Syariah

Leverage pada Trading Forex dan Bentuk-betuk Akadnya dalam Fiqih

Kam, 17 Desember 2020 | 14:00 WIB

Leverage pada Trading Forex dan Bentuk-betuk Akadnya dalam Fiqih

Ada tiga kemungkinan akad yang berlaku atas akses leverage pada trading forex ada 3, yaitu: (1) qardl, (2) syuf’ah, dan (3) syirkah.

Banyak testimoni berseliweran di media sosial bahwa pihak trader yang kalah (loss) dalam melakukan trading di pasar berjangka forex hanya menanggung jumlah kerugian yang diderita sebesar saldo deposit (ekuitas riil) yang dimilikinya pada akun trading di aplikasi broker forex.

 

Secara tidak langsung, ini menjadi indikasi bagi peneliti dalam kesempatan tulisan ini, untuk menempatkan secara tepat kedudukan fitur aplikasi leverage forex yang turut disertakan oleh situs broker pada situs broker trading forex tersebut.

 

Pada kesempatan awal tulisan terdahulu, penulis sempat memerinci bahwa ada tiga kemungkinan akad yang berlaku atas akses leverage ada 3, yaitu: (1) qardl, (2) syuf’ah, dan (3) syirkah. Dari ketiganya ini, memerlukan beberapa indikasi (madhinnah) yang bisa mengurainya. Semuanya sudah disebutkan oleh peneliti dalam kesempatan tulisan pertama.

 

Yang menarik untuk peneliti soroti, adalah:

  1. Ketika terjadi akad syuf’ah fasidah (akad akuisisi yang rusak), dan
  2. Ketika terjadi akad syirkah fasidah (akad kemitraan yang rusak).

 

Konsekuensi Transaksi dengan Akad Syuf’ah Fasidah pada Leverage Forex

Saat peneliti mengurai mengenai ketentuan terjadinya akad syuf’ah fasidah, maka peneliti menyebutkan bahwa praktik yang berlaku atas leverage adalah wajib dikembalikan pada konsep asal akad pertukaran, yaitu jual beli (bai). Konsep ini berlaku, khususnya bila objek barang yang dijadikan transaksi akuisisi (syuf’ah), adalah terdiri dari objek yang bisa dibagi (ma yanqasim).

 

Pertanyaannya, adalah apakah forex termasuk komoditas yang bisa dibagi? Jawabnya sudah barang tentu iya. Mengapa?

 

Sebab objek jual dan beli yang ada dalam trading forex merupakan nilai dari sejumlah mata uang, yang secara riil bisa dikalkulasi secara matematis, dan menghasilkan nilai pecahan yang bulat. Berapapun jumlah dan nilai objek itu ada, semuanya bisa dibagi secara bulat.

 

Lantas, apa konsekuensinya jika nilai itu bisa dibagi?

 

Sebagaimana sudah disampaikan oleh peneliti bahwa keberadaan akad syuf’ah itu harus kembali ke akad jual beli (bai’). Dengan demikian kerjasama antara trader dan broker dalam mendapatkan kontrak lot forex sebesar 1 lot (100.000 unit USD) merupakan kontrak jual beli murabahah (bagi hasil keuntungan dan kerugian jual beli).

 

Berdasarkan konsep bai’ murabahah ini, maka sudah barang tentu dibutuhkan indikasi justifikasi, yaitu utang yang diperoleh oleh trader forex dalam mendapatkan suntikan dana segar, merupakan entitas yang tidak ditempatkan sebagai relasi akad utang (qardl). Bagaimana relasi ini terjadi? Simak penjelasan berikut!

 

Beda Konsekuensi antara Jual Beli Murabahah dan Utang pada Akad Fitur Leverage

Sebagaimana kitat ketahui bahwa kaidah asal dari akad utang adalah kewajiban mengembalikan barang dengan nominal atau jumlah serta takaran yang sama dengan besaran uang atau barang yang dipinjam. Nah, itu artinya jika leverage itu dimaknai sebagai utang (qardl), maka pihak trader memiliki kewajiban mengembalikan harta utang yang diperoleh dari fitur leverage forex kepada broker, sesuai dengan besaran utangnya, khususnya bila terjadi kerugian (loss) pada trader.

 

Namun, realitas yang ada, trader hanya mengalami kerugian sebesar saldo deposit (ekuitas riil) yang dimilikinya dan tersimpan dalam akun forex trader pada situs broker yang diikutinya.

 

Lantas, bagaimana dengan utang leverage untuk mendapatkan kontrak trading yang dipinjamkan oleh broker?

