Dhawabit syariah atau batasan syariah merupakan hal-hal prinsip guna menjaga dan membersihkan transaksi dari kerusakan dan kecacatan secara syar'i. Dhawabit syariah sangat penting diperhatikan dalam transaksi di pasar bursa agar tetap berjalan sesuai syariat.
Yang dimaksud dhawabit syar'iyah adalah hukum, aturan (kaidah), dan pondasi yang diambil dari sumber-sumber hukum syariat berupa Al-Qur'an, As-Sunnah, dan pendapat para ulama.
Sejauh mana pentingnya seseorang mengetahui dhawabit syar’iyah dalam bertransaksi di pasar bursa?
Untuk menjawabnya ada dua riwayat yang perlu diperhatikan. Pertama riwayat atsar dari Umar bin Al-Khattab ra:
Baca Juga
Pasar Bursa dalam Kajian Ekonomi Syariah
وقد كان عمر بن الخطاب رضي الله عنه يطوف في الأسواق ويضرب بعض التجار بالدرة ويقول: لا يبيع في سوقنا إلا من تفقه وإلا أكل الربا
Artinya, "Dulu Umar bin Al-Khatab ra senantiasa berjalan mengelilingi pasar (sembari bertanya kepada para pedagang tentang hukum-hukum bertransaksi). Kemudian ia akan memukul (sebagai hukuman) sebagian pedagang yang tidak mengetahui hal tersebut seraya berkata: “Janganlah seseorang berdagang di pasar kita kecuali dia paham fiqih (hukum-hukum bertransaksi). Karena kalau ia tidak paham, maka ia akan mengkonsumsi riba”. (Abu Thalib Al-Maki, Qutul Qulub fi Mu’amalatil Mahbub, [Beirut, Darul Kutub Al-'Ilmiyah: 2005 M], juz II, halaman 432).
Kedua riwayat dari Abu Muhammad:
سمعت سيدي أبا محمد رحمه الله يذكر أنه أدرك بالمغرب المحتسب يمشي على الأسواق ويقف على كل دكان فيسأل صاحب الدكان عن الأحكام التي تلزمه في سلعه ومن أين يدخل عليه الربا فيها وكيف يتحرز عنها، فإن أجابه أبقاه في الدكان وإن جهل شيئا من ذلك أقامه من الدكان، ويقول: لا نمكنك أنك تقعد بسوق المسلمين تطعم الناس الربا أو ما لا يجوز
Artinya: "Aku mendengar dari tuanku Abu Muhammad, ia pernah menyaksikan di Maghrib seorang pelaku hisbah yang berjalan di pasar-pasar dan berhenti di setiap toko. Kemudian Ia bertanya kepada pemilik toko tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan barang dagangannya, dari mana riba bisa masuk ke dalam transaksi dan bagaimana cara menghindarinya.
Jika pemilik toko bisa menjawab pertanyaan itu, maka ia diperbolehkan tetap di tokonya. Namun, jika pemilik toko tidak mengetahui sesuatu tentang hal tersebut, maka ia akan diusir dari toko. Lalu pelaku hisbah itu berkata: "Kami tidak akan membiarkanmu berdagang di pasar kaum Muslimin seraya memberi makan orang-orang dengan riba atau sesuatu yang tidak diperbolehkan”. (Ibnul Hajj Al-Maliki, Al-Madkhal, [Mesir, Darut Turats, t.t], juz I, halaman 157).
Dari dua riwayat ini, tersurat perintah wajib untuk mengetahui semua hal yang berkaitan dengan transaksi di pasar (bursa dan nonbursa). Perintah tersebut bisa terealisasi dengan cara mengetahui dhawabit syar’iyah. Maka hukum mempelajari dhawabit syariyah adalah satu hal yang wajib, berpijak pada kaidah:
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
Artinya, "Sesuatu yang menjadi penyempurna wajib, hukumnya pun wajib.”
Adapun dhawabit syar’iyah yang perlu dipegang oleh setiap pelaku transaksi di pasar bursa adalah sebagai berikut:
- Hukum asal semua transaksi adalah mubah.
- Tidak ada larangan (pengharaman) kecuali dengan dalil yang jelas (sharih) dalam Al-Qur'an, Hadis, ATAU ijma' yang tetap dan diyakinkan.
- Semua yang Allah halalkan bagi hamba-hamba-Nya adalah baik (thayyib).
- Ghayah (tujuan) tidak bisa membenarkan wasilah (cara). Karenanya Islam tidak menerima transaksi yang baik tapi dengan cara yang buruk.
- Niat yang baik dapat membawa transaksi ke dalam lingkup ketaatan.
- Fatwa itu berbeda-beda tergantung pada waktu, tempat, keadaan, dan niat.
- Perlu mendokumentasikan dan membuktikan kontrak (akad/transaksi) agar hak-hak tidak hilang dan tersia-siakan.
- Kesepakatan dan kerelaan (taradhin) antara pihak dalam kontrak (akad) meskipun merupakan salah satu rukun sahnya, namun kesepakatan tersebut tidak boleh menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.
- Nilai-nilai moral tidak akan terpisah dari transaksi keuangan. Seperti amanah, jujur, tidak memonopoli, tidak menipu dan bertoleransi
Kesimpulannya, dengan adanya dhawabit syar’iyah, semua praktik transaksi yang dilakukan di pasar bursa harus ditimbang dan diukur menggunakan timbangan (dhawabit syar’iyah) ini, sehingga ketika praktik yang dilakukan sudah sesuai dengannya, maka si pelaku transaksi di pasar bursa tidak akan terjerumus ke dalam hal-hal yang diharamkan. (Isham Abun Nashr, Aswaqul Auraq Al-Maliyah fi Mizanil Fiqhil Islami, [Mesir, Darun Nasyr lil Jam'iyat: 2006], halaman 14-18). Wallahu a’lam.
Ustadzah Mutiara Intan Permatasari, Mahasantri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Science & Mahasiswi Akuntansi UIN Jakarta