Tafsir Surat Al-Isra Ayat 31: Larangan Pembunuhan Bayi dalam Konteks Modern
Ahad, 4 Agustus 2024 | 20:00 WIB
Zainuddin Lubis
Penulis
Surat Al-Isra ayat 31 dengan tegas melarang tindakan keji, berupa pembunuhan anak, khususnya anak perempuan. Praktik ini jamak terjadi di era Jahiliyah, yang didasari oleh anggapan bahwa anak perempuan merupakan beban dan aib bagi keluarga, serta tidak mampu memberikan kontribusi ekonomi.
Pembunuhan bayi, yang dalam konteks modern dikenal sebagai infanticide. Perbuatan infanticide, merupakan tindakan yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan agama mana pun, termasuk Islam. Dalam Islam, nyawa manusia, terutama bayi, dianggap sangat suci dan seyogianya harus dijaga dan dirawat.
Lebih lanjut, Islam mengajarkan bahwa setiap jiwa memiliki nilai yang sama di hadapan Allah SWT. Larangan membunuh anak ini bukan hanya sebatas melindungi nyawa, namun juga merupakan penegasan akan hak hidup dan hak asuh yang melekat pada setiap anak.
Allah SWT menjamin rezeki setiap makhluk-Nya, termasuk anak-anak, sehingga tidak ada alasan bagi manusia untuk mengakhiri hidup yang telah Ia berikan. Simak firman Allah SWT berikut:
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَاِيَّاكُمْۗ اِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْـًٔا كَبِيْرًا
Wa lā taqtulū aulādakum khasy-yata imlāq(in), naḥnu narzuquhum wa iyyākum, inna qatlahum kāna khiṭ'an kabīrā(n).
Artinya, "Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan (juga) kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka itu adalah suatu dosa yang besar."
Tafsir Al-Misbah
Profesor Quraish Shihab, dalam kitab Tafsir Al-Misbah, jilid VII, halaman 456 menjelaskan sebab turun ayat ini, erat kaitannya dengan kelakuan masyarakat jahiliyah, yang lazim membunuh anak perempuan, terutama bayi perempuan.
Salah satu alasan utama di balik tindakan keji ini adalah kemiskinan. Masyarakat saat itu khawatir tidak mampu menghidupi anak perempuan, sehingga mereka memilih untuk mengakhiri nyawa bayi mereka.
Namun, ajaran Islam datang membawa cahaya baru. Al-Quran dengan tegas melarang tindakan pembunuhan anak perempuan ini. Allah SWT menegaskan bahwa setiap anak, tanpa terkecuali, akan diberikan rezeki yang cukup oleh-Nya. Kekhawatiran akan kemiskinan yang menjadi alasan utama pembunuhan anak perempuan ini, sesungguhnya tidak berdasar.
Lebih lanjut, ayat 31 ini menyadarkan kita bahwa rezeki adalah hak setiap makhluk hidup. Allah SWT sebagai Maha Pemberi Rezeki akan menjamin kebutuhan setiap hamba-Nya. Kita tidak perlu khawatir dan cemas akan rezeki yang akan datang, karena Allah SWT telah mengatur segalanya.
Baca Juga
8 Bayi yang Pernah Bicara dalam Buaian
Tugas kita sebagai manusia hanyalah berusaha dan berdoa. Dengan demikian, tindakan membunuh anak perempuan karena alasan kemiskinan adalah sebuah dosa besar yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan ajaran agama.
Tak kalah penting, ayat ini juga menjadi koreksi terhadap pandangan sempit masyarakat Jahiliyah yang sering kali membedakan perlakuan antara anak laki-laki dan perempuan. Islam mengajarkan bahwa anak laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kasih sayang, pendidikan, dan perlindungan dari orang tua.
Dengan melarang pembunuhan anak perempuan, Allah SWT mengangkat derajat perempuan dan memberikan mereka martabat yang sama dengan laki-laki. Lebih jauh lagi, ayat ini mendorong umat Islam untuk membangun keluarga yang harmonis dan penuh kasih sayang, di mana setiap anggota keluarga merasa dihargai dan dicintai.
