Tafsir Surat Ali Imran Ayat 8: Memohon Keteguhan Hati dalam Iman
Rabu, 5 Februari 2025 | 06:00 WIB
Zainuddin Lubis
Penulis
Surat Ali Imran ayat 8 merupakan doa yang diajarkan oleh Allah dalam Al-Qur'an bagi orang-orang yang beriman agar tetap teguh dalam keimanan dan dijauhkan dari kesesatan setelah mendapat petunjuk (hidayah dan rahmat) dari Allah SWT. Simak ayat lengkapnya;
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةًۚ اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ ٨
rabbanâ lâ tuzigh qulûbanâ ba‘da idz hadaitanâ wa hab lanâ mil ladungka raḫmah, innaka antal-wahhâb
Artinya; "(Mereka berdoa,) 'Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami berpaling setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami dan anugerahkanlah kepada kami rahmat dari hadirat-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi'."
Menurut Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Misbah, jilid II, halaman 19, Surat Ali Imran ayat 9 merupakan doa yang mencerminkan ketakwaan hamba-hamba Allah serta rasa takut mereka terhadap godaan dan rayuan yang dapat menyesatkan hati.
Mereka sadar bahwa Allah telah menganugerahkan petunjuk, tetapi tetap khawatir jika hati mereka cenderung kepada kesesatan akibat kerancuan pemahaman atau godaan duniawi. Jika hal itu terjadi, maka Allah akan membiarkan mereka dalam kesesatan.
Baca Juga
Jika Imam Batal, Bagaimana Nasib Makmum?
Namun, hal ini bukan berarti Allah menyesatkan seseorang tanpa sebab, sebagaimana ditegaskan dalam QS. Ash-Shaff [61]: 5, bahwa ketika seseorang berpaling dari kebenaran, Allah pun memalingkan hatinya sebagai konsekuensi dari pilihannya sendiri.
فَلَمَّا زَاغُوْٓا اَزَاغَ اللّٰهُ قُلُوْبَهُمْۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَ ٥
Artinya; "Maka, ketika mereka berpaling (dari perintah Allah), Allah memalingkan hati mereka (dari kebenaran). Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik."
Baca Juga
Nabi Sulaiman dan Burung Malas Berkicau
Lebih jauh lagi, dalam ujung ayat memakai salah satu dari nama Allah yang mulia (asmaul husna), yakni وَهَّابُ (Wahhab), yaitu Dzat yang memberi tanpa diminta dan tanpa mengharap imbalan, baik di dunia maupun di akhirat. Mengutip Imam Al-Ghazali, Profesor Quraish Shihab menjelaskan bahwa pada hakikatnya tidak ada yang mampu memberi dengan sifat seperti itu kecuali Allah semata. Manusia cenderung memberi dengan mengharapkan balasan, sedangkan Allah memberi secara terus-menerus tanpa batas.
Sementara itu, penyebutan "dari sisi-Mu" (مِنْ لَّدُنْكَ) dalam permohonan tersebut juga menandakan bahwa meskipun rahmat yang dimohonkan sangat besar bagi para pemohon, bagi Allah itu adalah sesuatu yang kecil dan mudah diberikan. Setelah memohon rahmat yang berkaitan dengan kehidupan dunia, para pemohon dalam ayat ini juga menegaskan keyakinan mereka terhadap kepastian hari kiamat. Ini menunjukkan keseimbangan dalam doa mereka, bahwa selain mengharapkan kebaikan di dunia, mereka juga meyakini kehidupan akhirat sebagai tujuan akhir dari perjalanan hidup.
Sementara itu, Syekh Abu Laits As-Samarqandi dalam kitab Tafsir Bahrul ‘Ulum mengatakan bahwa surat Ali Imran ayat 8 mengandung doa yang penuh makna tentang keteguhan iman. Ia menjelaskan bahwa ayat “رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا” (Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami) merupakan permohonan agar Allah SWT tidak memalingkan hati hamba-Nya dari hidayah setelah sebelumnya diberi nikmat Islam.
Hal ini menunjukkan kesadaran manusia akan kelemahannya dalam menjaga keteguhan iman tanpa pertolongan Allah. Permohonan ini juga menegaskan betapa hidayah adalah anugerah yang harus terus dijaga, bukan sekadar pencapaian final.
Lebih lanjut, Syekh Abu Laits menafsirkan frasa “وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً” (Karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu) sebagai permintaan agar Allah meneguhkan hati di atas jalan kebenaran. Rahmat di sini tidak hanya bermakna kasih sayang umum, tetapi juga keteguhan dan konsistensi dalam menjalankan perintah agama. Penafsiran ini menggarisbawahi bahwa keteguhan iman adalah buah dari rahmat Allah, bukan semata hasil usaha manusia. Dengan demikian, doa ini mencerminkan sikap tawakal dan pengakuan bahwa semua kebaikan bersumber dari Allah.
