Sirah Nabawiyah

Tiga Peristiwa Bersejarah pada 17 Ramadhan, Nomor Tiga Tragedi Memilukan Sayyidina Ali

Kam, 28 Maret 2024 | 18:00 WIB

Tiga Peristiwa Bersejarah pada 17 Ramadhan, Nomor Tiga Tragedi Memilukan Sayyidina Ali

Tiga peristiwa bersejarah di tanggal 17 Ramadhan (freepik).

Ramadhan, selain memiliki keistimewaan sebagai bulan penuh keberkahan, juga menyimpan berbagai memori yang terukir sepanjang sejarah peradaban agama Islam, dari yang momen haru hingga pilu. Berikut ini tiga peristiwa bersejarah yang terjadi di bulan Ramadhan, lebih tepatnya di tanggal 17.
 

1. Pertama Kali Rasulullah saw Menerima Wahyu

Pada saat mendekati diutusnya Rasulullah saw menjadi seorang rasul, beliau sering menyendiri di gua Hira. Sebagaimana dinarasikan oleh Sayyidah Aisyah ra:
 

وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ فَيَتَحَنَّثُ فِيهِ، وَهُوَ التَّعَبُّدُ اللَّيَالِيَ ذَوَاتِ الْعَدَدِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِعَ إِلَى أَهْلِهِ وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ، ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى خَدِيجَةَ فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا
 

Artinya, "Rasulullah menyendiri di gua Hira, beliau beribadah di sana selama beberapa malam, sebelum kemudian pulang pada Sayyidah Khadijah dan mengambil bekal lalu kembali ke gua Hira. Begitu seterusnya." (Muhammad bin Isma'il Al-Bukhari, Shahihul Bukhari, [Kairo, Darut Ta'shil: 2012], juz I, halaman 181).
 

Berhari-hari beliau di gua tersebut. Pulang mengambil bekal makanan, lalu kembali ke gua Hira. Demikian itu berlanjut hingga akhirnya beliau didatangi malaikat Jibril membawa wahyu untuk pertama kali. Kedatangan Jibril as membawa wahyu untuk pertama kali ini, menurut Imam Muhammad Al-Baqir terjadi pada tanggal 17 Ramadhan. Sebagaimana dicatat oleh Ibnu Katsir:
 

وروى الواقديُّ بسند عن أبي جعفر الباقر أنه قال: كان ابتداءُ الوحي  إلى رسول اللَّه صلى الله عليه وسلم يومَ الاثنين، لسبعَ عشرةَ ليلة خلَتْ من رمضان
 

Artinya, "Al-Waqidi meriwayatkan dari Abi Ja'far Muhammad Al-Baqir. Beliau (Abu Ja'far) berkata: Pertama kali wahyu disampaikan pada Rasulullah saw di hari Senin, tanggal 17 Ramadhan."
(Isma'il bin Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah, [Damaskus: Dar Ibn Katsir, 2013], juz III, halaman 193-194).
 

Memang ada beberapa pendapat mengenai kapan pertama kali wahyu disampaikan pada Rasulullah. Dalam Al-Bidayah wan Nihayah sendiri, Ibnu Katsir menyebutkan dua pendapat lain. Ada yang berpendapat tanggal 12 Ramadhan dan ada yang berpendapat 24 Ramadhan.
 

Berbeda dengan semua pendapat tersebut, Shafiyyurrahman Mubarakfuri menyebutkan:
 

وبعد النظر والتأمل في القرائن والدلائل يمكن لنا أن نحدد ذلك اليوم بأنه كان يوم الإثنين لإحدى وعشرين مضت من شهر رمضان ليلا، ويوافق ١٠ أغسطس سنة ٦١٠ م
 

Artinya, "Setelah meneliti beberapa petunjuk dan dalil, dapat kita simpulkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada hari Senin, 21 Ramadhan, bertepatan dengan 10 Agustus tahun 610 Masehi." (Shafiyyurrahman Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, [Beirut: Darul Hilal, tt], halaman 56).
 

2. Perang Badar

Perang Badar adalah pertempuran pertama pasukan Muslimin di medan perang. Badar nama sebuah tempat berjarak ± 150 km dari Madinah. Perang ini terjadi pada hari Jum'at, tanggal 17 Ramadhan tahun kedua Hijriah. Tahun yang sama dengan dimulainya kewajiban puasa Ramadhan.
 