Tafsir Thabari
Sementara itu, Imam Thabari dalam kitab Tafsir Jami' al-Bayan, jilid XVII, halaman 436 menjelaskan bahwa maksud dari (وَلا تَقْتُلُوا أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاقٍ) ialah jangan membunuh anak-anak kamu karena takut kepada kemelaratan.
Artinya, ayat ini mengandung larangan keras terhadap praktik membunuh anak-anak karena takut akan kemiskinan, yang dahulu sering dilakukan oleh orang-orang jahiliyah.
Pada masa itu, mereka membunuh anak-anak mereka sendiri karena khawatir tidak mampu memberikan kehidupan yang layak atau takut menghadapi kemelaratan. Allah memperingatkan mereka melalui ayat ini bahwa rezeki, baik bagi mereka maupun bagi anak-anak mereka, adalah tanggung jawab Allah.
Allah menegaskan bahwa Dia-lah yang memberi rezeki kepada semua makhluk-Nya, sehingga tindakan membunuh anak-anak.
Lebih jauh lagi, ayat ini mengajarkan bahwa ketakutan akan kemiskinan tidak boleh menjadi alasan untuk melakukan tindakan yang kejam dan melanggar nilai-nilai kemanusiaan.
Membunuh anak-anak bukan hanya melanggar hak hidup mereka, tetapi juga menunjukkan kurangnya kepercayaan kepada Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang.
(وَلا تَقْتُلُوا أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاقٍ) : أي خشية الفاقة، وقد كان أهل الجاهلية يقتلون أولادهم خشية الفاقة، فوعظهم الله في ذلك، وأخبرهم أن رزقهم ورزق أولادهم على الله،
Artinya; "Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin." (Artinya: karena takut kekurangan). Dahulu, orang-orang jahiliyah membunuh anak-anak mereka karena takut miskin. Maka, Allah memberi mereka nasihat tentang hal itu dan memberitahukan bahwa rezeki mereka dan rezeki anak-anak mereka adalah tanggung jawab Allah,". (Imam Thabari, Jami' al-Bayan, [Mekkah: Darul Tarbiyah wa Turats, tt], halaman 436).
Tafsir Munir
Syekh DR. Wahbah Zuhaili dalam kitab Tafsir Munir, jilid XV, halaman 68 menjelaskan tentang keharaman membunuh anak-anak perempuan karena takut fakir, ejekan atau hal-hal lain secara mutlak.
Ayat ini sekaligus menyatakan bahwa nyawa setiap anak adalah suci dan berharga di mata Allah. Larangan membunuh anak didasari oleh pemahaman bahwa rezeki adalah anugerah Allah, bukan hasil dari upaya manusia untuk membatasi jumlah anggota keluarga. Praktik ini juga menunjukkan ketidakpercayaan manusia terhadap kuasa Allah dalam memberikan rezeki.
Dalam konteks sosial budaya Arab jahiliyah, anak perempuan sering kali dipandang sebagai beban karena dianggap kurang produktif dibandingkan anak laki-laki. Praktik penguburan hidup-hidup anak perempuan mencerminkan diskriminasi gender yang sangat mencolok.
Islam hadir untuk menghapus praktik keji ini dan menegaskan bahwa setiap jiwa manusia memiliki nilai yang sama. Dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللّٰهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: أَنْ تَجْعَلَ ِللّٰهِ نِدًّا وَهُوَ الَّذِيْ خَلَقَكَ. ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ. قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: أَنْ تُزَانِيَ بِحَلِيْلَةِ جَارِكَ. (رواه البخاري و مسلم)
Artinya; Dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata, "Saya bertanya, 'Wahai Rasulullah, dosa yang paling besar itu apa?' Beliau menjawab, 'Yaitu engkau mempersekutukan Allah, Padahal Dialah yang telah menciptakanmu.' Saya bertanya lagi, 'Kemudian apa?' Beliau menjawab, 'Engkau membunuh anakmu karena takut ia akan memakan makanan bersamamu.' Saya bertanya lagi, 'Kemudian apa?' Beliau menjawab, 'Engkau berzina dengan istri tetanggamu.'" (HR. Bukhari dan Muslim)
Secara munasabah, surat Al-Isra' ayat 31 erat kaitannya dengan surat at-Takwir ayat 8, yakni memberikan gambaran yang sangat jelas tentang praktik buruk yang pernah terjadi di masa Jahiliyah, yaitu pembunuhan bayi perempuan. Kedua ayat ini saling melengkapi dalam mengungkap kekejaman dan ketidakadilan yang dialami oleh anak-anak perempuan pada masa itu.