Adapun, penyebutan nama Allah “الْوَهَّابُ” (Yang Maha Pemberi) pada akhir ayat menegaskan sifat Allah yang menganugerahkan hidayah dan kekuatan iman tanpa batas. Syekh Abu Laits menegaskan bahwa Allah tidak hanya memberi sekali, tetapi terus-menerus melimpahkan rahmat kepada orang beriman yang tulus memohon. Simak penjelasan Syekh Abu Laits As-Samarqand berikut;
رَبَّنا لاَ تُزِغْ قُلُوبَنا يعني لا تُحَوّل قلوبنا عن الهدى بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنا يعني بعد ما أكرمتنا بالإسلام، وهديتنا لدينك وَهَبْ لَنا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً يني ثَبِّتْنا على الهدى إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ أي المعطي المثبت للمؤمنين
Artinya; "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami (رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا) artinya jangan Engkau palingkan hati kami dari petunjuk setelah Engkau memberi kami hidayah (بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا) artinya setelah Engkau memuliakan kami dengan Islam dan membimbing kami kepada agama-Mu. Karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu (وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً) artinya teguhkanlah kami di atas petunjuk. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemberi (إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ) artinya Yang Maha Memberi dan meneguhkan orang-orang beriman." (Syekh Abu Laits As-Samarqandi, [Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 2009 M] Jilid 1, hlm, 195).
Adapun Muhammad Sayyid Tanthawi, mengatakan surat Ali Imran ayat 8, dan ayat 9 mengandung doa-doa yang baik. Sebagian ulama berpendapat bahwa doa-doa ini merupakan ucapan orang-orang yang mendalam ilmunya (ar-rasikhūn fil ilm).
Sementara sebagian ulama lain berpendapat bahwa ini adalah perkataan baru, yakni pengajaran dari Allah kepada hamba-hamba-Nya agar mereka memperbanyak permohonan dengan doa-doa seperti ini dan yang semisalnya.
Bagaimana tidak? Sebab manusia memiliki kecenderungan untuk berubah-ubah dalam keyakinan dan amal perbuatan. Oleh karena itu, doa ini menjadi pengingat agar seorang mukmin tidak tergelincir dari jalan kebenaran setelah mendapatkan petunjuk dan rahmat Allah.
Dengan mengutip, Imam Fakhruddin ar-Razi, Syekh Tanthawi mengatakan bahwa rahmat ini mencakup berbagai aspek kehidupan, baik dunia maupun akhirat. Kasih sayang Allah ini mencakup cahaya keimanan, makrifat dalam hati, dan kemudahan dalam menjalankan ketaatan kepada Allah. Begitu juga, rezeki yang cukup, keamanan, dan kesehatan, dan kemudahan saat sakaratul maut, tergolong rahmat Allah juga.
فأنت ترى أن هذه الآية الكريمة قد تضمنت سؤال المؤمنين ربهم تثبيت الإيمان في قلوبهم ومنحهم المزيد من فضله وإنعامه وإحسانه
Artinya; Maka engkau melihat bahwa ayat mulia ini mengandung permohonan orang-orang beriman kepada Tuhan mereka agar Dia meneguhkan keimanan dalam hati mereka serta menganugerahkan kepada mereka tambahan dari karunia, nikmat, dan kebaikan-Nya. (Muhammad Sayyid Tanthawi, Tafsir al-Wasith lil Qur'an al-Karim, [Mesir: Darul Nahdhah Misr lit Thaba'ah wa Nasyar, 1998 M], Jilid II, hlm, 35).
Dengan demikian, surat Ali Imran ayat 8 merupakan doa yang sangat penting bagi seorang mukmin. Ayat ini mengandung pentingnya memohon keteguhan iman dan perlindungan dari penyimpangan setelah mendapatkan hidayah. Keimanan, anugerah yang harus dijaga dengan terus meminta pertolongan kepada Allah.
Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam Tinggal di Ciputat
Terpopuler
1
KH Bisri Syansuri (1): Nasab dan Sanad Keilmuan
2
Tak Ada Respons Istana, Massa Aksi Bertahan hingga Malam
3
Cara Gus Baha Sambut Ramadhan: Perbanyak Ngaji
4
Pakar Tanggapi Dampak Pemangkasan Anggaran Kementerian untuk Program MBG
5
Ribuan Mahasiswa Gelar Aksi Indonesia Gelap di Patung Kuda
6
Pelunasan Bipih Jamaah Haji Reguler Hingga 14 Maret 2025, Berikut Besar Bipih Tiap Embarkasi
Terkini
Lihat Semua