Turki merupakan negara dengan mayoritas muslim pertama yang telah memulai proses untuk mendirikan bank ASI (Air Susu Ibu), klaim Guliz Onat and Hediye Karakoc dalam jurnal yang mereka tulis dengan judul “Informal Breast Milk Sharing in a Muslim Country.” (USA: National Library of Medicine (NLM), 2019, halaman 597 – 602).
Menurut mereka, upaya pendirian bank ASI di negara tersebut terhenti karena alasan teologis, yaitu kekhawatiran akan kekerabatan persusuan yang muncul karena aktivitas donor ASI. Dengan adanya kekerabatan persusuan, otomatis lawan jenis yang menjadi kerabatnya dalam memeroleh ASI tidak boleh menikah dengan ketika dewasa kelak.
Pembangunan bank ASI yang sempat terhenti menurut Suzi Özdemir, dkk, tidak menunjukkan tanda-tanda akan dilanjutkan, setidaknya hingga tahun 2021. “Meskipun aktivitas persusuan seorang wanita untuk bayi yang bukan anaknya sudah praktik umum di Turki, namun faktanya hingga saat ini belum ada satupun bank ASI yang berdiri.” (Turkish Women's Beliefs Concerning Human Milk Banking, Jurnal Lactation, 2021).
Paparan dua penelitian di atas memiliki titik kesamaan dengan kondisi di Indonesia, yaitu belum adanya bank ASI yang resmi dibangun oleh pemerintah.
Urgensi Bank ASI di Indonesia
Beberapa lembaga mencoba untuk mewadahi aktivitas donor ASI. Misalnya Yayasan Lactashare yang mencoba bercita-cita mendirikan Bank ASI Syar'i pertama di Indonesia, yang mana pendonor dan bayi yang menerima ASI donor tercatat secara rapi oleh yayasan tersebut.
ASI merupakan nutrisi paling penting bagi semua bayi yang baru lahir karena menjadi imunisasi pertama baginya. ASI juga memberikan perlindungan dari berbagai penyakit infeksi seperti gangguan pernapasan dan diare, serta berkontribusi dalam mencegah obesitas dan penyakit menular nantinya. (Amalia Safitri, dan Dwi Anggraeni Puspitasari, Upaya Peningkatan Pemberian Asi Eksklusif dan Kebijakannya di Indonesia, The Journal of Nutrition and Food Research, 2019, halaman 17).
Pemberian ASI pada bayi prematur yang baru lahir menjadi sangat urgen karena dapat menurunkan enterokolitis nekrotikans, atau kondisi medis serius yang umumnya terjadi pada bayi prematur, di mana sebagian jaringan usus mengalami peradangan dan mulai mati (nekrosis). (P C Lindemann, I Foshaugen, R Lindemann, Characteristics of breast milk and serology of women donating breast milk to a milk bank, USA: National Library of Medicine (NLM), 2004, F440-F441).
Dengan demikian, eksistensi bank ASI di Indonesia sangat penting dalam mendukung kesehatan dan perkembangan bayi, terutama bagi mereka yang tidak dapat menerima ASI langsung dari ibunya. Bank ASI menjadi solusi bagi ibu yang mengalami kesulitan menyusui atau bagi bayi prematur yang membutuhkan nutrisi optimal untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
Donor ASI dalam Hukum PP Kesehatan
Pada 26 Juli 2024 seperti dilansir tempo.co, Presiden Jokowi menekan PP Kesehatan yang salah poin pentingnya berkaitan dengan donor ASI. Pasal 27 mengatur pemberian ASI dari donor yang dapat dilakukan dengan beberapa persyaratan, seperti permintaan ibu kandung atau keluarga; identitas, agama, dan alamat donor diketahui dengan jelas; serta ASI dari donor tidak diperjualbelikan.
Peraturan tersebut setidaknya menjadi langkah awal yang signifikan dalam memperkuat regulasi terkait donor ASI di Indonesia. Dengan adanya ketentuan yang jelas mengenai syarat-syarat donor ASI, diharapkan praktik ini dapat berjalan lebih aman dan transparan, serta sesuai dengan nilai-nilai budaya dan agama yang ada di masyarakat.
Selain itu, Peraturan ini juga mencegah komersialisasi ASI, sehingga aktivitas pemberian ASI dilakukan semata-mata demi kepentingan kesehatan bayi dan tidak dimanfaatkan untuk keuntungan ekonomi.
Konsekuensi Saudara Persusuan dalam Al-Qur’an dan Hadits
Al-Qur’an dalam surat An-Nisa ayat 23 dengan tegas menyebut, di antara orang-orang yang tidak boleh dinikahi adalah ibu yang mendonorkan ASI, dan saudara persusuan lawan jenis. Allah berfirman:
Baca Juga
Mengenal 10 Ibu Susuan Nabi Muhammad
وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ
Artinya, “Dan ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan.” (QS An-Nisa: 23).
Syekh Wahbah menjelaskan, semua kerabat ibu yang menyusui menjadi kerabat bagi bayi yang disusuinya; ibu yang mendonorkan ASI menjadi ibu bagi bayi penerima donor. Sedangkan anak perempuan ibu donor menjadi saudara perempuan si bayi, suami ibu donor menjadi ayahnya si bayi, dan anak-anak ibu donor menjadi saudara-saudara bayi penerima donor. (Tafsirul Munir, [Beirut: Darul Fikr, 1418], jilid IV, halaman 312).
