Bahtsul Masail

Apa Hak Non-Muslim yang Harus Dipenuhi?

Sab, 22 Mei 2021 | 22:45 WIB

Apa Hak Non-Muslim yang Harus Dipenuhi?

Muslim juga wajib berinteraksi (mu’asyarah) secara baik dengan nonmuslim. Hal ini mencakup pemenuhan jaminan keselamatan atas harga diri, harta, dan juga jiwa nonmuslim.

Assalamu 'alaikum wr. wb.

Redaksi NU Online, bagaimana seharusnya kita memperlakukan non-Muslim. Di kantor kita menemukan rekan kerja yang berasal dari pelbagai latar belakang, termasuk latar belakang agama yang berbeda. Mohon keterangannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb (hamba Allah/Depok)


Jawaban

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Pembicaraan hak dalam hubungan Muslim dan non-Muslim dapat berangkat dari keterangan Al-Qur’an dan sejumlah riwayat dari Nabi Muhammad SAW.


Keterangan Al-Qur’an dan hadits memberikan petunjuk bagi kita bagaimana menyikapi non-Muslim. Bahkan, umat Islam juga berkewajiban untuk memandikan dan memakamkan jenazah non-Muslim.


Artinya, secara umum non-Muslim memiliki hak yang sama dengan umat Islam pada umumnya. Seorang Muslim wajib memperlakukan mereka dengan baik. Berikut ini kami kutip sejumlah ayat Al-Quran terkait adab memperlakukan non-Muslim.


Surat Al-An’am ayat 108 berisi larangan bagi umat Islam untuk merendahkan kepercayaan non-Muslim.


وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ


Artinya, “Janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Surat Al-An’am ayat 108).


Adapun Surat Al-Baqarah ayat 256 menyatakan pilihan bagi manusia untuk memeluk agama Islam tanpa paksaan. Artinya, sebuah agama merupakan pilihan sadar dan pertimbangan matang pemeluknya.


لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ


Artinya, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Oleh karena itu siapa saja yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh ia telah berpegang kepada tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Surat Al-Baqarah ayat 256)


Surat Yunus ayat 99 secara jelas menyatakan bahwa Allah berkuasa atas pilihan agama manusia yang beragam. Allah dapat saja menyeragamkan keyakinan manusia di bumi. Oleh karenanya, Allah mengingatkan Nabi Muhammad SAW, apakah ia justru akan memaksa orang lain untuk beriman?


وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا ۚ أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّىٰ يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ


Artinya jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? (Surat Yunus ayat 99).


Allah mengajak umat Islam untuk bersikap proporsional dalam menyikapi non-Muslim. Artinya, bukan karena berbeda agama, terus kita tidak boleh berhubungan baik dengan non-Muslim. Allah tidak melarang Muslim untuk bergaul baik dengan non-Muslim. Ini sikap adil yang perlu dipegang.


لَّا يَنْهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمْ يُقَٰتِلُوكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوٓا۟ إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ


Artinya, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sungguh Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Surat Al-Mumtahanah ayat 8).


Surat Al-Ankabut ayat 46 sendiri bepesan perihal adab berdialog agama dengan non-Muslim.


وَلَا تُجَٰدِلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ إِلَّا بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ إِلَّا ٱلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ مِنْهُمْ ۖ وَقُولُوٓا۟ ءَامَنَّا بِٱلَّذِىٓ أُنزِلَ إِلَيْنَا وَأُنزِلَ إِلَيْكُمْ وَإِلَٰهُنَا وَإِلَٰهُكُمْ وَٰحِدٌ وَنَحْنُ لَهُۥ مُسْلِمُونَ


Artinya, “Janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah, ‘Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri,’” (Surat Al-Ankabut ayat 46).


Dari berbagai keterangan ini kita dapat menarik simpulan pada beberapa hal, yaitu:


1. Dalam soal muamalah terhadap non-Muslim seperti jual beli, sewa, pinjam, gadai, hibah, dan akad lainnya, Muslim wajib memenuhi syarat dan ketentuan muamalah sebagaimana bermuamalah dengan Muslim.


2. Muslim juga wajib berinteraksi (mu’asyarah) secara baik dengan non-Muslim. Hal ini mencakup pemenuhan jaminan keselamatan atas harga diri, harta, dan juga jiwa non-Muslim.


3. Dalam soal keyakinan, Muslim wajib menghormati keyakinan non-Muslim dalam meyakini ketuhanannya. Muslim dilarang mencaci maki sistem ketuhanan non-Muslim.


4. Muslim tidak boleh memaksakan keyakinannya terhadap non-Muslim.


5. Dialog antaragama dengan cara yang baik.


6. Muslim bertanggung jawab pada upaya penjaminan keselamatan harta, jiwa, dan juga harga diri non-Muslim.


Demikian jawaban singkat kami, semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.


Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,

Wassalamu ’alaikum wr. wb.


(Alhafiz Kurniawan)