Tafsir

Penjelasan Lengkap tentang Tafsir Ayat Kursi

Selasa, 4 Februari 2025 | 15:00 WIB

Penjelasan Lengkap tentang Tafsir Ayat Kursi

Ilustrasi quran. Sumber: Canva/NU Online

Allah SWT menegaskan dasar tauhid dan inti ibadah dalam Ayat Kursi, untuk meneguhkan bahwa segala amal perbuatan hanya untuk Allah SWT semata. Ayat ini mengingatkan setiap hamba akan kebesaran dan kekuasaan-Nya, mendorongnya untuk taat kepada perintah-Nya dan tunduk pada hukum-hukum yang telah ditetapkan-Nya.


Ayat ini menjelaskan bahwa hanya Allah SWT yang memiliki sifat ketuhanan yang mutlak, yang menguasai seluruh alam semesta dan segala kekuasaan di dalamnya. Dia adalah Dzat yang mengatur segala sesuatu, tak pernah lengah atau terlewatkan dalam mengurus setiap urusan makhluk-Nya.


Berikut ini disajikan teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan beberapa tafsir ulama mengenai Surat Al-Baqarah ayat 255:


اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ەۚ لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْمٌۗ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ اِلَّا بِاِذْنِهٖۗ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْۚ وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهٖٓ اِلَّا بِمَا شَاۤءَۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ وَلَا يَـُٔوْدُهٗ حِفْظُهُمَاۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ ۝٢٥٥


allâhu lâ ilâha illâ huw, al-ḫayyul-qayyûm, lâ ta'khudzuhû sinatuw wa lâ na'ûm, lahû mâ fis-samâwâti wa mâ fil-ardl, man dzalladzî yasyfa‘u ‘indahû illâ bi'idznih, ya‘lamu mâ baina aidîhim wa mâ khalfahum, wa lâ yuḫîthûna bisyai'im min ‘ilmihî illâ bimâ syâ', wasi‘a kursiyyuhus-samâwâti wal-ardl, wa lâ ya'ûduhû ḫifdhuhumâ, wa huwal-‘aliyyul-‘adhîm


Artinya: “Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Mahahidup lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). Dia tidak dilanda oleh kantuk dan tidak (pula) oleh tidur. Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka. Mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun dari ilmu-Nya, kecuali apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya (ilmu dan kekuasaan-Nya) meliputi langit dan bumi. Dia tidak merasa berat memelihara keduanya. Dialah yang Mahatinggi lagi Mahaagung.”


Keutamaan Ayat Kursi

Syekh Wahbah Zuhaili dalam Tafsirul Munir jilid III (Damaskus: Darul Fikr, 1991: 14-15) menyatakan bahwa Ayat Kursi merupakan puncak dari ayat-ayat Al-Qur'an dan adalah ayat yang paling agung. Diriwayatkan sebuah hadits dari Rasulullah SAW yang menjelaskan bahwa Ayat Kursi adalah ayat yang paling utama dalam Al-Qur'an, karena di dalamnya terkandung nama-nama Allah SWT yang paling agung.


Abu Bakar bin Murdawaih, melalui sanadnya yang berasal dari Abu Umamah, meriwayatkan sebuah hadits marfu' yang menyebutkan hal tersebut.


اسم الله الأعظم الذي إذ دعي به أجاب في ثلاث: سورة البقرة، وآل عمران، وطه


Artinya: “Asma Allah yang paling agung (ismul a’dzom) -yang jika seseorang berdoa dengan menggunakannya, maka doanya akan dikabulkan- terdapat dalam tiga surat, yakni: surat Al-Baqarah, Ali Imran, dan Thaha.”


