Tasawuf/Akhlak

13 Adab Pelajar terhadap Pelajarannya Menurut KH Hasyim Asy’ari (1)

Ahad, 23 Desember 2018 | 12:45 WIB

13 Adab Pelajar terhadap Pelajarannya Menurut KH Hasyim Asy’ari (1)

(Foto: @googleplus)

Belajar memerlukan metode yang baik agar hasilnya bisa maksimal. Keberhasilan belajar seorang pelajar ditentukan dengan menjaga etika dengan pelajaran yang digeluti. KHM Hasyim Asy’ari dalam Kitab Adabul Alim wal Muta’allim menjelaskan ada tiga belas etika seorang pelajar berkaitan dengan buku pelajarannya.

Adab pertama, memulai belajar ilmu fardhu 'ain
Menurut KHM Hasyim Asy’ari, ada empat materi ilmu yang terlebih dahulu harus dipelajari murid. Pertama, ilmu tentang zat Allah, dalam disiplin ilmu ini murid cukup meyakini bahwa Allah adalah zat yang wujud, dahulu, kekal, dibersihkan dari sifat-sifat kurang dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan.

Kedua, ilmu tentang sifat-sifat Allah. Materi yang harus diketahui murid tentang sifat-sifat adalah bahwa Allah memiliki sifat kuasa, berkehendak, mengetahui, hidup, mendengar, melihat dan berbicara.

Seluruh sifat-sifat wajib Allah, sifat mustahil dan sifat jaiz cukup diketahui oleh seorang murid dalam proses permulaan belajarnya. Lebih utama lagi jika disertai pengetahuan tentang dalil-dalil sifat tersebut.

Mendahulukan pengetahuan tentang zat Allah dan sifat-sifat-Nya juga senada dengan apa yang ditegaskan Syekh Ibnu Ruslan. Dalam nazham monumentalnya Shafwatuz Zubad, ia menegaskan bahwa kewajiban pertama bagi orang mukalaf adalah mengenali Allah dan sifat-sifat-Nya dengan yakin. Syekh Ibnu Ruslan berkata:

أول واجب على الإنسان * معرفة الإله باستيقان

Artinya, “Kewajiban pertama bagi atas manusia adalah mengenali Allah dengan yakin,” (Lihat Syekh Ibnu Ruslan, Nazham Shafwatuz  Zubad).

Mengomentari nazham di atas, Syekh Muhammad bin Ahmad Ar-Ramli mengatakan:

والمراد بها معرفة وجوده تعالى وما يجب له من إثبات أمور ونفي أمور

Artinya, “Yang dikehendaki adalah mengetahui wujudnya Allah dan yang wajib untuk Allah, berupa menetapkan beberapa sifat dan mentiadakan beberapa sifat,” (Lihat Syekh Muhmmad bin Ahmad Ar-Ramli, Ghayatul Bayan, halaman 8).

Ketiga, ilmu fiqih. Cukup bagi pelajar untuk mengetahui dasar-dasar fiqih yang berkaitan dengan keabsahan ibadahnya sehari-sehari, meliputi shalat, wudhu, mandi janabat, menghilangkan najis, puasa, dan lain sebagainya.

Bila memiliki harta, maka ia wajib mengetahui ilmu tentang bagaimana membelanjakan harta dengan benar, bertransaksi yang sah secara syariat. Tidak diperkenankan melakukan aktivitas apa pun sampai ia mengetahui hukum Allah di dalamnya.

Pendapat KHM Hasyim Asy’ari mengenai urgensi fiqih ini senada dengan apa yang ditegaskan oleh Syekh Ibnu Ruslan dalam Nazham Az-Zubad sebagai berikut:

وكل من بغير علم يعمل  *  أعماله مردودة لا تقبل

Artinya, “Setiap orang yang beramal tanpa ilmu, maka amal-amalnya tertolak, tidak diterima,” (Lihat Syekh Ibnu Ruslan, Nazham Shafwatuz Zubad).

Keempat, ilmu tasawuf, yaitu ilmu yang berkaitan tentang menata hati, bujuk rayu nafsu dan yang sejenis dengannya. Ilmu ini penting untuk diketahui sebagai bekal dasar pengetahuannya agar tidak menjadi pribadi yang sombong, angkuh, pendengki dan sifat-sifat tercela lainnya.

Al-Imam Al-Ghazali menyebutkannya secara gamblang dalam Kitab Bidayatul Hidayah, demikian pula Al-Habib Abdullah bin Thahir dalam Kitab Sullam At-Taufiq. Hadhratussyekh merekomendasikan dua kitab tersebut untuk dipelajari oleh seorang pelajar.

Adab kedua, mempelajari Al-Qur'an
Setelah mempelajari ilmu fardhu ‘ain, yang hendaknya dilakukan adalah menggeluti Al-Quran. Hendaknya bersungguh-sungguh memahami tafsir-tafsirnya dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Kalamullah, sungguh Al-Quran adalah dasar dari segala ilmu.

KHM Hasyim Asy’ari juga menganjurkan para pelajar untuk menghafalkan kitab yang menjelaskan dasar-dasar fan ilmu yang menjadi penunjang dalam memahami kitabullah, meliputi ilmu mushtalah hadits, ushul fiqih, ushul akidah, nahwu, dan sharaf.

Kesibukan murid untuk mempelajari dan menghafalkan hendaknya tidak menghambatnya untuk tetap bertadarus membaca Al-Quran setiap hari. Hendaknya membaca Al-Quran menjadi salah satu wiridannya. Jangan sekali-kali lupa Al-Quran setelah menghafalnya karena sungguh banyak beberapa hadits yang mengecam pelakunya.

Dasar-dasar ilmu dan penjelasannya harus digurukan atau ditashih di hadapan para masyayikh. Jangan hanya mengandalkan membaca secara otodidak tanpa digurukan. Hendaknya memilih guru yang berkompeten di setiap fan ilmu.

Dalam proses menghafal dan memahami, hendaknya jangan terlalu memforsir diri, harus disesusaikan dengan batas kemampuan. Namun juga tidak terlalu ceroboh sehingga banyak waktu yang sia-sia. (bersambung)


Ustadz M Mubasysyarum Bih