Tasawuf/Akhlak

Ujian Terberat untuk Menjadi Orang Berakhlak Mulia

Rab, 27 April 2022 | 18:00 WIB

Ujian Terberat untuk Menjadi Orang Berakhlak Mulia

Rasulullah saw tidak marah. Rasulullah memaafkannya. Bahkan Rasulullah memberikan senyuman kepada Badui dan memperhatikan apa maunya.

Usaha untuk memiliki akhlak mulia, akhlak terpuji, atau husnul khuluq bukan jalan mulus yang mudah dilakukan. Usaha ke arah sana memiliki rintangan dan ujian yang tidak sedikit dan tidak ringan. Pasalnya, akhlak yang mulia, akhlak yang terpuji, atau husnul khuluq menunjukkan kesempurnaan keimanan seseorang.


Pada hadits berikut ini Rasulullah saw bersabda,


فقال صلى الله عليه وسلم أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم أخلاقا


Artinya, “Rasulullah saw bersabda, ‘Orang yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang paling baik akhlaknya,’” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz III, halaman 74).


Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumiddin-nya menyebutkan ujian terberat untuk orang yang menuju ke arah akhlak yang mulia, akhlak yang terpuji, atau husnul khuluq. Menurutnya, yang terberat adalah bersabar atas perlakuan orang lain yang tidak menyenangkan.


وأولى ما يمتحن به حسن الخلق الصبر على الأذى واحتمال الجفاء ومن شكا من سوء خلق غيره دل ذلك على سوء خلقه فإن حسن الخلق احتمال الأذى


Artinya, “Ujian terberat untuk berakhlak mulia atau husnul khuluq adalah bersabar atas tindakan yang tidak menyenangkan dan menerima tindakan ‘kasar’ orang lain karena orang yang mengadukan buruk akhlak orang lain menunjukkan keburukan akhlaknya sendiri karena akhlak terpuji justru mengharuskan seseorang untuk menanggung tindakan orang lain yang tidak menyenangkan,” (Imam Al-Ghazali, 2018 M/1439-1440 H: III/75).


Imam Al-Ghazali kemudian membawa riwayat Muttafaq Alaihi dari sahabat Anas ra yang mengisahkan perlakuan kasar seorang Badui terhadap Rasulullah saw. Riwayat tersebut menceritakan, Badui tersebut menarik keras selendang yang sedang dikenakan Rasulullah saw sehingga selendang yang memang bertepi kasar itu memberi bekas pada leher Rasululah saw.


Rasulullah saw tidak marah. Rasulullah memaafkannya. Bahkan Rasulullah memberikan senyuman kepada Badui dan memperhatikan apa maunya. Setelah mendengar, Rasulullah meminta sahabat Anas bin Malik ra untuk memberikan permintaan Badui tersebut.


“Aku melihat leher Rasulullah. Tepi selendang yang kasar membekas pada lehernya karena tarikan yang keras,” kata Anas ra dalam riwayatnya. (Imam Al-Ghazali, 2018 M/1439-1440 H: III/75).


Riwayat lain mengisahkan respons Rasulullah atas kekerasan kaum Quraisy yang terus meningkat. Rasulullah membalas mereka dengan doa agar Allah mengampuni dan memberikan hidayah kepada kaumnya. “Ya Tuhanku, ampunilah kaumku karena sungguh mereka adalah orang-orang yang belum mengerti,” (HR Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi dari sahabat Sahal bin Sa’ad).


Akhlak mulia, akhlak terpuji, atau husnul khuluq ini menuai pujian Allah untuk Nabi Muhammad saw sebagaimana tertera pada Surat Al-Qalam ayat 4, “Sungguh, kamu (Muhammad) orang yang berakhlak mulia.” Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)