Syariah

Puasa dan Kehormatan Jiwa

Sab, 8 Mei 2021 | 01:45 WIB

Puasa dan Kehormatan Jiwa

Ilustrasi puasa. (Foto: NU Online)

Puasa Ramadhan yang dikerjakan setiap muslim, selain merupakan ibadah yang luhur, ia juga mengantarkan setiap diri manusia untuk berlatih dalam rangka mempertahankan kehormatan diri dan jiwanya. Dalam kehidupan sehari-hari dijumpai dua golongan umat manusia yang satu sama lain saling mengklaim bahwa kelompoknya yang paling baik dan beruntung.


Golongan pertama, adalah kelompok manusia yang hidupnya dihabiskan untuk memenuhi kebutuhan lahiriyah dan kesenangan yang menipu. Mereka selalu berusaha untuk memenuhi dorongan nafsu dari perutnya, nafsu seksual dan hawa nafsunya sendiri yang tidak pernah merasa puas. Golongan ini tidak segan-segan melakukan perbuatan apa saja, baik halal atau haram demi memenuhi keinginan dan kehendaknya. Mereka gemar memamerkan kemewahan dan senantiasa bergelimang dengan kenikmatan-kenikmatan dunia yang menyesatkan.


Ciri kelompok pertama ini, mereka tidak mau peduli dengan keyakinan agama, kebenaran, kebaikan atau keburukan, yang penting dapat memuaskan hawa nafsunya. Golongan ini akan tercampakkan dalam kehinaan dan kenistaan serta menderita kerugian di dunia dan akhirat, karena mereka menjadi budak dari kecenderungan hawa nafsunya yang membahayakan. Allah s.w.t. mengisyaratkan mereka ini dalam suatu firman-Nya:


وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَعۡبُدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ حَرۡفٖۖ فَإِنۡ أَصَابَهُۥ خَيۡرٌ ٱطۡمَأَنَّ بِهِۦۖ وَإِنۡ أَصَابَتۡهُ فِتۡنَةٌ ٱنقَلَبَ عَلَىٰ وَجۡهِهِۦ خَسِرَ ٱلدُّنۡيَا

 

وَٱلۡأٓخِرَةَۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلۡخُسۡرَانُ ٱلۡمُبِينُ  


“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi (tidak dengan penuh keyakinan); maka jika ia memperoleh kebaikan, ia akan merasa puas, dan jika ia ditimpa suatu cobaan, berbaliklah ia ke belakang (kembali kafir lagi). Rugilah ia di dunia dan di akhirat. yang demikian itu adalah kerugian yang nyata”. (QS. Al-Hajj, 22:11).


Golongan kedua adalah sekelompok manusia yang lebih mengutamakan kehormatan jiwa dan harga dirinya dalam segala kehidupan. Mereka tidak rela sedikitpun bila kehormatan dan kesucian jiwanya dinodai. Kelompok ini akan terus berjuang membela kebenaran dan keadilan, meskipun menghadapi berbagai tantangan dan rintangan.


Bahkan sekalipun mereka dihalangi oleh berbagai kelompok yang lebih kuat dan lebih besar. Sekiranya mereka dimatikan kehidupan ekonominya, sehingga mereka mempertahankan diri dengan memakan daun-daunan atau akar-akar pohon, mereka akan tetap membela kebenaran dan menegakkan kalimat Allah.


Kelompok ini mencintai kehidupan yang terhormat dan mulia di sisi Allah ataupun dalam pandangan umat manusia pada umumnya. Mereka rela mengorbankan apa saja yang dimilikinya demi tegaknya kemuliaan dan keadilan. Ciri golongan ini, selalu ditandai dengan sikap dan perilaku mereka yang lebih mencintai kebenaran yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya, daripada cintanya terhadap harta, keluarga, anak-anaknya, bahkan dari dirinya sendiri.


Kelompok kedua ini akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat, mendapat kemuliaan yang tinggi di sisi Allah dan di mata umat manusia. Slogan mereka yang sering dikumandangkan adalah: “Hidup mulia atau mati syahid”. Mereka diisyaratkan dalam al-Qur’an:


مِّنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ رِجَالٞ صَدَقُواْ مَا عَٰهَدُواْ ٱللَّهَ عَلَيۡهِۖ فَمِنۡهُم مَّن قَضَىٰ نَحۡبَهُۥ وَمِنۡهُم مَّن يَنتَظِرُۖ وَمَا بَدَّلُواْ تَبۡدِيلٗا  


“Di antara orang-orang mu’min itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu (apa yang telah Allah janjikan), dan mereka sedikitpun tidak merubah (janjinya)”. (QS. Al-Ahzab, 33:23).


Ibadah puasa Ramadhan akan mengarahkan diri kita, terbentuk menjadi manusia-manusia mu’min yang senantiasa mencintai kebenaran dan kesucian jiwa. Kita dibimbing agar lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya, daripada cinta kita pada segala sesuatu termasuk keluarga, istri dan anak-anak kita, bahkan terhadap diri sendiri. Perhatikan firman Allah:


قُلۡ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمۡ وَأَبۡنَآؤُكُمۡ وَإِخۡوَٰنُكُمۡ وَأَزۡوَٰجُكُمۡ وَعَشِيرَتُكُمۡ وَأَمۡوَٰلٌ ٱقۡتَرَفۡتُمُوهَا وَتِجَٰرَةٞ تَخۡشَوۡنَ كَسَادَهَا وَمَسَٰكِنُ

 

تَرۡضَوۡنَهَآ أَحَبَّ إِلَيۡكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٖ فِي سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّىٰ يَأۡتِيَ ٱللَّهُ بِأَمۡرِهِۦۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ

 

ٱلۡفَٰسِقِينَ  


“Katakanlah sekiranya bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang fasik”. (QS. al-Taubah, 9:24).


Dr KH Zakky Mubarak, Rais Syuriyah PBNU