Keutamaan 10 Hari Awal Dzulhijjah dalam Al-Qur’an dan Hadits
Sabtu, 10 Juli 2021 | 10:30 WIB
Sunnatullah
Kolomnis
Di antara kemuliaan yang Allah berikan kepada umat Islam sekaligus menjadi nikmat yang sangat besar dan harus disyukuri adalah menjadikan waktu-waktu tertentu untuk setiap ibadah tertentu agar umat Islam meraih pahala lebih banyak di waktu tersebut. Ibaratnya, waktu itu sebagai media bagi umat Islam untuk berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan. Di antara waktu tersebut adalah 10 hari awal Dzulhijjah.
Dalam 10 hari awal Dzulhijjah, semua ketaatan dan kebaikan umat Islam menjadi ibadah yang pahalanya sangat besar. Tentu, semua pemberian Allah yang sangat besar dan patut disyukuri ini tidak bisa ditemukan di waktu yang lain. Sebagai muqaddimah dari penjelasan tentang kemuliaan bulan Dzulhijjah, yaitu dalam Al-Qur’an Allah subhanahu wata’ala berfirman:
وَالْفَجْرِ (1) وَلَيَالٍ عَشْرٍ (2)
Artinya, “1. Demi fajar; 2. Demi malam yang sepuluh.” (QS. Al-Fajr: 1-2)
Para ulama ahli tafsir berbeda pendapat dalam mengartikan ayat kedua. Ada yang berpendapat yang dimaksud adalah 10 hari terakhir di Ramadhan; ada yang berpendapat 10 hari awal Muharram; dan ada juga yang berpendapat 10 hari awal Dzulhijjah. Hanya saja, pendapat yang sahih sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Ibnu Katsir adalah pendapat ketiga, yaitu 10 hari di awal Dzulhijjah. (Abul Fida’ Ad-Dimisqi, Tafsîr Ibnu Katsîr, [Bairut, Dârul Fikr: 1999], juz VIII, halaman 391).
Alasan ketiga pendapat di atas tentunya berbeda-beda. Menurut pendapat pertama karena Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam sangat menjaga 10 malam terakhir di Ramadhan. Tidak hanya itu, di antara malam-malam itu juga bertepatan dengan Lailatul Qadar. Menurut pendapat kedua karena pada Muharram terdapat hari yang sangat mulia, yaitu hari Asyura. Sedangkan alasan pendapat ketiga karena pada Dzulhijjah bertepatan dengan kesibukan umat Islam dalam menjalankan pilar Islam yang kelima, yaitu ibadah haji ke Baitullah. (Fakhruddin Ar-Razi, Tafsîr Mafâtîhul Ghaib, [Bairut, Dârul Fikr: 1992], juz XXXI, h. 149).
Sebagai bukti keutamaan 10 hari awal Dzulhijjah ialah Allah bersumpah atas nama fajar dan malam 10 awal Dzulhijjah. Semua itu sebenarnya tidak lepas dari beberapa kemuliaan di dalamnya. Kata kemuliaan di sini bisa diartikan dengan dua arti: (1) kemuliaan dan keagungan secara ukhrawi, seperti mengesakan Allah subhânahu wata’âlâ; dan (2) kemuliaan dan keagungan secara duniawi, seperti harusnya bersyukur saat itu disebabkan kenikmatan yang telah Allah berikan.
Maksud dari kemuliaan ukhrawi dengan mengesakan Allah adalah bahwa pada hari itu semua umat Islam berkumpul dalam rangka mensucikan Allah dari segala sekutu dan kekurangan. Dikemas dengan ibadah haji bagi yang mampu, dan dengan melaksanakan shalat Idul Adha bagi yang tidak mampu. Dengannya Allah akan memberikan pahala bagi mereka yang mengerjakannya. Tentunya, pahala yang diberikan akan dinikmati kelak di akhirat. Sedangkan yang dimaksud kemuliaan secara duniawi adalah pada hari tersebut umat Islam ditakdirkan sebagai makhluk yang beriman kepada Allah dan mempercayai semua ketentuan-Nya. Tidak ada nikmat yang lebih besar selama di dunia selain nikmat Islam dan Iman.