Hisyam bin ‘Ammar, seorang khatib kota Damaskus menyebutkan:


أما البقرة فقوله: ﴿اللهُ لا إِلهَ إِلاّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ﴾ وفي آل عمران: ﴿الم. اللهُ لا إِلهَ إِلاّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ﴾ وفي طه: وَعَنَتِ الْوُجُوهُ لِلْحَيِّ الْقَيُّومِ


Artinya: “Adapun yang terdapat dalam surat Al-Baqarah adalah firman Allah swt. yang berbunyi, اللهُ لا إِلهَ إِلاّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ, sedangkan dalam surat Ali Imran berbunyi, الم. اللهُ لا إِلهَ إِلاّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ, Adapun dalam surat Thaha berbunyi, وَعَنَتِ الْوُجُوهُ لِلْحَيِّ الْقَيُّومِ.”


Banyak hadits-hadits lain yang menjelaskan tentang keutamaan ayat kursi ini, di antaranya adalah:


سيد الكلام: القرآن، وسيد القرآن :البقرة، وسيد البقرة: آية الكرسي


Artinya: “Pimpinan kalam (perkataan) adalah Al-Qur'an, adapun pimpinan Al-Qur'an adalah surat al-Baqarah, sedangkan pimpinan surat al-Baqarah adalah ayat kursi.” (HR. Ad-Dailami)


مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِيِّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ كَانَ الَّذِي يَتَوَلَّى قَبْضَ رُوحِهِ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ، وَكَانَ كَمَنْ قَاتَلَ مَعَ أَنْبِيَاءِ اللَّهِ حَتَّى يُسْتَشْهَدَ


Artinya: “Barang siapa yang membaca ayat kursi setiap selesai shalat, maka yang akan mencabut nyawanya adalah Allah SWT sendiri dan ia bagaikan orang yang ikut berperang bersama para nabi hingga mendapatkan mati syahid.”


مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِيِّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُولِ الْجَنَّةِ إِلَّا الْمَوْتُ وَلَا يُوَاظِبُ عَلَيْهَا إِلَّا صِدِّيقٌ أَوْ عَابِدٌ، وَمَنْ قَرَأَهَا إِذَا أَخَذَ مَضْجَعَهُ آمَنَهُ اللَّهُ عَلَى نَفْسِهِ وَجَارِهِ وَجَارِ جَارِهِ وَالْأَبْيَاتِ حَوْلَهُ


Artinya: “Barang siapa membaca ayat kursi setiap habis shalat fardhu, maka tidak ada sesuatu yang menghalangi dirinya dari masuk surga kecuali kematian. Tidak ada yang selalu melestarikan membaca ayat kursi kecuali Shiddiiq (orang yang selalu membenarkan) atau orang yang ahli ibadah. Barang siapa yang membaca ayat kursi ketika hendak beranjak tidur maka Allah SWT akan memberinya keamanan atas dirinya, tetangganya, tetangga tetangganya dan rumah-rumah yang berada di sekitarnya!”

 

Imam Ibnu Katsir berkata:

 

هذه الآية مشتملة على عشر جمل مستقلة، متعلقة بالذات الإلهية، وفيها تمجيد الواحد الأحد

 

Artinya: “Ayat ini mengandung sepuluh susunan kata atau perkataan yang masing-masing berdiri sendiri, yang kesemuanya menjelaskan tentang Dzat Tuhan. Di dalam ayat ini juga mengandung pengagungan terhadap Dzat Yang Maha Esa.”


Korelasi dengan Ayat Sebelumnya

Syekh Wahbah Zuhaili dalam Tafsirul Munir-nya jilid III (Damaskus: Darul Fikr, 1991: 15) mengatakan bahwa dalam ayat-ayat sebelumnya, Allah SWT menyebutkan bahwa amal saleh individu merupakan dasar kebahagiaan dan keselamatan. Harta, syafaat, jalinan persahabatan dan jalinan kasih sayang tidak ada gunanya sama sekali. 

 

Di dalam ayat-ayat sebelumnya, Allah SWT juga menjelaskan bahwa terdapat perbedaan di antara para rasul dalam hal kemuliaan. Namun dakwah, risalah dan agama mereka semua sama, yaitu agama yang berdasarkan atas ajakan kepada pengesaan Allah SWT memelihara kemuliaan, akhlak dan penghambaan kepada Allah SWT. 