Maksud kata ‘saudara’ dalam penjelasan Syekh Wahbah adalah mahram, yang berkonsekuensi pernikahan bagi saudara persusuan dilarang. Mufassir tersebut ketika menjelaskan ayat juga melampirkan hadits terkait larangan menikah dengan saudara persusuan:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بِنْتِ حَمْزَةَ: لَا تَحِلُّ لِي يَحْرُمُ مِنْ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنْ النَّسَبِ هِيَ بِنْتُ أَخِي مِنْ الرَّضَاعَةِ
Artinya, “Diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas ra, ia berkata: "Nabi saw berkata tentang putri Hamzah: “Dia tidak halal bagiku. Alasannya, sesuatu yang haram karena hubungan persusuan sama seperti yang haram karena hubungan darah, sedangkan dia adalah putri dari saudaraku sepersusuan".” (HR Al-Bukhari).
Hubungan persusuan oleh Al-Qur’an dan hadits dipandang memiliki status yang setara dengan hubungan darah dalam hal keharaman pernikahan. Anak-anak yang disusui oleh wanita yang sama, meskipun tidak memiliki hubungan darah, dianggap sebagai saudara dan tidak diperbolehkan menikah satu sama lain.
Fiqih Donor ASI
Salah satu keputusan Muktamar NU ke-25 tahun 1971 di Surabaya membahas soal donor ASI. Ketika air susu dari kaum ibu diberikan kepada bayi-bayi yang lahir di rumah sakit, maka dapat menjadi mahram radha’ dengan syarat:
- Perempuan yang memberikan ASI harus masih hidup dan berusia sekitar sembilan tahun qamariyah.
- Bayi yang menerima ASI harus berusia di bawah dua tahun.
- ASI harus diberikan setidaknya lima kali.
- ASI harus berasal dari perempuan yang sudah ditentukan.
- Semua syarat di atas harus dipastikan dengan keyakinan penuh (nyata).
Keputusan di atas disarikan dari beberapa kitab, di antaranya adalah I’anatuth Thalibin dan Al-Mizanul Kubra. (Ahkamul Fuqaha Solusi Problematika Aktual Hukum Islam Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2010 M), halaman 351).
Berikut penjelasan Sayyid Al-Bakri dalam kitab I’anatuth Thalibin yang dimaksud:
ثُمَّ أَنَّ ظَاهِرَ الْعِبَارَةِ أَنَّهُ يَكْفِي وُصُوْلُ اللَّبَنِ الْجَوْفَ خَمْسَ مَرَّاتٍ، وَلَوِ انْفَصَلَ اللَّبَنُ مِنَ الثَّدْيِ دَفْعَةً وَاحِدَةً وَلَيْسَ كَذَلِكَ بَلْ لَا بُدَّ مِنْ انْفِصَالِ اللَّبَنِ خَمْسًا وَوُصُوْلِهِ الْجَوْفَ خَمْسًا
Artinya, “Lalu makna lahiriah teks Fathul Mu'in menyatakan (persusuan yang menjadikan hubungan mahram) itu cukup dengan sampainya air susu perempuan yang menyusui ke dalam perut anak yang disusui lima kali tahapan, meskipun air susu tersebut keluar dari tetek (payudara) sekali tahapan (saja). Yang benar bukan seperti itu. Namun air susu itu harus keluar dari tetek lima kali tahapan dan sampai ke perut anak yang disusui lima kali tahapan pula.” ([Mesir: at-Tijariyyah al-Kubra, t.t.], jilid III, halaman 287).
Sementara penjelasan Syekh Abdul Wahab As-Sya'rani dalam Al-Mizanul Kubra menegaskan:
وَمَعَ قَوْلِ الشَّافِعِي وَأَحْمَدَ أَنَّ التَّحْرِيمَ يَتَعَلَّقُ بِاللَّبَنِ الْمَخْلُوْطِ بِالشَّرَابِ وَالطَّعَامِ إِذَا سَقِيَهُ الْمَوْلُوْدَ خَمْسَ مَرَّاتٍ سَوَاءٌ كَانَ اللَّبَنُ مُسْتَهْلَكًا أَوْ غَالِبًا
Artinya, "Menurut pendapat Imam Syafi'i dan Ahmad, sesungguhnya keharaman itu berkaitan dengan susu yang bercampur dengan makanan dan minuman, bila diminum oleh bayi sebanyak lima kali, baik susu tersebut langsung habis atau berdasarkan kebiasaan. ([Indonesia: Darul Kutub al-Islamiyyah, t.t.], jilid II, halaman 138).
Implementasi Bank ASI di Indonesia
Fiqih donor ASI yang mengacu pada keterangan di atas dapat diimplementasikan oleh Bank ASI di Indonesia dengan sistem peraturan yang ketat, dengan memastikan bahwa setiap ASI yang didonorkan benar-benar memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan.
- Identitas dan status hidup perempuan donor harus diverifikasi secara jelas untuk memastikan bahwa ia memenuhi syarat usia dan kondisi kesehatan.
- Penerima ASI yaitu bayi, harus dipastikan usianya ketika menerima ASI melalui pemeriksaan dokumen kelahiran atau catatan medis.
- Pemberian ASI harus didokumentasikan dengan teliti untuk memastikan bahwa bayi tersebut menerima ASI minimal lima kali, sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam fiqih.
- Sistem pencatatan dan pelabelan yang akurat perlu diterapkan untuk memastikan bahwa ASI berasal dari perempuan pendonor dan tidak tertukar oleh perempuan lainnya yang menjadi ibu donor juga.
Semua prosedur ini harus dijalankan dengan pengawasan yang ketat, sehingga tidak ada keraguan mengenai keabsahan proses donor ASI tersebut.
Dengan menerapkan ketentuan-ketentuan ini, Bank ASI di Indonesia dapat beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip fiqih, serta memberikan manfaat yang aman bagi umat. Wallahu a’lam.
Ustadz Amien Nurhakim, Redaktur Keislaman NU Online dan Dosen Universitas PTIQ Jakarta