Syariah

Tata Cara Talqin Kalimat Tauhid di Telinga Orang Sekarat

Sel, 8 Juni 2021 | 22:45 WIB

Tata Cara Talqin Kalimat Tauhid di Telinga Orang Sekarat

Kalimat tauhid merupakan kalam paling mulia. Tidak ada kalimat yang lebih mulia dari kalimat tauhid.

Orang yang sedang menghadapi kematian dianjurkan untuk melazimkan bacaan kalimat tauhid, “Lā ilāha illallāh.” Sejumlah hadits menerangkan keutamaan ucapan kalimat tauhid sebagai kalimat terakhir yang diucapkan seseorang.


Hal ini mudah dipahami mengingat kalimat tauhid merupakan kalam paling mulia. Tidak ada kalimat yang lebih mulia dari kalimat tauhid. Oleh karena itu, Rasulullah menyebut pahala surge bagi mereka yang mengakhiri ucapannya dengan kalimat tauhid.


وإذا حضره النزع، فليكثر من قول لا إله إلا الله، ليكون آخر كلامه. فقد روينا في الحديث المشهور في سنن أبي داود وغيره، عن معاذ بن جبل رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من كان آخر كلامه لا إله إلا الله دخل الجنة


Artinya, “Bila seseorang mengalami sakaratul maut, hendaklah memperbanyak bacaan kalimat ‘Lā ilāha illallāh’ agar kalimat tauhid menjadi kalimat terakhir yang diucapkannya. Sungguh telah diriwayatkan dalam hadits masyhur dalam Sunan Abu Dawud dan lainnya, dari sahabat Mu’adz bin Jabal RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa saja yang ucapan terakhirnya ‘Lā ilāha illallāh’, niscaya ia masuk surga,’” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 121).


Rasulullah SAW bahkan menganjurkan kepada keluarga atau orang terdekat untuk menalqin atau menuntun kalimat tauhid secara perlahan di telinga orang sekarat yang tidak lagi mampu mengucap kalimat tauhid sendiri.


وروينا في صحيح مسلم وسنن أبي داود، والترمذي، والنسائي وغيرهما، عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لقنوا موتاكم لا إله إلا الله


Artinya, “Diriwayatkan dalam Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai, dan selainnya dari sahabat Abu Said Al-Khudri RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Bimbing orang mati kamu untuk mengucap ‘Lā ilāha illallāh,’’” (An-Nawawi, 1971 M/1391 H: 121).


Ulama memberikan panduan menalqin orang yang sedang sakaratul maut. Menurut mereka, talqin bukan dimaknai sebagai ucapan tauhid yang terus menerus sampai orang yang sekarat mengembuskan nafas terakhir.


Talqin hanya bersifat memastikan kalimat tauhid sebagai ucapan terakhir orang yang sekarat untuk mengejar keutamaan kalimat tauhid. Meski setelah mengucapkan kalimat tauhid tidak ada kalimat lain dari orang yang sekarat sampai ia mengembuskan nafas terakhirnya, maka keutamaan kalimat tauhid sudah tercapai. Jadi talqin bukan dimaknai sebagai tindakan menghujani orang sekarat dengan kalimat tauhid sebagai pengisi luang sampai ajal tiba.


قال العلماء فإن لم يقل هو لا إله إلا الله لقنه من حضره، ويلقنه برفق مخافة أن يضجر فيردها، وإذا قالها مرة لا يعيدها عليه، إلا أن يتكلم بكلام آخر


Artinya, “Ulama berkata, jika orang yang sedang mengalami sakaratul maut tidak mengucapkan ‘Lā ilāha illallāh,’ orang yang hadir di dekatnya boleh menuntunnya. Ia dapat menuntun orang tersebut dengan lembut karena khawatir membuatnya panik lalu menolak kalimat tauhid. Kalau orang yang bersangkutan sudah mengucapkan kalimat tauhid sekali, orang yang menuntunnya tidak perlu mengulanginya kecuali ia mengucapkan kalimat lainnya (kalimat duniawi),” (An-Nawawi, 1971 M/1391 H: 121).


Demikian tata cara talqin yang dibimbing oleh ulama. Sedangkan talqin sendiri bersifat sunnah. Bukan berarti orang yang tidak menyudahi ucapannya dengan kalimat tauhid lalu menjadi kafir atau su’ul khatimah. Semoga penjelasan ini dapat dipahami dengan baik agar tidak terjadi salah paham dalam pemahaman dan pengamalan talqin. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)