 

Kemudian setelah itu, disebutkan ayat kursi untuk menegaskan pondasi tauhid dan dasar ibadah, untuk menetapkan bahwa semua bentuk amal perbuatan hanya untuk Allah SWT semata serta agar seorang hamba menyadari akan keagungan dan kekuasaan-Nya, menaati segala perintah-Nya dan tunduk kepada hukum-hukum yang ditetapkan-Nya.


Kandungan Tafsir Ayat Kursi

Imam Qurthubi dalam Tafsir Al-Qurthubi-nya jilid III (Kairo, Darul Kutub Al-Mishriyyah, 1964: 270-271) mengatakan bahwa ayat kursi yang mengandung ketauhidan dan sifat-sifat Allah swt. yang tinggi dari lima puluh kalimat dan setiap kalimat mengandung lima puluh berkah. Ayat kursi ini, lanjut beliau, menyamai sepertiga Al-Qur’an seperti yang disebutkan dalam hadits. Demikian beliau kutip dari pendapat Ibnu ‘Athiyah.

 

Lebih detail, beliau juga mengatakan bahwa frasa, اَلْحَيُّ adalah salah satu asma'ul husna (nama-nama Allah yang baik), yang dengannya Dia menamakan Dzat-Nya. Ada juga yang mengatakan bahwa ini adalah ismul a’dzom (nama Allah yang paling agung).

 

Ada yang mengatakan bahwa Nabi Isa putra Maryam AS apabila ingin menghidupkan orang yang mati, dia berdoa dengan menyebut nama ini: Ya Hayuu Ya Qayyum. Ada juga yang mengatakan bahwa Ashif bin Barkhiya ketika ingin mendatangkan singgasana Balqis ke hadapan Nabi Sulaiman AS, dia berdoa dengan menyebut nama ini: Ya Hayuu Ya Qayyum. Ada yang mengatakan bahwa Bani Israil pernah bertanya kepada Musa AS tentang ismullaah al-a'dzham. Maka, Nabi Musa AS berkata kepada mereka, “Aya haya syaraahiya.” Maksudnya, Ya Hayuu Ya Qayyum.

 

Ada yang mengatakan bahwa Allah swt. menamakan diri-Nya dengan Hayyun, karena Dialah yang mengatur segala perkara dan menentukan segala sesuatu.

 

Adapun frasa,  الْقَيُّوْمُ berasal dari frasa, قَامَ. Maksudnya, Allah adalah Dzat Yang Mengatur semua yang Dia ciptakan. Ini adalah pendapat Qatadah. Hasan berpendapat, maknanya adalah Yang mengawasi apa yang dia perbuat oleh setiap jiwa hingga Dia membalasny a sesuai dengan perbuatannya, yang mana Dialah Yang Maha Tau, tidak ada sedikipun yang samar atas-Nya. Sedangkan menurut Ibnu Abbas, maknanya adalah Yang tidak berubah dan tidak hilang.


Syekh Wahbah Zuhaili dalam at-Tafsirul Munir-nya jilid III (Damaskus: Darul Fikr, 1991: 15-18) mengatakan bahwa ayat ini memenuhi hati dengan perasaan takut disertai rasa hormat kepada Allah SWT akan keagungan, keluhuran dan kesempurnaan-Nya.

 

Lebih jauh, beliau juga mengatakan, ayat ini menjelaskan bahwa hanya Allah SWT Dzat Yang memiliki sifat ketuhanan, memiliki segala kerajaan dan kekuasaan, Dzat Yang Maha mengatur seluruh makhluk setiap saat, tidak pernah sekali-kali lengah dari sesuatu dari perkara makhluk-Nya.

 

Allah SWT, lanjut Syekh Wahbah, adalah Dzat Yang Maha Memiliki segala sesuatu yang berada di langit dan bumi. Tidak ada seorang pun yang berani memberikan syafaat kepada orang lain kecuali atas seizin-Nya. Allah SWT mengetahui segala sesuatu, ilmu-Nya meliputi segala hal dan seluruh keadaan makhluh baik yang kecil maupun yang besar.

