Terungkap! Rahasia Surat Al-Ikhlas yang Jarang Dibahas: Kunci Tauhid Sejati dan Penangkal Maksiat
NU Online · Jumat, 11 April 2025 | 18:00 WIB
Achmad Khoirudin
Kolomnis
Penduduk Indonesia merupakan penganut Agama Islam terbanyak di dunia kedua setelah Pakistan. 84% penduduknya beragama Islam. Akan tetapi, pada masa sekarang ini pelbagai kejahatan, pelanggaran, dan kasus yang notabe merupakan maksiat justru marak terjadi, seperti pemerkosaan, pencabulan, pencurian, miras (minuman keras), KDRT, suap, dan lain sebagainya.
Bila ditarik pada sumber masalah dalam perspektif Al-Qur'an, kasus atau pelanggaran yang sering terjadi dikarenakan pelaku kurang memahami dan mengetahui hakekat Tuhan, sifat sifat-Nya, serta tidak memiliki fondasi ketauhidan yang kokoh. Karenanya, artikel ini mengurai tafsir surat Al-Ikhlas agar dapat menjadi fondasi pengetahuan dan pemahaman tauhid yang kokoh, sehingga orang tidak mudah terperangkap dalam tipu daya setan.
Surat Al-Ikhlas merupakan surat ke-112 dalam urutan Mushaf Al-Qur’an yang terdiri dari 4 ayat. Menurut jumhur ulama, surat ini merupakan Surat Makkiyah. Surat Al-Ikhlas menguraikan pilar-pilar utama dalam akidah dan syariat Islam, yaitu mentauhidkan kepada Allah dan menyucikan-Nya, menetapkan sifat-sifat kesempurnaan bagi-Nya, dan menafikan sekutu bagi-Nya.
Dalam hal ini, terdapat bantahan terhadap kaum Nasrani yang mengatakan tentang konsep trinitas, serta terhadap kaum musyrik yang menyembah sesembahan selain Allah.
Surat Al-Ikhlas dan Terjemahnya
قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ (١) اللهُ الصَّمَدُ (٢) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (٣) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (٤)
Artinya, “1. Katakanlah (Nabi Muhammad), 'Dialah Allah Yang Maha Esa, 2. Allah tempat meminta segala sesuatu, 3. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, 4. serta tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya'.”
Ibnu ‘Asyur menjelaskan, penamaan surat dengan nama Al-Ikhlas karena nama ini terdapat pada kebanyakan mushaf, kitab-kitab tafsir mu’tabarah dan kitab Jami’ karya Imam At-Tirmidzi. Nama surat Al-Ikhlas sangat populer karena ringkas dan mencakup makna-makna yang terkandung di dalamnya. Surat ini mengajarkan manusia untuk beribadah secara ikhlas kepada Allah, serta menyelamatkan i’tiqad (keyakinan) dari menyekutukan Allah dalam urusan ketuhanan. Selain itu, Ibnu ‘Asyur juga memaparkan beberapa nama lain Surat Al-Ikhlas, yaitu:
- Surat Qul Huwallahu Ahad. Penamaan surat ini masyhur pada masa Nabi saw sebagaimana yang diucapkan oleh beliau, dan ada dalam kebanyakan riwayat yang disampaikan oleh para sahabat.
- Surat At-Tauhid. Terdapat pada sebagian Mushaf Tunisia. Dinamakan demikian karena surat ini menetapkan bahwa Allah swt bersifat Esa.
- Surat Al-Asas. Dinamakan demikian karena mengandung ajaran tentang tauhid kepada Allah, yang merupakan dasar ajaran Islam.
- Surat As-Shamad, An-Najah, Al-Wilayah, An-Nisbah, Al-Ma’rifah, Al-Jamal, Al-Mani’ah, Al-Muhdhor, Al-Munfarid, Al-Baraah, Al-Mudzakarah, dan Al-Aman. (At-Tahrir wat Tanwir, [Tunisia, Darut Tunisia lin Nasyr: 1984], jilid XXX, halaman 609-610).
Munasabah Surat Al-Ikhlas dengan Surat Sebelumnya
Syekh Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan, munasabah surat Al-Ikhlas dengan surat Al-Kafirun sangatlah jelas. Surat Al-Kafirun berfungsi sebagai pelepasan dari segala bentuk kufur dan syirik, sementara Surat Al-Ikhlas menegaskan keesaan Allah yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan, tempat bergantung segala sesuatu, serta Maha Suci dari sekutu dan keserupaan. Karenanya, kedua surat ini sering dibaca secara bersama dalam berbagai shalat, seperti dalam dua rakaat shalat Fajar, shalat Thawaf, shalat Dhuha, shalat sunah Magrib, dan shalat musafir. (Tafsirul Munir, [Damaskus;Darul Fikr: 1411 H], jilid XXX, halaman 461).
