Syariah

Robot Trading atau Expert Advisor: Analogi dan Status Hukumnya

Jum, 25 Juni 2021 | 15:00 WIB

Robot Trading atau Expert Advisor: Analogi dan Status Hukumnya

Sebagai instrumen, ada dua analogi dari penggunaan software sejenis EA ini dan sudah berlaku umum. Kedua instrumen yang bisa dianalogikan itu adalah software aplikasi M-Banking dan platform situs jual beli online

Banyak pertanyaan yang masuk ke akun media sosial penulis, baik yang memosisikan penulis selaku kolomnis di Ekonomi Syariah NU Online, maupun selaku peneliti bidang ekonomi syariah Aswaja NU Center PWNU Jatim.

 

Salah satu pertanyaan yang menarik dan mendesak untuk dijawab adalah berkaitan dengan analogi (qiyas) terhadap sah atau tidaknya Robot Trading, atau yang biasa dikenal sebagai Expert Advisor (EA) dalam melakukan trading di Pasar Berjangka.

 

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis mengingatkan bahwa konteks bahasan kita adalah:

  1. Berkaitan dengan transaksi di Pasar Berjangka.
  2. Objek yang ditransaksikan adalah al-umlah al-khashaish (efek khusus) atau al-auraq al-maliyah (surat-surat berharga/sekuritas) sehingga mesti bersifat namma’ (produktif).
  3. Software (perangkat lunak) yang digunakan memiliki landasan analisis fundamental dan analisis teknikal, tersertifikasi, dan dikeluarkan oleh broker berbadan hukum. Oleh karenanya, pemakaian software EA yang ilegal dan hanya diproduksi oleh perorangan, sangat tidak direkomendasikan oleh penulis.
  4. Grafik yang berjalan merupakan sinyal harga yang sudah terjadi, sehingga harga yang mendatang belum terjadi. Itu sebabnya, penggunaan EA menjadi sebuah keniscayaan agar transaksi di pasar berjangka menjadi sah secara syara’.

 

Berangkat dari keempat landasan berpikir tersebut, selanjutnya kita mencermati mengenai relasi EA dengan para trader. Dalam relasi ini, EA bertindak selaku instrumen trading yang berbasis online. Oleh karenanya, watak dari EA adalah harus memiliki karakteristik spesial sebagai instrumen, yaitu:

  1. Terkontrol. Artinya, EA tersebut harus bisa dipertanggungjawabkan validitasnya. Apabila terjadi kerusakan pada EA, maka pihak penerbit EA harus berani bertanggung jawab terhadap transaksi yang sudah dilakukan.
  2. Kerugian yang timbul akibat error system mengharuskan adanya ganti rugi sehingga modal (ra’su al-mal) para trader harus bisa kembali. Tanpa adanya keterjaminan ini, maka EA tidak sah untuk dijadikan sebagai instrumen trading.
  3. Sinyal trading yang disampaikan oleh EA, harus terukur dan diketahui kesesuaiannya dengan sinyal resmi yang berlaku di Pasar Modal (aswaq al-ra’su al-maliyyah). Oleh karena itu, bagi trader yang ingin menggunakan EA sebagai instrumen, harus terlebih dulu melakukan perbandingan sinyal pergerakan harga dengan broker resmi lain di pasar modal.
  4. Sinyal trading dalam EA hanya bisa terjadi jika emiten adalah sebuah perusahaan besar. Untuk perusahaan kecil, sudah pasti tidak akan masuk dalam kategori yang diperdagangkan asetnya di pasar modal. Oleh karenanya, sinyal pergerakan harganya juga menjadi majhul (tidak diketahui). Membeli sekuritas dari emiten kecil semacam ini, dan tidak terdaftar dalam board pasar modal adalah sama dengan untung-untungan (maisir). Jika sebuah platform EA justru menunjukkan sinyal pertumbuhan efek yang diterbitkannya, maka itu adalah ciri utama dari EA yang abal-abal. Para trader harus senantiasa berhati-hati menghadapinya
  5. EA dipergunakan tidak untuk maksud untung-untungan melainkan sebagai instrumen analisis dan instrumen menyampaikan perintah terhadap broker untuk mengeksekusi keputusan trading.