 

Selain itu, papar Syekh Wahbah, Allah SWT juga Dzat Yang Maha mengatur seluruh makhluk dan ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, Dia adalah Dzat Yang Maha Tinggi, Maha Perkasa Yang tidak pernah terkalahkan, Dzat Yang Maha Agung kerajaan dan kekuasaannya atas segala sesuatu. Jadi, tidak ada tempat lagi untuk bersikap sombong dan merasa besar di hadapan kebesaran dan keagungan Allah SWT.

 

Lebih detail, beliau juga memberikan representasi sebagai berikut:

 

الله هو المتفرد بالألوهية لجميع الخلائق، فلا معبود بحق في الوجود إلا هو، وهو الواحد الأحد الفرد الصمد، الواجب الوجود، ذو الملك والملكوت، الحي الباقي الدائم الذي لا يموت، القائم بذاته على تدبير خلقه، كقوله: ﴿وَمِنْ آياتِهِ أَنْ تَقُومَ السَّماءُ وَالْأَرْضُ بِأَمْرِهِ﴾ [الروم ٢٥/ ٣٠]، الذي لا يشبه أحد من خلقه في الذات ولا في الصفات، ولا في الأفعال، كما قال: ﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ﴾ [الشورى ١١/ ٤٢]

 

Artinya: “Hanya Allah SWT Tuhan bagi seluruh makhluh tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa dan Dzat Yang hanya kepada-Nya segala sesuatu bergantung, Dzat Yang wajib wujud, Tuhan penguasa segala kerajaan dan Pemilik kekuasaan atas segala sesuatu, Dzat Yang Maha Hidup dan Kekal tidak akan pernah mati, Dzat Yang Maha Mengatur segala urusan makhluk. Allah SWT berfirman,

 

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ تَقُوْمَ السَّمَاۤءُ وَالْاَرْضُ بِاَمْرِهٖۗ ۝٢٥

 

wa min âyâtihî an taqûmas-samâ'u wal-ardlu bi'amrih, 

 

Artinya: “Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah bahwa berdirinya langit dan bumi dengan kehendak-Nya.” (QS. Ar-Rum: 25)

 

Allah SWT adalah Tuhan Yang tiada sesuatu apa pun dari makhluk-Nya yang menyerupai-Nya, baik dalam hal sifat-sifat, Dzat maupun pekerjaan-Nya. Allah SWT berfirman,

 

لَيْسَ كَمِثْلِهٖ شَيْءٌۚ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ ۝١١

 

…laisa kamitslihî syaî', wa huwas-samî‘ul-bashîr

 

Artinya: “…Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura: 11)

 

Allah SWT sedikit pun tidak pernah tidur dan tidak pernah mengantuk, karena Dia adalah Dzat Yang Maha Mengatur segala urusan makhluknya sepanjang siang dan malam. Potongan dari ayat kursi ini, (maksudnya yang menjelaskan bahwa Allah SWT tidak pernah mengantuk dan tidak pernah tertidur) menguatkan potongan ayat sebelumnya, menegaskan akan makna Maha Hidup dan Maha Mengatur segala urusan makhluk terus menerus selamanya dan sempurna.

 

Dari semua paparan di atas, kita dapat memahami bahwa surat Al-Baqarah ayat 255 (ayat kursi) ini mengandung bahasan utama mengenai hanya Allah SWT Dzat Yang memiliki sifat ketuhanan, memiliki segala kerajaan dan kekuasaan, Dzat Yang Maha mengatur seluruh makhluk setiap saat, tidak pernah sekali-kali lengah dari sesuatu dari perkara makhluk-Nya. Wallahu a'lam.   


Muhammad Ryan Romadhon, Alumni Ma’had Aly Al-Iman Bulus, Purworejo, Jawa Tengah