Puasa Syawal, sebagai amalan sunnah yang dilakukan setelah bulan Ramadan, tidak hanya memiliki nilai spiritual yang tinggi, tetapi juga memberikan dampak positif bagi kesehatan mental. Dalam konteks kehidupan modern yang penuh tekanan dan dinamika, ibadah ini dapat menjadi sarana untuk meningkatkan keseimbangan emosi, mengurangi stres, dan memperkuat ketahanan mental.
Bagaimana puasa Syawal berkontribusi terhadap kesehatan mental? Apa pula mekanisme yang mendasari pengaruh puasa Syawal dari sudut pandang psikologi dan spiritualitas? Dengan bukti dari penelitian yang mendalami puasa Syawal, diharapkan umat Islam dapat mengintegrasikan ibadah ini sebagai bagian dari pendekatan holistik untuk menjaga kesejahteraan mental.
Anjuran puasa Syawal, salah satunya, disebutkan dalam hadits berikut:
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، أَنَّ أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ، كَانَ يَصُومُ أَشْهُرَ الْحُرُمِ . فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ " صُمْ شَوَّالاً " . فَتَرَكَ أَشْهُرَ الْحُرُمِ ثُمَّ لَمْ يَزَلْ يَصُومُ شَوَّالاً حَتَّى مَاتَ
Artinya: “Diriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim, Usamah bin Zaid terbiasa berpuasa pada bulan-bulan haram. Rasulullah SAW kemudian bersabda, ‘Berpuasalah pada bulan Syawal.’ Lalu, ia meninggalkan puasa pada bulan-bulan haram tersebut dan melaksanakan puasa Syawal hingga akhir hayatnya” (HR. Ibnu Majah).
Puasa Syawal menjadi bukti kecintaan Sahabat pada Rasulullah SAW. Oleh karena itu, Sahabat Usamah bin Zaid memilih melaksanakan puasa Syawal hingga akhir hayatnya. Pasti ada rahasia besar di balik pilihan Sahabat Usamah bin Zaid yang akhirnya mengikuti anjuran puasa Syawal dari Rasulullah SAW.
Penelitian menunjukkan bahwa puasa, termasuk puasa Syawal, berpengaruh positif terhadap kesehatan mental. Hakikat puasa adalah pengendalian diri, dan ketika seseorang mampu mengendalikan dorongan dari luar maupun dalam dirinya, ia dapat dianggap sehat secara mental (Jamil, 2021, Fasting Therapy as Self-Control, [International Journal of Islamic Medicine, Vol. 2, No. 1], halaman 41–46).
Kesehatan mental berkaitan erat dengan kepribadian seseorang; semakin baik kesehatan mentalnya, semakin baik pula kepribadiannya. Khususnya pada puasa Syawal, penelitian membuktikan bahwa puasa enam hari di bulan Syawal dapat membentuk akhlak mulia (Harun et al., 2020, The Six Days Voluntary Fasting in Syawal and Its Significant Personality of Muslims, [Malim: Jurnal Pengajian Umum Asia Tenggara, Vol. 20], halaman 74–89).
Tujuan penelitian itu adalah untuk mengetahui pengaruh puasa enam hari di bulan Syawal terhadap perubahan kepribadian pada umat Islam. Sebanyak 111 partisipan yang terdiri dari mahasiswa dari Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) dan Universitas Malaysia Kelantan (UMK) turut serta dalam penelitian ini. Seluruh partisipan beragama Islam, terdiri dari 91 perempuan dan 20 laki-laki dengan rentang usia 20 tahun hingga 53 tahun.
Baca Juga
Memahami Ideologi Kaum Fundamentalis
Secara rinci, penelitian tersebut menemukan bahwa setelah menjalani puasa Syawal, responden lebih peduli terhadap sesama, sabar, berbuat baik, tekun dan efisien dalam bekerja, bijaksana, serta ramah. Selain itu, puasa juga dapat mendorong mereka untuk lebih bersyukur, mampu mengendalikan diri dan menahan diri dari melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Selain itu, puasa juga dapat mendorong mereka untuk lebih yakin dan memahami makna puasa karena puasa dapat membentuk kepribadian untuk berikhtiar dengan istiqamah dan konsisten.
Keunikan lain dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa responden mampu mengurangi kepribadian negatif berupa prasangka buruk, mengucapkan kata-kata cabul, malas, curiga, kasar, menyinggung, dan iri hati terhadap orang lain, setelah melakukan puasa sunah enam hari di bulan Syawal. Dengan demikian, berbagai penyakit hati yang menjadi akar dari gangguan mental juga dapat diatasi dengan puasa Syawal.
Kesunnahan puasa enam hari di bulan Syawal patut disyukuri oleh kaum Muslimin karena puasa juga mengajarkan mereka untuk lebih bersabar sebagaimana yang diajarkan Nabi Muhammad. Sebab, kesabaran merupakan salah satu sikap manusia yang diuji oleh Allah SWT. Penelitian tersebut juga mengungkap bahwa puasa dapat membantu untuk memperoleh kesabaran dan keteguhan hati.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hal tersebut sejalan dengan semua prediksi dalam penelitian yang dilihat oleh tim peneliti, yaitu puasa sunah di bulan Syawal dapat meningkatkan kepribadian positif dan mengurangi kepribadian negatif. Peningkatan dan penurunan angka kepribadian tersebut menunjukkan bahwa puasa sunah Syawal memberikan dampak positif. Oleh karena itu, dengan menjalankan puasa enam hari di bulan Syawal dapat melatih diri untuk beramal saleh sehingga dapat mengurangi perilaku dan kepribadian yang buruk.
Pelaksanaan puasa sunah enam hari di bulan Syawal merupakan tantangan tersendiri dan diyakini dapat dilakukan oleh orang-orang yang beriman kepada Allah SWT dan benar-benar mencintai-Nya. Puasa enam hari di bulan Syawal merupakan salah satu amalan sunah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Hal ini menjadi tantangan tersendiri karena umat Islam harus berpuasa di tengah perayaan Hari Raya Idul Fitri yang meriah, sementara yang lain bersuka cita dan bergembira menyantap hidangan dan menerima undangan open house di bulan Syawal.
Pelaksanaan puasa Syawal selayaknya membentuk pribadi Muslim yang cinta kepada Allah, Rasulullah dan sahabat nabi. Kecintaan terhadap Rasulullah inilah yang tergambar pada sosok Usamah bin Zaid, seorang pemuda kesayangan Nabi yang memiliki mentalitas baja. Dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa beliau memerintahkan untuk mencintai Usamah:
مَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ أَنْ يُبْغِضَ أُسَامَةَ ، بَعْدَمَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : مَنْ كَانَ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَلْيُحِبَّ أُسَامَةَ
Artinya: Dari Aisyah RA, ia berkata, “Tidak boleh bagi siapapun untuk membenci Usamah setelah aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka cintailah Usamah’,” (HR Imam Ahmad).
Hal lain yang juga penting ketika menunaikan puasa sunnah Syawal adalah umat Islam terap harus berkomitmen untuk menyempurnakan puasa Ramadhan bila ada yang kurang. Dengan pendidikan jiwa agar tidak menunda-nunda menunaikan hak-hak Allah, umat Islam dianjurkan untuk membayar utang puasa Ramadhan terlebih dahulu sebelum memulai puasa sunah enam hari di bulan Syawal. Wallahu a’lam bis shawab.
Ustadz Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan peneliti farmasi