  ·  Senin, 7 Juli 2025 | 16:00 WIB

Keistimewaan Puasa Kamis-Jumat-Sabtu di Bulan Muharram

Ilustrasi puasa. Sumber: Canva/NU Online.

Bulan Muharram, salah satu dari empat bulan haram yang dimuliakan dalam Islam, menjadi waktu istimewa untuk memperbanyak ibadah. Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk meningkatkan amalan, terutama puasa.


Salah satu amalan sunnah yang dianjurkan adalah puasa selama tiga hari berturut-turut, yaitu pada hari Kamis, Jumat, dan Sabtu. Pahala puasa ini berlipat ganda, sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin (Beirut: Darul Fikr, Juz I, hal. 300).


مَنْ صَامَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ شَهْرٍ حَرَامِ، الخميس والجمعة والسَّبْتَ كَتَبَ اللهُ لَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ عِبَادَةً تِسْعِمِائَةِ عام


Artinya, "Siapa yang puasa tiga hari dari bulan Muharram, yaitu hari Kamis, Jumat, dan Sabtu, maka mencatat oleh Allah baginya tiap-tiap hari itu dalam lingkaran beribadah 900 tahun."


Puasa pada hari Kamis dianjurkan karena pada hari itu amal manusia diangkat ke langit. Hari Jumat, sebagai penghulu segala hari, merupakan waktu paling utama dalam sepekan. Sementara itu, puasa pada hari Sabtu menyempurnakan rangkaian tiga hari berturut-turut, membentuk kebiasaan ibadah yang konsisten.


Puasa tiga hari ini menjadi bentuk mujahadah di awal tahun Hijriyah, mengawali tahun baru dengan amalan penuh berkah. Bulan Muharram, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Muslim, adalah bulan Allah yang paling utama setelah Ramadhan.


Oleh karena itu, bagi yang mampu, sangat dianjurkan menunaikan puasa pada hari Kamis, Jumat, dan Sabtu di bulan Muharram untuk meraih keutamaan dan keberkahan dari Allah SWT.


Terkait keutamaan hari Kamis, terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi sebagai berikut:


تُعْرَضُ الْأَعْمَالُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ، فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ


Artinya: "Amal perbuatan manusia diperlihatkan (kepada Allah) pada hari Senin dan Kamis. Aku (Rasulullah) senang jika amalku diperlihatkan (kepada Allah) dalam keadaan aku sedang berpuasa," (HR. Tirmidzi)


Hari Kamis merupakan waktu ketika amal manusia diangkat ke hadapan Allah SWT. Rasulullah SAW berkeinginan berada dalam keadaan berpuasa saat amalnya diangkat, menunjukkan keutamaan puasa pada hari ini. Terkait keutamaan hari Jumat, terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sebagai berikut:


خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ، وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا، وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ إِلَّا فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ


Artinya: "Sebaik-baik hari yang matahari terbit padanya adalah hari Jumat. Pada hari Jumat diciptakan Nabi Adam, dimasukkan ke surga, dikeluarkan dari surga, dan kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jumat," (HR. Muslim).


Makna hadits di atas menyatakan bahwa hari Jumat adalah hari terbaik dalam sepekan. Banyak peristiwa penting dalam sejarah manusia terjadi pada hari ini. Namun, sebagian umat Islam khawatir dengan larangan berpuasa khusus pada hari Jumat. Larangan tersebut hanya berlaku jika puasa dilakukan secara tunggal pada hari Jumat tanpa disertai hari sebelum atau sesudahnya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud:


لَا تَصُومُوا يَوْمَ السَّبْتِ إِلَّا فِي مَا افْتُرِضَ عَلَيْكُمْ


Artinya: "Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu kecuali pada hari yang diwajibkan atas kalian (puasa wajib)," (HR. Imam Abu Dawud).

 

Para ulama memahami bahwa larangan berpuasa pada hari Sabtu berlaku jika dilakukan secara tunggal, yakni hanya pada hari itu saja tanpa disandingkan dengan hari lain. Namun, apabila puasa tersebut dilakukan berurutan atau bertepatan dengan puasa lain, seperti Ayyamul Bidh atau puasa Muharram, maka hukumnya diperbolehkan.


Imam Nawawi menjelaskan bahwa larangan puasa pada hari Sabtu tidak bersifat mutlak. Hukum makruh berlaku jika seseorang mengkhususkan hari Sabtu saja untuk berpuasa. Namun, jika puasa itu digabung dengan hari lain, bertepatan dengan kebiasaan tertentu, misalnya seseorang melaksanakan puasa Dawud yang jatuh pada hari Sabtu, atau bertepatan dengan hari-hari sunnah seperti Arafah, Asyura, enam hari Syawal, atau Ayyamul Bidh, maka puasa tersebut tidak hanya diperbolehkan, tetapi bahkan disunnahkan.


Imam Malik, Imam Syafi’i, dan ulama lainnya juga membolehkan puasa hari Sabtu jika disertai hari lain atau bertepatan dengan hari yang dianjurkan untuk berpuasa. Mereka tidak memahami larangan tersebut sebagai sesuatu yang bersifat mutlak. Hal ini sebagaimana penjelasan Imam Nawawi dalam Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim (Beirut: Darul Fikri), Juz VIII, hlm. 20:


وقال الإمام مالك، والشافعي، وأبو حنيفة، والجمهور: لا كراهة في صوم يوم السبت وحده، وأن الحديث شاذ أو منسوخ، أو أن النهي فيه إنما هو لمن خصه بالصوم، كما خص اليهود يوم السبت


Artinya: "Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah, dan mayoritas ulama mengatakan: tidak makruh (tidak ada larangan) berpuasa hari Sabtu secara khusus. Mereka menilai bahwa hadits larangan tersebut adalah hadits syadz (ganjil atau menyelisihi hadits sahih lainnya), atau telah di-nasakh (dihapus hukumnya), atau bahwa larangan itu hanya berlaku bagi orang yang mengkhususkan hari Sabtu saja untuk puasa, sebagaimana orang Yahudi mengkhususkan hari Sabtu."


وقالوا: إذا صامه مع يوم قبله أو بعده، أو وافق عادة له، أو كان في أيام البيض، أو صوم نذر، أو قضاء، أو كفارة، فلا كراهة


Artinya: "Mereka juga berkata: Jika seseorang berpuasa hari Sabtu bersama hari sebelumnya atau sesudahnya, atau bertepatan dengan kebiasaan rutin puasa, atau dalam rangka Ayyamul Bidh (puasa tengah bulan), puasa nadzar, qadha, atau kaffarat, maka tidak ada larangan sedikit pun."


Dengan menjalankan puasa sunnah pada hari Kamis, Jumat, dan Sabtu di bulan Muharram, umat Islam dapat meraih keberkahan dan keutamaan yang berlipat ganda. Amalan ini bukan hanya wujud ketaatan kepada Allah SWT, tetapi juga langkah untuk menyucikan jiwa dan mengawali tahun Hijriyah dengan semangat ibadah yang kuat. Marilah kita manfaatkan momen istimewa ini untuk mendekatkan diri kepada-Nya, memperbanyak amal saleh, dan meneladani sunnah Rasulullah SAW.


Ustadz Ahmad Mursyidi, alumni Kelas Menulis Keislaman NU Online 2025, LTN PCNU Kab. Banjar 2025-2030.