Surat Al-Isra' ayat 31 secara tegas melarang pembunuhan anak perempuan dengan alasan kemiskinan. Ayat ini menegaskan bahwa Allah-lah yang Maha Memberi Rezeki dan manusia tidak perlu khawatir akan kebutuhan hidup.
Larangan ini merupakan sebuah revolusi moral yang sangat penting, mengingat praktik ini telah menjadi kebiasaan yang dianggap wajar di masyarakat Arab Jahiliyah.
Sementara itu, surat At-Takwir ayat 8 memberikan gambaran yang lebih mengerikan tentang nasib bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup. Ayat ini seolah-olah memberikan suara kepada para korban yang tidak bersalah dan mempertanyakan alasan di balik tindakan keji tersebut.
Lebih lanjut, ayat ini juga ada korelasi dengan surat an-Nahl ayat 58 juga dijelaskan bahwa selain alasan ekonomi, terdapat juga faktor sosial dan budaya yang melatarbelakangi praktik ini.
Perempuan pada masa Jahiliyah seringkali dianggap sebagai beban dan tidak memiliki nilai sosial yang setara dengan laki-laki. Pada surat an-Nahl ayat 58 digambarkan kekecewaan seorang ayah ketika mendapatkan anak perempuan.
وَاِذَا بُشِّرَ اَحَدُهُمْ بِالْاُنْثٰى ظَلَّ وَجْهُهٗ مُسْوَدًّا وَّهُوَ كَظِيْمٌۚ ٥٨
Artinya, "Padahal apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam), dan dia sangat marah." (QS An-Nahl [16] ayat 58).
Islam datang membawa ajaran yang sangat berbeda. Islam menempatkan perempuan dan laki-laki pada kedudukan yang sama di hadapan Allah. Pembunuhan anak, baik laki-laki maupun perempuan, dianggap sebagai dosa besar.
Islam juga memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak dan mendorong masyarakat untuk memberikan kasih sayang dan perhatian kepada seluruh anggota keluarga.
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ مِّنْ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَاِيَّاهُمْ
Artinya, "Janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka." (QS al-An‘ām [6] yat 151)
Dengan demikian, membunuh anak sebagai upaya menghindari beban ekonomi adalah tindakan yang tidak hanya melanggar hukum Islam, tetapi juga menunjukkan ketidakpercayaan terhadap janji Allah. Lebih jauh lagi, tindakan tersebut juga bertentangan dengan fitrah kemanusiaan yang menjunjung tinggi nilai kehidupan.
Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam, Tinggal di Parung
Terpopuler
1
Bacaan Takbiran Idul Fitri Arab, Latin, dan Artinya
2
Data Hilal Jelang Idul Fitri 1446 H Menurut Lembaga Falakiyah PBNU dan BMKG
3
Khutbah Idul Fitri 1446 H: Ramadhan Membentuk Pribadi Berkarakter, Disiplin, dan Peduli Lingkungan
4
Khutbah Idul Fitri 1446 H: Pentingnya Menjaga Lisan saat Silaturahim Lebaran
5
Khutbah Jumat: Jangan Biarkan Ramadhan Berlalu Tanpa Jejak
6
Khutbah Idul Fitri 1446 H: Meraih Kesempurnaan Iman di Hari Kemenangan
Terkini
Lihat Semua