Keutamaan Surat Al-Ikhlas
Ibnu ‘Asyur memaparkan salah satu riwayat dari Abu Hurairah dan Ummi Kultsum yang menyatakan, membaca Surat Al-Ikhlas sama halnya dengan membaca sepertiga Al-Qur’an.
رَوَى التِّرْمِذِيُّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، وَرَوَى أَحْمَدُ عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ وَعَنْ أُمِّ كُلْثُومٍ بِنْتِ عُقْبَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ: قُلْ هُوَ اللَّهُ تَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ
Artinya, "Diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dari Abi Hurairah, dan Imam Ahmad dari Abi Mas’ud Al-Anshari dan dari Ummi Kultsum binti ‘Uqbah, sungguh Rasulullah saw bersabda: “Qul Huwa Allahu Ahad (Surah Al-Ikhlas) sebanding dengan sepertiga Al-Qur'an.” (Ibnu ‘Asyur, XXX/609).
Sababun Nuzul Surat Al-Ikhlas
Imam Ibnu Katsir mengutip riwayat dari Imam Ahmad dalam kitab Al-Musnad, mengenai sebab turun Surat Al-Ikhlas dari Ubay bin Ka’ab:
أَنَّ الْمُشْرِكِينَ قَالُوا لِلنَّبِيِّ ﷺ: يَا مُحَمَّدُ، انْسُبْ لَنَا رَبَّكَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ: " قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُو لَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
Artinya, "Orang-orang Musyrik bertanya kepada Nabi saw: "Wahai Muhammad, sebutkanlah kepada kami nasab (silsilah) Tuhanmu, lalu Allah menurunkan ayat 'Qulhuwallahu ahad, Allahu shamad, Lam yalid wa lam yulad, Wa lam yaqul lahu kufuwan ahad'.” (Tafsir Al-Qur’anil ‘Azhim,[Beirut, Darul Kutub Al-'Ilmiyah: 1419 H], jilid VIII, halaman 488).
Tafsir Surat Al-Ikhlas
1. Keesaan Allah
Syekh Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan, ayat pertama merupakan perintah Allah swt kepada Nabi Muhammad untuk menjawab setiap pertanyaan mengenai siapa Allah dan bagaimana sifat-Nya, dengan jawaban: “Allah ialah Sang Maha Esa dalam dzat, dan sifat-Nya, tidak memiliki sekutu, tidak memiliki keserupaan, dan tidak ada yang menyetarai-Nya”. Ini adalah sifat keesaan dan menafikan persekutuan.
Walhasil, ayat pertama memberikan maklumat bahwa Allah ialah Dzat yang menciptakan langit, bumi berserta isinya, dan menciptakan segalanya. Allah bersifat Esa dalam keilahiannya, serta tidak adanya sekutu bagi-Nya. (Az-Zuhali, XXX/465).
2. Allah Tempat Meminta Segala Sesuatu
Syekh Wahbah Zuhaili menjelaskan, Allah ialah tempat bergantung segala sesuatu. Maknanya, semua makhluk menghadap dan bergantung kepada-Nya dalam mencapai kebutuhan mereka. Karena hanya Allah yang dapat mewujudkan kebutuhan tersebut.
Selain itu, Allah juga menjadi tempat tujuan dan sandaran setiap makhluk. Tidak ada satu pun yang dapat lepas darinya. Allah Maha Kaya dari segala sesuatu. Ini merupakan pembatalan terhadap keyakinan orang-orang musyrik Arab dan yang semisal dengan mereka, yang percaya adanya perantara dan pemberi pertolongan selain Allah.
Ibnu Abbas menjelaskan makna lafal "As-shamad", yaitu Dzat yang dimintai semua makhluk dalam memenuhi kebutuhan dan yang diminta mengabulkan permintaan mereka. Dia adalah Pemimpin yang sempurna dalam kepemimpinannya, yang mulia dan yang sempurna dalam kemuliaannya, yang agung dan yang sempurna dalam keagungannya, yang penyabar dan yang sempurna dalam kesabarannya, yang Maha Mengetahui dan yang sempurna dalam ilmunya, yang Maha Bijaksana dan yang sempurna dalam kebijaksanaannya. Dia adalah Dzat yang sempurna dalam semua jenis kemuliaan dan keagungan. Ini merupakan sifat yang hanya dimiliki Allah dan tidak ada keserupaan bagi-Nya.(Az-Zuhali, XXX/465).
3. Allah Tidak Melahirkan, Tidak Dilahirkan, Tidak Memiliki Serupaan
Syekh Ali As-Shabuni menunturkan, Allah tidak memiliki anak, baik laki-laki maupun perempuan. Sedangkan Allah memiliki sifat kesempurnaan dan suci dari segala cacat.
Para Mufassir menyatkan, ayat ketiga ini merupakan penolakan bagi orang yang meyakini Allah mempunyai anak, seperti ucapan orang Yahudi, "Uzair adalah anak Allah", ucapan orang Nasrani: “Isa Al-Masikh ialah anak Allah”, dan ucapan orang Musyrik Arab: “Malaikat ialah anak perempuan Allah".