Berkaitan dengan keutamaan 10 hari awal Dzulhijjah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامٍ اَلْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّام. يَعْنِي أَيَّامُ الْعُشْرِ. قَالُوْا: يَا رَسُولَ اللهِ، وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ؟ قَالَ: وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ، إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ، فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيءٍ. (رواه البخاري)
Artinya, “Tidak ada hari di mana amal kebaikan saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini. Rasulullah menghendaki 10 hari (awal Dzulhijjah). Lantas para sahabat bertanya: ‘Wahai Rasulullah, tidak juga jihad di jalan Allah?’ Rasulullah shallalâhu ‘alaihi wasallam menjawab: ‘Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali orang yang keluar berjihad dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun (mati syahid)’.” (HR. Al-Bukhari). (An-Nawawi, Riyâdhus Shâlihîn, juz II, halaman 77-78).
Dalam hadits ini seolah Rasulullah shallalâhu ‘alaihi wasallam hendak memberikan motivasi yang sangat tinggi kepada para sahabat dan umatnya untuk tidak menyia-nyiakan keutamaan 10 hari awal Dzulhijjah. Bahkan perbandingannya dengan jihad di jalan Allah.
Motivasi itu disampaikan Rasulullah shallalâhu ‘alaihi wasallam tidak lain karena banyaknya manfaat dan agungnya kemuliaan pada hari itu. Di antara hari tersebut terdapat hari Arafah dan hari penyembelihan kurban, sekaligus menjadi hari pelaksanaan ibadah haji. Semuanya tidak diragukan kemulian dan keagungannya. Umat Islam sepakat bahwa hari-hari tersebut merupakan hari yang sangat dimuliakan oleh Allah Ta’ala.
Hadits di atas juga memberikan pemahaman bahwa adanya keutamaan 10 hari awal Dzulhijjah secara khusus meniscayakan hari-hari tersebut lebih mulia dari hari lainnya. Semua ibadah dan amal kebaikan yang dilakukan saat itu lebih mulia dan lebih besar pahalnya daripada di hari-hari lainnya. Karenanya, tidak heran jika Rasulullah shallalâhu ‘alaihi wasallam sangat memotivasi para sahabat dan umatnya untuk melakukan ibadah dan amal kebaikan pada hari-hari tersebut.
Syekh Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al-Mubarakfuri menyampaikan penjelasan ulama:
لِأَنَّهَا أَيَّامُ زِيَارَةِ بَيْتِ اللهِ وَالْوَقْتُ إِذَا كاَنَ أَفْضَلَ كاَنَ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهِ أَفْضَلُ
Artinya, “Karena 10 hari awal Dzulhijjah tersebut menjadi hari berkunjung ke Baitullah, sementara suatu waktu apabila lebih mulia dari waktu yang lain, maka amal kebaikan di dalamnya juga lebih utama.” (Abdurrahman Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadi, [Bairut, Dârul Kutub Al-‘Ilmiyyah: 1999], juz III, halaman 386).
Karenanya sangat beruntung bagi umat Islam yang bisa menjumpai 10 hari awal bulan Dzulhijjah dan dapat melakukan ibadah disertai berbagai kebaikan lainnya. Semua itu merupakan nikmat sangat besar yang Allah berikan kepada hamba-Nya yang dikehendaki. Tidak sepantasnya umat Islam menyia-nyiakan hari yang sangat berlimpah nilai pahalanya di sisi Allah subhânahu wata’âlâ.
Umat Islam yang menjumpai 10 hari awal Dzulhijjah mempunyai momentum untuk melakukan ibadah dan kebaikan dengan pahala yang lebih besar dibandingkan hari-hari lainnya. Sepatutnya hari-hari mulia itu dijadikan kesempatan untuk lebih giat dan semangat dalam menjalankan semua kewajiban, menambah ibadah sunnah, dan melakukan berbagai kebaikan melebihi kesehariannya.
Sunnatullah, Pengajar di Pesantren Al-Hikmah Darussalam, Kokop Bangkalan.
Terpopuler
1
PBNU Tunjuk Ali Masykur Musa Jadi Ketua Pelaksana Kongres JATMAN 2024
2
Ulama Sufi Dunia Syekh Muhammad Hisham Kabbani Wafat dalam Usia 79 Tahun
3
GP Ansor DIY Angkat Penjual Es Teh Sunhaji Jadi Anggota Kehormatan Banser
4
Ricuh Aksi Free West Papua, PWNU DIY Imbau Nahdliyin Tetap Tenang dan Tak Terprovokasi
5
Khutbah Jumat: Meraih Keselamatan Akhirat dengan Meninggalkan 6 Perkara
6
GP Ansor Jatim Ingin Berangkatkan Umrah Bapak Penjual Es Teh yang Viral dalam Pengajian Gus Miftah
Terkini
Lihat Semua