Syariah

Tata Cara Berwudhu dengan Menggunakan Air Keran 

Sab, 27 Juni 2020 | 15:45 WIB

Tata Cara Berwudhu dengan Menggunakan Air Keran 

(Foto ilustrasi: NU Online/Suwitno)

Tiap umat Muslim yang akan menjalankan ibadah shalat, menghadap kepada Allah subhanahu wa ta’ala, harus memenuhi aturan yang telah ditetapkan. Di antara peraturan itu adalah suci dari najis, hadats kecil, dan hadats besar. Tata cara menghilangkan hadats kecil adalah dengan cara berwudhu. 


Perintah melaksanakan wudhu berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ


Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki” (QS Al-Maidah: 6).


Keabsahan wudhu cukup menentukan sah dan tidaknya shalat. Rukun wudhu yang sudah maklum diketahui adalah niat, membasuh muka, membasuh kedua tangan sampai dengan siku, mengusap sebagian kepala, membasuh kedua kaki sampai dengan mata kaki, dan tertib seseuai urutannya mulai dari yang pertama sampai paling akhir. 


Berikut ini adalah di antara adab berwudhu dengan menggunakan keran:

  1. Orang yang berwudhu disunnahkan menghadap ke arah kiblat. 
     
  2. Wudhu dilaksanakan di tempat yang airnya bisa mengalir lancar sehingga tidak menggenangi lokasi berwudhu. 
     
  3. Usahakan cari tempat yang airnya tidak mudah menciprat ke tubuh dan lokasi sekitar.

    وأما الأدب فثمانية أشياء : أن يستقبل القبلة، وأن يعقد في مكان لا يرجع الماء عليه ولا يترشش

    Artinya: “Adapun adab wudhu ada delapan. Di antaranya adalah menghadap kiblat, berada di tempat yang airnya bisa mengalir dan tidak menciprat. (Syekh Ahmad bin Muhammad, Al-Lubab, [Madinah: Darul Bukhari, 1416 H], hlm. 68)
     
  4. Apabila memungkinkan, wudhu disunnahkan dengan duduk. Sebaiknya tidak duduk di atas toilet, sebab wudhu merupakan kegiatan ibadah kepada Allah, sedangkan toilet adalah tempat membuang kotoran. 
     
  5. Posisi keran di depan orang wudhu bagian kiri. Menurut Sayyid Hasan Al-Kâf dalam kitab Al-Aham, memposisikan keran di sebelah kiri akan memudahkan orang yang berwudhu bisa menjalankan sunnah-sunnah wudhu yang lainnya. Contohnya ketika orang yang berwudhu ingin membersihkan kotoran yang ada di dalam hidung disunnahkan menggunakan tangan kiri, maka tangan kiri orang yang berwudhu sudah dekat dengan keran. Begitu pula ketika menyela jari-jari kaki, orang yang berwudhu dianjurkan menggunakan tangan kiri, keran di yang berada di sebelah kiri akan cukup memudahkan tangan kiri menyela jari kaki. 

    Sedangkan apabila orang yang berwudhu menggunakan gayung, dianjurkan memposisikan bak wudhu di sebelah kanan supaya tangan kanan lebih mudah mengayuh gayung dari bak tersebut.
     
  6. Membuka  tuas keran secukupnya. Bukalah tuas keran sesuai kebutuhan supaya tidak berlebihan dalam menggunakan air wudhu. Rasulullah ﷺ bersabda:

    "لَا تُسْرِفْ" قِيْلَ: "يَا رَسُوْلَ اللهِ أَوَفِي الْوُضُوْءِ إِسْرَافٌ؟"  قَالَ: "نَعَمْ، وَفِيْ كُلِّ شَيْءٍ إِسْرَافٌ" 

    Artinya: “Jangan berlebihan!” Lalu ada yang bertanya kepada Nabi, “Ya Rasulullah, apakah di dalam wudlu juga ada istilah berlebih-lebihan?”, Rasul bersabda “Iya, pada setiap hal, bisa saja ada berlebih-lebihannya” (HR. Al-Hakim dan Ibnu Asakir).

    Berlebihan atau israf dalam berwudlu banyak yang disebabkan karena was-was, sebuah perasaan tidak nyaman dan ragu apakah airnya sudah merata ke semua anggota wudhu atau belum. Orang was-was bisa membasuh angggota wudhu sampai mengulang berulang kali sehingga menjadi boros air. Was-was bisa timbul akibat bisikan jenis setan tertentu yang mempunyai tugas mengganggu orang dalam menggunakan air. Rasulullah ﷺ bersabda: 

    إِنَّ لِلْوُضُوْءِ شَيْطَانًا يُقَالُ لَهُ وَلْهَانُ، فَاتَّقُوْا وَسْوَاسَ الْمَاءِ

    Artinya: “Dan dari Abi Sa’d berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya dalam wudhu ada satu syaitan yang dinamakan ‘walhan’, maka takutlah kalian terhadap was-was dalam (menggunakan) air” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
     
  7. Membasuh bagian tangan dimulai dari siku. Dalam masalah ini, terdapat perbedaan pandangan antar ulama. Menurut Imam Ramli, saat berwudhu menggunakan keran, ketika membasuh kedua tangan, sebaiknya mendahulukan bagian siku terlebih dahulu, kemudian diakhiri basuhannya sampai telapak tangan. 

    Berbeda apabila seseorang berwudhu dengan menggunakan gayung, Imam Ramli berpendapat, sebaiknya dimulai dari telapak tangan terlebih dahulu, kemudian diratakan sampai siku.
     
  8. Mengusap sebagian kepala dengan mengambil air dari keran. Tidak mengusap sebagian kepada dengan menggunakan sisa air yang menempel di tangan bekas basuhan tangan yang wajib.
     
  9. Membasuh kaki dimulai dari ujung jari. Saat membasuh kaki, bagi orang yang berwudhu dengan menggunakan kran, sebaiknya dimulai dari ujung jari, kemudian diratakan hingga tumit dan anggota kaki yang lain. Apabila menggunakan gayung atau bak air, sunnahnya adalah memulai basuhan dari tumit, kemudian diratakan ke area yang lain.
     
  10. Pastikan kesucian tuas keran. Jangan sampai menyentuh tuas keran dengan tangan yang terkena najis!. Jika tuas keran sampai tersentuh najis, tuas harus disucikan dengan cara dicuci tuasnya. Hal ini penting diperhatikan karena tuas yang najis dan tidak dicuci, lalu tersentuh dengan tangan, kemudian shalat, bisa mengakibatkan shalatnya tidak sah. 
     

Usaha kita dalam menyempurnakan wudhu sebagai bentuk totalitas penghambaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, semoga mendapat ridha dari Allah subhanahu wa ta’ala, amin. Wallahu a’lam


Ustadz Ahmad Mundzir, Pengajar di Pesantren Raudhatul Qur’an an-Nasimiyyah, Kota Semarang