Rasulullah bersama 300an pasukan bertempur melawan orang-orang Quraisy yang berjumlah tiga kali lipat. Perang ini berakhir dengan kemenangan kaum Muslimin. Tercatat ada 70 korban dari pasukan musuh, 14 korban dari pasukan Muslimin, dan 70 orang tawanan perang dari orang Quraisy. (Sa'id Ramadhan Al-Buthi, Fiqhus Sirah, [Beirut, Darul Fikr: 2019], halaman 171-173).
 

Perang ini sangat menentukan bagi keberlangsungan dan masa depan agama Islam. Hal ini tercermin dari penggalan doa yang Rasulullah saw panjatkan saat perang tersebut:
 

اللَّهُمَّ آتِ مَا وَعَدْتَنِي، اللَّهُمَّ إِنْ تَُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَُ  مِنْ أَهْلِ الْإِسْلَامِ لَا تُعْبَدْ فِي الْأَرْضِ
 

Artinya, "Ya Allah, berikanlah sesuatu yang telah engkau janjikan padaku. Ya Allah, jika Engkau takdirkan pasukan muslimin ini kalah, maka tak ada yang akan menyembah-Mu di muka bumi."
 

Allah tak akan sekali mengingkari janji-Nya, setelah Rasulullah bersimpuh memohon pada-Nya, Allah kirimkan seribu malaikat untuk membantu pasukan muslimin, hal ini diabadikan dalam surat Al-Anfal ayat 9:
 

إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَٱسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّى مُمِدُّكُم بِأَلْفٍ مِّنَ ٱلْمَلَٰٓئِكَةِ مُرْدِفِينَ
 

Artinya, "(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut". (Muslim bin Al-Hajjaj, Shahih Muslim, [Beirut: Dar Thuqin Najah, 2012], juz V, halaman 156).
 

3. Tragedi Pembunuhan terhadap Sayyidina Ali ra

Ada sebuah fakta yang memilukan dalam sejarah Islam. Tiga dari Empat Khulafaur Rasyidun wafat terbunuh. Tiga orang yang wafat karena dibunuh adalah Umar ra (khalifah kedua), Utsman ra (khalifah ketiga), dan 'Ali ra (khalifah keempat). Hanya Abu Bakr ra yang wafat karena sakit. 
 

Siapa sangka, seorang khalifah, menantu, sepupu, dan orang terdekat Rasulullah saw, dan banyak atribusi lain yang dapat kita sematkan pada tokoh satu ini, hingga Imam Ahmad bin Hanbal berkata:
 

ما ورد لأحد من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم من الفضائل ما ورد لعلي 
 

Artinya, "Tidak ada satupun sahabat Rasulullah saw yang mendapat keutamaan (berdasarkan hadits-hadits yang ada) sebagaimana yang didapat 'Ali." 

Namun siapa sangka, orang seistimewa itu wafat dibunuh oleh mantan pendukungnya sendiri. Pada pagi hari Jum'at, 17 Ramadhan tahun 40 H, tepatnya waktu subuh, Ali ra berjalan menuju masjid seraya berseru:
 

أيها الناس، الصلاة الصلاة
 

Artinya, "Semuanya, waktunya shalat, waktunya shalat."
 

Di tengah jalan, ia dikejutkan oleh sabetan pedang Abdurrahman ibnu Muljam yang mengenai dahinya hingga tembus ke otak. Orang-orang segera menyelamatkannya dan tentu menangkap Ibnu Muljam, yang merupakan salah satu anggota kelompok Khawarij. Namun nahas, Sayyidina 'Ali ra tak terselamatkan. Pada Sabtu malam menantu sekaligus sepupu Rasulullah saw ini menghembuskan nafas terakhir. (Abdurrahman As-Suyuthi, Tarikhul Khulafa' [Jakarta: Darul Kutubil Islamiyyah, 2011], halaman 157).
 

Ustadz Rif'an Haqiqi, Pengajar di Pondok Pesantren Ash-Shiddiqiyyah Berjan Purworejo