Syariah

Maulid Nabi untuk Kesehatan Mental dan Stabilitas Emosional

Sab, 30 September 2023 | 22:00 WIB

Maulid Nabi untuk Kesehatan Mental dan Stabilitas Emosional

Foto ilustrasi (NU Online/Freepik)

Indonesia masih mengalami darurat kesehatan mental dan banyak pihak yang tidak menyadarinya. Masalah kesehatan yang satu ini tidak hanya berdampak pada orang dewasa melainkan sudah menjangkiti berbagai masyarakat lintas usia. Buktinya, pemberitaan tentang perundungan terhadap lansia dan wanita, kekerasan dalam rumah tangga, konflik antar individu berusia muda, hingga penganiayaan balita, marak di berbagai media. 


Kerusakan yang muncul akibat masalah mental tidak hanya terkait dengan kejiwaan dan moral, tetapi juga menimbulkan dampak fisik dan sosial. Bila hal ini tidak dihentikan, kerusakan dan kerugian yang lebih besar dapat mengancam eksistensi kemanusiaan. Contohnya, ibu hamil yang mengalami mental buruk selama mengandung hingga melahirkan dapat memunculkan generasi yang stunting. Apabila hal ini terjadi di negara kita, maka bonus demografi untuk menjadi Indonesia emas hanya tinggal impian.


Butuh momentum untuk melakukan terapi dan membangkitkan kondisi masyarakat dari kritisnya kesehatan mental itu. Dan menurut penulis, maulid nabi dapat memberikan satu dari sekian inspirasi solusi terhadap individu maupun komunitas ke arah perbaikan mental. Pembacaan cerita tentang Nabi Muhammad saw di dalam kitab-kitab maulid sejak menjelang kelahirannya, keluhuran nasab dan budi pekertinya, serta mukjizat-mukjizatnya dapat menjadi obat mujarab bagi kondisi mental orang yang mampu memaknainya.


Pernahkah di dalam kisah maulid nabi masyarakat membaca kisah kehamilan hingga persalinan Sayyidah Aminah? Bukankah itu suatu contoh bukti ketahanan mental seorang ibu mengingat sosok wanita itu adalah single parent yang belum lama ditinggal wafat oleh suami tercintanya? Kisah itu tentu sangat kontras dengan kenyataan banyaknya ibu muda mengalami depresi atau baby blues di sekitar masa-masa kehamilan dan persalinannya dewasa ini. 


Fenomena baby blues merupakan gangguan mental wanita setelah melahirkan bayinya yang jarang disadari. Padahal, kesehatan mental seorang ibu yang baru melahirkan erat kaitannya dengan kesehatan mental bayinya. Apabila emosi ibu yang baru melahirkan tidak stabil dan memaksakan diri mengasuh bayinya dengan berat hati, maka bayinya pun rentan mengalami gangguan mental. Oleh karena itu, bisa saja fenomena generasi muda yang mengalami permasalahan mental sekarang merupakan salah satu hasil pengaruh dari buruknya kesehatan mental ibunya di masa lalu.


Figur ibu sebagai wanita identik dengan individu yang sensitif dalam perasaan dan emosi. Oleh karena itu, dia memerlukan penyaluran yang positif untuk menstabilkan gejolak mentalnya ketika menghadapi berbagai fase kehidupan. Tidak hanya dalam fase berumah tangga, kehidupan wanita muda maupun yang telah memasuki masa menopause untuk menuju usia lanjut juga tidak lepas dari dinamika perubahan hormonal. Oleh karena itu, perubahan hormon yang terjadi akan mempengaruhi mood serta berbagai efek yang terkait dengan perilaku. 


Di negeri-negeri yang marak perayaan maulid, ada acara pembacaan kisah Nabi Muhammad secara khusus oleh kaum wanita. Dalam perkumpulan ini, tidak ada orang laki-laki yang ikut sehingga privasi kaum hawa yang menghadirinya sangat terjaga. Pada momen itulah, mereka mencurahkan perasaan dengan ekspresi emosionalnya sebagai wanita bersamaan dengan pembacaan kisah dalam syair-syair kitab sejarah Nabi Muhammad yang menyentuh hati.


Lantas, bagaimana cerita tentang riwayat Nabi Muhammad mampu menyehatkan mental pembacanya? Ternyata rahasia dari itu semua ada pada pembacaan shalawat yang mengiringi saat acara maulid nabi.


