Di beberapa kota besar, kemacetan menjadi masalah utama. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah daerah (pemda) setempat untuk mengurai kemacetan. Namun apa boleh buat, kemacetan sudah terlanjur diyakini sebagai masalah kompleks yang susah diatasi. Oleh karena itu perlu adanya kesadaran dari pengguna jalan, baik pengguna kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Khusunya dalam hal tata cara dan etika mengemudi termasuk di dalamnya pengendara motor dan pengemudi mobil.<>Demikian usaha pemda setempat hingga mementingkan pembangunan halte-halte sebagai ruang tunggu dan naik-turun para penumpang. Hal ini dilakukan guna menghindari kemacetan yang semakin akut. Namun dalam kenyataannya seringkali para sopir angkutan umum menaikkan dan menurunkan penumpang tidak pada tempatnya. Bahkan juga ngetem dipinggiran jalan dalam tempo yang cukup lama, sehingga menyebabkan antrian dan kemacetan lalu lintas.
Selama pemberhentian ini tidak mengganggu kepentingan umum masih dapat ditolelir, akan tetapi jika menyebabkan kemacetan dan gangguan pada lalu lintas maka harus dilarang. Hal ini senada dengan nash dalam kitab Raudhotut Thalibin
قلت واذا وضع الناس الامتعة والات البناء ونØÙˆ ذلك ÙÙ‰ مسالك الاسواق والشوارع Ø§Ø±ØªÙØ§Ù‚ا لينقلوها شيئا بعد شيئ منعوا منه ان أضر بالمارة اضرارا ظاهرا والا Ùلا ذكره الماوردى ÙÙ‰ الاØÙƒØ§Ù… السلطانية...
Begitu juga dalam khasyiayat Qulyubi wa ‘Umairah
قوله (بما يضر المارة) أي ضررا دائما لا ÙŠØØªÙ…Ù„ عادة Ùيجوز Ù†ØÙˆ عجن طين ونقل ØØ¬Ø§Ø±Ø© ÙˆÙ†ØØªÙ‡Ø§ مدة العمارة اذاترك من الطريق مقدار المرور ويجوز وقو٠دابة بقدر Ø§Ù„ØØ§Ø¬Ø© اهـ
Redaktur: Ulil Hadrawy