 

Sudah pasti jawabnya adalah karena tidak ada pertanggungan bagi trader untuk menggantinya, maka itu mengindikasikan bahwa kerjasama antara trader dan broker adalah kerjasama dalam jual beli murabahah. Alhasil, akadnya adalah akad bai’ murabahah, yang ditengarai oleh:

  1. Untung rugi akibat trading sebagai yang ditanggung bersama antara kedua pihak yang bekerjasama dalam mendapatkan kontrak trading berupa lot.
  2. Kerugian akibat penyertaan modal oleh broker tidak dihitung sebagai utangnya broker.
  3. Jika kerugian penyertaan modal oleh broker ini dihitung sebagai utang, maka akadnya bukan lagi bai’ murabahah, melainkan positif bahwa akad itu adalah relasi akad qardl, sebagaimana disampaikan oleh peneliti pada tulisan kedua.

 

Konsekuensi Transaksi dengan Akad Syirkah Fasidah pada Leverage Forex

Di dalam akad syirkah, meniscayakan adanya penyertaan modal secara bersama-sama untuk melakukan usaha secara bersama-sama, dengan untung rugi ditanggung bersama sesuai dengan besaran nisbah penyertaan modal.

 

Dalam kasus trading forex yang disertai dengan leverage (pinjam modal), broker dan trader diketahui sama-sama melakukan penyertaan modal. Adapun bidang usahanya adalah melakukan trading forex, yang dilakukan dengan jalan memenuhi lot trading yang dipersyaratkan dalam trading oleh pihak penyelenggara bursa berjangka komoditi. Yang dimaksud sebagai pihak penyelenggara bursa di sini adalah semacam BEI (Bursa Efek Indonesia) atau pasar bursa lainnya yang diakui legalitasnya. Konteks usaha yang disasar oleh trader dan broker adalah trading.

 

Yang tidak terpenuhi dalam relasi akad syirkah untuk relasi antara trader dan broker dalam konteks ini adalah ketiadaan usaha bersama-sama yang merupakan ciri utama dari akad syirkah. Permasalahannya, jika bukan akad syirkah, lantas masuk kategori akad apa?

 

Jika menilik bahwa yang mengendalikan (tasharruf) terhadap total ekuitas yang dibutuhkan untuk masuk ke dalam trading adalah trader, maka secara jelas bahwa akad itu bukan dibangun atas dasar akad syirkah. Akad yang lebih tepat untuk menggambarkan relasi keduanya adalah termasuk rumpun akad mudlarabah (bagi hasil).

 

Dalam konteks tulisan penulis pada artikel terdahulu, akad yang berlangsung adalah bila terjadi akad syirkah yang fasidah (rusak), maka solusinya adalah akad dikembalikan ke akad dasar, yaitu akad jual beli (bai’).

 

Jika akad jual beli itu diberlakukan dalam konteks ini, maka jual beli yang dimaksud adalah jual beli murabahah. Alhasil, ada dua alternatif solusi, yaitu jika tidak masuk dalam rumpun akad mudlarabah, maka masuk dalam rumpun akad murabahah.

 

Secara akad mudlarabah, maka trader dalam konteks ini bertindak selaku mudlarib (pengelola). Alhasil, keuntungan dan kerugian yang didapat lewat relasi akad mudlarabah prinsipnya adalah sama, yaitu dibagi menurut nisbah kesepakatan yang berlaku. Hal yang sama juga berlaku untuk relasi akad murabahah.

 

Baca juga:

 

Kesimpulan

Trading forex yang dilakukan dengan leverage, yang ditengarai oleh adanya tambahan modal dari broker untuk memenuhi kuota lot trading, merupakan mekanisme yang diselenggarakan melalui peran relasi akad murabahah atau akad mudlarabah (bagi hasil). Kedua relasi ini merupakan respons terhadap sifat tambahan modal itu yang tidak berlaku sebagai utang, melainkan sebagai penyertaan modal.

 

Akad penyertaan modal hanya memungkinkan terjadi pada akad syuf’ah bila objek tradingnya berupa sesuatu yang tidak bisa dibagi, dan masuk akad syirkah bila objek usahanya dikerjakan secara bersama-sama antara trader dan broker.

 

Namun, dalam realitasnya, trading forex tidak bisa diberlakukan secara syuf’ah dan secara syirkah. Alhasil, konteks akadnya harus kembali ke akad dasar penyertaan modal, yaitu akad jual beli dan bagi hasil. Jual beli yang bisa mewadahi keduanya adalah murabahah. Akad bagi hasil yang bisa mewadahi keduanya adalah mudlarabah.

 

Sekali lagi yang penting untuk dicatat adalah bahwa kedua akad ini berlaku, dengan catatan, yaitu bila utang yang diperoleh dari mengakses fitur leverage tidak berlaku sebagai yang tertanggung oleh pihak trader. Namun, apabila sifat utang ini berubah menjadi tertanggung, maka berlaku ketentuan akad utang (qardl), sebagaimana yang telah diuraikan pada tulisan kedua. Wallahu a’lam bi al-shawab

 

Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah - Aswaja NU Center PWNU Jatim