Tidak jarang, para wanita yang membaca kisah nabi dalam perkumpulan maulid meneteskan air mata. Riset yang dilakukan oleh peneliti wanita Muslim asal Jerman, Claudia Seise, terhadap komunitas wanita pembaca maulid di Palembang menyebutkan fakta yang mengharukan saat mahallul qiyam dan pembacaan shalawat sebagai berikut:


Tidak seperti momen lain di mana beberapa wanita masih berbicara, pada saat-saat mahallul qiyam sambil berdiri ini konsentrasi penuh diberikan pada teks yang mereka baca karena setiap momen yang dikenang itu dimaknai sepenuhnya. Beberapa wanita meneteskan air mata di pipinya. Sungguh momen yang sangat istimewa, kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW mengalir hingga tak kasat mata, dan juga menyentuh hati saya.” (Seise, 2018, Women Remembering the Prophet’s Birthday: Maulid Celebrations and Religious Emotions Among the Alawiyyin Community in Palembang, Indonesia, Austrian Journal of South-East Asian Studies, volume 11 nomor 2: halaman 217-230)


Luapan ekspresi itu ternyata menjadi salah satu solusi bagi kesehatan mental pembaca maulid, khususnya kaum wanita. Penelitian yang dilakukan oleh Marion Holmes Katz menyebutkan:


Pertunjukan maulid, merayakan kelahiran Nabi Muhammad, adalah contoh lain dari upaya perempuan dalam mencari kesehatan.” (Katz, 2008, Women’s Mawlid Performances in Sanaa and The Construction of Popular Islam, International Journal of Middle East, volume 40: halaman 467-484.)


Pengulangan bacaan shalawat yang mengiringi syair-syair kisah nabi inilah yang mempengaruhi kesehatan mental seseorang yang membaca maupun mendengarnya.


Kesalehan dapat terbentuk melalui aktivitas yang berulang-ulang dan dalam acara maulid terwujud pada bacaan shalawat serta memusatkan pikiran kepada nabi. Penyebutan nama nabi meskipun tanpa disadari dapat mengkondisikan pikiran bawah sadar seseorang sehingga menjadi pribadi yang lebih baik dan menghilangkan kesedihan.” (Fuad, 2017, Therapeutic Aspects in Shalawatan Tradition: An Ethnographic Study on Shalawatan Communities in Banyumas, Ijtima’iyya, volume 2 nomor 2: halaman 171-194)


Oleh karena itu, tidak aneh bila di suatu daerah ditradisikan pembacaan maulid, maka yang muncul adalah semangat altruistik pada masyarakatnya. Altruistik adalah jiwa yang penuh semangat untuk menolong orang lain. Fenomena ini pernah diteliti oleh pada komunitas masyarakat yang mentradisikan maulid di Aceh Utara (Amin dan Suzanna, 2022, Exploring the Psychological Wellbeing from Altruistid Behavior in the Realities of Acehnese Community, Jurnal Masyarakat dan Budaya, volume 24 nomor 1: halaman 57-67).


Riwayat-riwayat cemerlang dalam kitab maulid itu tentu sangat relevan apabila dimaknai untuk pengendalian emosi dan penguatan mental bangsa ini. Fenomena sosial amuk massa dan berbagai kejadian atas amarah masyarakat dewasa ini bisa diredam dengan ketahanan emosi individu. Meskipun emosi kadang hanya terpicu oleh hal-hal kecil, ternyata kurangnya pengendalian diri terbukti dapat menimbulkan hal-hal yang tidak dikehendaki dan bisa merambat kepada orang lain.


Kelahiran Nabi Muhammad saw merupakan pembawa rahmat bagi alam semesta. Kasih sayang yang tercurah tidak saja terbukti pada saat Beliau lahir dan benar-benar hadir pada zamannya. Namun, rahmat itu juga berlaku sepanjang masa untuk umatnya dan siapapun yang mampu memaknainya, termasuk baik untuk kesehatan mental dan emosional para pembaca riwayatnya. Lalu apabila kita sering menghadiri acara maulid, sudahkah efek acara maulid bisa menuntun kita untuk mewujudkan karunia besar itu? Wallahu a’lam bis shawab.