Ayat ini menunjukkan penolakan kepada semua orang tersebut bahwa Allah tidak memiliki istri dan anak, karena seorang anak pasti berasal dari jenis orang tuanya.
Allah juga tidak dilahirkan dari seorang ibu dan ayah, karena setiap sesuatu yang dilahirkan bersifat hadits (baru), sedangkan Allah bersifat qadim azali (terdahulu). Karenanya tidak layak menyandarkan sifat lahir dan dilahirkan kepada Allah.
Allah tidak ada yang menyerupai-Nya, tidak ada tandingan, tidak ada yang sepadan, dan tidak ada yang serupa dengan-Nya, dari makhluk ciptaan-Nya. Baik dari sisi sifat, dzat, dan perbuatan-Nya. Ini selaras dengan firman Allah surat As-Syura ayat 11:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السميع البصير
Artinya, “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Shafwatut Tafasir, [Mesir, Darus Shabuni:1417 H], jilid III, halaman 595).
Pesan Utama Surat Al-Ikhlas
Syekh Wahbah Az-Zuhaili menguraikan dua pesan utama Surat Al-Ikhlas, yaitu:
- Penetapan dan Penolakan
Surat Al-Ikhlas menjelaskan bahwa Allah bersifat esa secara dzat dan hakikat-Nya, Maha Suci dari segala bentuk penyusunan, serta meniadakan segala bentuk keberbilangan dengan ayat “Allahu Ahad”. Allah Maha Kaya dengan dzat-Nya sendiri, dibutuhkan oleh semua makhluk dalam memenuhi kebutuhan, memiliki segala sifat kesempurnaan, serta meniadakan segala sifat ketergantungan kepada yang lain dengan ayat “Allahus shamad’.
- Keesaan Allah
Surat ini juga menetapkan bahwa Allah hanya satu, tidak ada jenis apapun yang menyamai-Nya, tidak melahirkan, serta meniadakan keserupaan dan kemiripan dari diri-Nya dengan ayat “Lam yalid”.
Selain itu, Allah juga bersifat qadim (terdahulu), tidak didahului oleh ketiadaan, tidak memiliki anak, tidak ada yang mendahului-Nya, serta Allah meniadakan sifat baru dan permulaan dari diri-Nya dengan ayat “Wa lam yulad”.
Allah juga tidak memiliki sesuatu yang setara dalam keberadaan, tidak memiliki sesuatu yang serupa, tandingan, pasangan, dan lawan. Serta Allah meniadakan sekutu dan keserupaan dari dirinya dengan ayat “Wa lam yakun lahu kufuwan ahad”.
Para ulama berkata, surat ini merupakan hak Allah, seperti surat Al-Kautsar yang menjadi hak Nabi Muhammad saw.
Penghinaan terhadap Rasulullah saw terjadi karena orang-orang mengatakan bahwa beliau abtar (terputus keturunannya, tidak memiliki anak laki-laki), sedangkan dalam surat ini penghinaan terjadi karena orang-orang menetapkan Allah memiliki anak.
Tidak memiliki anak bagi manusia merupakan ‘aib, sementara tidak memiliki anak pada Allah juga dianggap aib.
Karenanya, dalam surat ini Allah berfirman “qul” untuk menolak tuduhan terhadap-Nya. Sedangkan dalam Surah Al-kautsar tidak terdapat kata “qul”, melainkan Allah langsung berfirman untuk membela Rasulullah sendiri. (Az-zuhaili, XXX/466-468).
Walhasil, surat Al-Ikhlas menyampaikan hakikat ketuhanan yang sebenarnya, serta memperkokoh keimanan seorang muslim agar tidak mudah goyah karena godaan setan. Konsep ketuhanan yang benar adalah Allah bersifat esa, tidak beranak dan diperanakkan, serta tidak memiliki keserupaan dengan makhluk ciptaan-Nya. Allah merupakan Dzat yang diminta segala kebutuhan dan tempat bergantung segala sesuatu. Karena hanya Allah yang dapat mengabulkan permintaan. Waallahu ‘alam.
Ustadz Achmad Khoirudin, Mahasantri Ma'had Aly Al-Iman, Bulus, Purworejo.
Terpopuler
1
Isi Akhir dan Awal Tahun Baru Hijriah dengan Baca Doa Ini
2
Pengumuman Hasil Seleksi Wawancara Beasiswa PBNU ke Maroko 2025, Cek di Sini
3
Data Awal Muharram 1447 H, Hilal Masih di Bawah Ufuk
4
Trump Meradang Usai Israel-Iran Tak Gubris Seruan Gencatan Senjata
5
Menlu Iran ke Rusia, Putin Dukung Upaya Diplomasi
6
Rudal Iran Serang Pangkalan Militer Amerika Serikat di Qatar
Terkini
Lihat Semua