Tafsir Ar-Razi Tentang Islam Kaffah: Jalan Umat Menuju Perdamaian
NU Online · Kamis, 5 Juni 2025 | 09:00 WIB
Khoirul Anam
Kolomnis
Ajaran Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam ditegaskan melalui pesan-pesan Al-Qur’an yang mengajak kepada kedamaian, menciptakan suasana aman, dan menjauhkan umat dari peperangan. Pesan-pesan ini dapat dipahami dengan mendalami teks-teks suci Al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 208)
Ulama tafsir Sunni terkemuka pada abad ketujuh Hijriah, Imam Fakhruddin Ar-Razi, dalam kitabnya Mafatihul Ghaib atau disebut juga dengan nama Tafsir Ar-Razi, menafsirkan kata as-Silmi dalam ayat di atas sebagai berikut:
وَخَامِسُهَا: أَنْ يَكُونَ السِّلْمُ الْمَذْكُورُ فِي الْآيَةِ مَعْنَاهُ الصُّلْحُ وَتَرْكُ الْمُحَارَبَةِ وَالْمُنَازَعَةِ، وَالتَّقْدِيرُ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً أَيْ كُونُوا مُوَافِقِينَ وَمُجْتَمِعِينَ فِي نُصْرَةِ الدِّينِ وَاحْتِمَالِ الْبَلْوَى فِيهِ، وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ بِأَنْ يَحْمِلَكُمْ عَلَى طَلَبِ الدُّنْيَا وَالْمُنَازَعَةِ مَعَ النَّاسِ
Artinya: "Dan pendapat kelima: Bahwa as-Silmu yang disebutkan dalam ayat ini maknanya adalah perdamaian dan meninggalkan peperangan serta pertikaian. Perkiraan maknanya adalah: 'Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam kedamaian secara keseluruhan,' yaitu hendaklah kalian sepakat dan bersatu dalam menolong agama dan menanggung cobaan di dalamnya. 'Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan,' yaitu dengan ia (setan) membawa kalian untuk mencari dunia dan bertikai dengan manusia.” (Imam Fakhruddin Ar-Razi, Tafsir Ar-Razi, [Beirut, Darul Fikr , t.t.,] juz V, hlm. 225).
Pemahaman mendasar tentang as-Silmi menurut Imam Ar-Razi dalam pendapat kelimanya merujuk pada perdamaian, meninggalkan peperangan, dan menjauhi segala bentuk pertikaian. Makna ini tidak terbatas pada menghindari konflik fisik, tetapi juga mencakup upaya menjaga harmoni dengan menghindari perselisihan dan permusuhan antar sesama.
Imam Ar-Razi memperluas makna as-Silmi dengan menjelaskan bahwa "masuk ke dalam as-Silmi secara keseluruhan" mengandung makna kesepakatan dan persatuan dalam menegakkan agama serta bersama-sama menghadapi cobaan di jalan Allah.
Perdamaian yang dimaksud bukanlah sekadar kedamaian pasif atau individual, melainkan kondisi sosial yang harmonis, di mana umat Islam bahu-membahu menjalankan ajaran agama dan menghadapi tantangan hidup dengan solidaritas. Persatuan menjadi fondasi terciptanya kedamaian hakiki di tengah umat.
Dalam Al-Qur’an, kisah Nabi Ibrahim AS menggambarkan kerinduan akan kedamaian dan ketentraman bagi negerinya. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 126:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَىٰ عَذَابِ النَّارِ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, 'Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah) negeri yang aman, dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya, yaitu bagi siapa di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian.' Allah berfirman, 'Dan bagi siapa yang kafir akan Aku beri kesenangan sedikit, kemudian akan Aku paksa dia menjalani azab neraka. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah: 126)
Doa Nabi Ibrahim AS di atas, sebagaimana ditafsirkan oleh Imam Fakhruddin Ar-Razi, memiliki hikmah yang mendalam. Permintaan ini, yang sekilas tampak berkaitan dengan kemaslahatan duniawi, justru memiliki kaitan erat dengan tujuan agama. Keamanan dan kemakmuran suatu negeri dapat memampukan penduduknya untuk lebih fokus dalam ketaatan kepada Allah SWT. Ketika rasa takut hilang dan kebutuhan tercukupi, hati dan pikiran menjadi lebih tenang untuk beribadah. (Imam Fakhruddin Ar-Razi, Tafsir Ar-Razi, [Beirut, Darul Fikr , t.t.,] juz IV, hlm. 59).
Merujuk pada ayat Al-Baqarah 208 dan 126 beserta tafsiran mendalam dari Imam Fakhruddin Ar-Razi, jelaslah bahwa Islam menempatkan kedamaian sebagai prinsip fundamental yang inheren dalam ajarannya. Kedamaian bukan hanya sekedar ketiadaan konflik, melainkan sebuah kondisi aktif yang mencakup persatuan umat, harmoni sosial, dan ketenangan batin yang terhindar dari godaan setan dan ambisi duniawi yang berlebihan.
Lebih jauh, doa Nabi Ibrahim AS mengisyaratkan bahwa keamanan dan kemakmuran, yang merupakan manifestasi dari kedamaian dalam lingkup sosial, menjadi prasyarat penting bagi terciptanya masyarakat yang taat kepada Allah.
Dengan demikian, kedamaian dalam perspektif Al-Quran adalah jalan yang membentang menuju ketaatan yang hakiki, di mana hati dan pikiran yang tenang serta persatuan umat menjadi landasan yang kokoh dalam menjalankan perintah-Nya.
Ustadz Khoirul Anam, Mahasantri Mahad Aly Nurul Cholil, Bangkalan.
Terpopuler
1
Niat Puasa Arafah untuk Kamis, 5 Juni 2025, Raih Keutamaan Dihapus Dosa
2
Panduan Shalat Idul Adha: dari Niat, Bacaan di Antara Takbir, hingga Salam
3
Menggabungkan Qadha Ramadhan dengan Puasa Tarwiyah dan Arafah, Bolehkah?
4
Takbiran Idul Adha 1446 H Disunnahkan pada 5-9 Juni 2025, Berikut Lafal Lengkapnya
5
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
6
Khutbah Idul Adha: Mencari Keteladanan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam Diri Manusia
Terkini
Lihat Semua