Redaksi Bahtsul Masail NU Online yang dirahmati Allah. Saya bersumpah dengan nama Allah SWT, “Bila membeli telepon genggam made in Cina, saya akan tertimpa musibah atau penyakit yang berbahaya dan mematikan.” Pertanyaannya, apakah boleh saya melanggarnya? Bila melanggar, apakah saya akan tertimpa musibah? Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb (Hamba Allah).
Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Sumpah dalam bahasa agama disebut “yamin”. Ulama mendefinikan sumpah sebagai pernyataan tekad untuk mewujudkan sesuatu yang mungkin bisa dilanggar.
Sumpah biasanya ini diperlukan pada saat-saat tertentu demi sebuah kepentingan. Sumpah dianggap mengikat kalau menyebut nama Allah atau sifat-sifat-Nya dan harus dilakukan dengan niat untuk sumpah, bukan maksud main-main.
Dalam keadaan terikat ini, pelanggaran sumpah memiliki konsekuensi. Pelanggar sumpah akan dikenakan kafarah, tebusan atas pelanggaran sumpahnya sendiri.
Secara konkret, Ibnu Rusydi dalam Bidayatul Mujtahid menyebutkan bagaimana sebuah sumpah itu dilanggar.
“Para ulama sepakat bahwa penyebab pelanggaran sumpah adalah menyalahi ikatan sumpah. Praktiknya bisa jadi seseorang melakukan tindakan yang harus dihindari dalam sumpahnya. Atau sebaliknya, ia tidak melakukan tindakan yang justru dituntut dalam sumpahnya sendiri.” (Lihat Ibnu Rusydi dalam Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Juz 2, Halaman 378, Darul Kutub al-Ilmiyah, Beirut).
Sementara menurut Madzhab Syafi’i, tebusan untuk pelanggaran sumpah meliputi tiga hal. Mereka yang telah melanggar sumpahnya harus menebusnya dengan tiga pilihan ini.
“Kafarah sumpah bisa dipilih antara tiga hal. Pertama, memerdekakan seorang budak perempuan yang beriman. Kedua, memberikan makanan untuk sepuluh orang miskin. Setiap orang satu mud (1 mud setara ± 6 ons makanan pokok). Ketiga, memberikan pakaian kepada mereka setiap orang satu. Mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk semua itu, boleh berpuasa selama 3 hari (tidak mesti berurutan).” (Lihat Abu Bakar Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, Juz 2, Halaman 204, Darul Fikr, Beirut).
Lalu bagaimana dengan pertanyaan di atas? Keterangan Al-Khathib As-Syarbini ini setidaknya dapat membantu kita memperjelas masalah.
“Atau meninggalkan mubah tertentu, atau melakukan mubah seperti memasuki rumah, menyantap makanan, mengenakan pakaian. Afdhalnya orang yang bersumpah itu tidak melanggar sumpahnya. Ia bahkan disunahkan untuk tetap memegang sumpahnya demi mengagungkan Allah SWT. Allah berfirman, ‘Jangan lah kamu batalkan sumpahmu setelah menguatkannya’. Tetapi ada juga ulama yang mengatakan, untuk yang mubah seseorang disunahkan untuk melanggar sumpahnya agar orang-orang faqir dapat mengambil manfaat dari kafarah sumpahnya.” (Lihat Al-Khathib As-Syarbini, Mughnil Muhtaj, Juz 4, Halaman 439, Darul Marifah, Beirut).
Berpijak pada keterangan di atas, kita bisa mengatakan bahwa sumpah atas nama Allah SWT adalah sesuatu komitmen yang harus dihormati. Artinya kita harus tetap memegang teguh sumpah kita. Tetapi kalau tidak mampu untuk menjalankan komitmen itu, kita bisa membatalkannya dengan konsekuensi kafarah sebagaimana dijelaskan di atas. Dengan kata lain, kita boleh melanggar sumpah itu dengan membeli hape buatan Cina.
Adapun perihal musibah dan penyakit mematikan yang diucapkan dalam sumpah, kita meminta ampun kepada Allah atas pelanggaran sumpah. Kita juga memohon kepada-Nya agar dijauhkan dari penyakit dan musibah tersebut. Lafal istighfar di bawah ini bisa menjadi alternatif.
“Istighfar paling sempurna dalam hal ini adalah, ‘Astaghfirullâhal azhîm alladzî lâ ilâha illâ huwal hayyul qayyûm wa atûbu ilaih.’” (Lihat As-Syarqawi, Hasyiyatus Syarqawi, Juz 2, Halaman 462, Darul Fikr, Beirut).
Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Sudah selayaknya kita mempertimbangkan sesuatu sebelum melakukan sumpah dengan nama Allah SWT. Dan kita berharap semoga Allah SWT melindungi kita dari musibah dan penyakit-penyakit berat. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ‘alaikum wr. wb
(Alhafiz Kurniawan)