 

Analogi Expert Advisor (EA)

Sebagai instrumen, maka ada dua analogi dari penggunaan software sejenis EA ini dan sudah berlaku umum. Kedua instrumen yang bisa dianalogikan itu adalah:

  1. EA diserupakan dengan software aplikasi M-Banking.
  2. EA diserupakan dengan platform situs jual beli online

 

 

EA Dianalogikan dengan M-Banking

Menyerupakan Experti Advisory (EA) dengan aplikasi M-Banking merupakan langkah yang tepat disebabkan keputusan yang dilakukan lewat sistem adalah bersifat terkendali (terkontrol), dan sama-sama berbasis software.

 

Sifat terkendalinya M-Banking bila dibandingkan dengan EA dapat terjadi dalam beberapa hal, antara lain:

 

Pertama, transaksi yang terjadi akibat error system, bersifat bisa dibatalkan. Indikator ini bisa diketahui dari karakteristik M-Banking sendiri yang secara otomatis melakukan pembatalan saat berada di luar range pembayaran. Misalnya membeli pulsa dari operator tertentu sebesar 50 ribu rupiah. Namun, pihak operator pulsa tidak menyediakan paket tersebut, maka secara otomatis transaksi tidak bisa dilanjutkan, dan software M-Banking secara otomatis membatalkannya.

 

Kedua, transaksi yang berada di luar limit saldo deposit, tidak bisa dilakukan. Di dalam EA, transaksi yang berada limit time frame, take profit, dan stop loss, dapat dihentikan secara otomatis sebagaimana transaksi yang melebihi ambang saldo deposit.

 

Ketiga, transaksi bisa dipantau melalui notifikasi yang diberikan oleh bank penyelenggara transaksi M-Banking. EA memberi notifikasi berdasar chart yang terus bisa dipantau pergerakannya.

 

EA Dianalogikan dengan Transaksi di Marketplace

Selain terhadap M-Banking, EA juga bisa dianalogikan dengan software aplikasi belanja online di marketplace besar seperti Bukalapak, Tokopedia, Shopee, atau sejenisnya. EA juga juga bisa diserupakan dengan aplikasi E-Mas atau Tabunganku dari Pegadaian.

 

Perbedaannya hanya terdapat pada objek yang diperjualbelikan (mabi’). Mabi’ di marketplace terdiri dari aset konsumtif, sementara aset yang diperdagangkan lewat EA adalah aset produktif

 

Perbedaan pada objek mabi’ tidak membuat penganalogian kedua instrumen EA dengan software aplikasi marketplace masuk dalam qiyas ma’a al-fariq (analogi yang batil) sebab akar yang penyamaan adalah sama, yaitu adanya praktik jual dan beli, serta ada objek yang dijualbelikan. Sifat perbedaan hanya terjadi pada diketahui-tidaknya grafik pergerakan harga. Grafik tersebut adalah amrun kharij (faktor eksternal) yang tidak ada pengaruhnya dengan jual beli. Tahu dan tidak tahu terhadap grafik pergerakan harga adalah bersifat mulgha (diabaikan) sebab pasti terjadi pada semua efek atau sil’ah yang disimpan (tadkhir).

 

Transaksi melalui marketplace meniscayakan adanya penjamin transaksi yang terdiri dari pihak admin marketplace. Transaksi di marketplace juga meniscayakan adanya tampilan objek yang diperjualbelikan. Barang yang terbeli dan dibatalkan pengirimannya oleh penjual, meniscayakan kembalinya uang ke saldo deposit akun pembeli.

 

Hal yang sama juga terjadi pada EA. Saat pergerakan harga berada pada level stop loss, EA tidak lagi melakukan aksi ask/short (beli). Demikian halnya dengan saat grafik pergerakan harga mencapai level margin take profit, mesin EA secara otomatis akan melakukan stop bid/long (beli). Di saat itu, semua kapital trader akan tertahan di saldo deposit. Di saat jangka waktu kontrak telah habis, maka di saat itu terjadi konversi seluruh kapital ke dalam bentuk rupiah, secara otomatis oleh EA. Saldo Deposit para trader dijamin keamanannya oleh rekening escrow dan bisa ditarik oleh trader kapan saja.

 

Status Hukum

Berbekal penganalogian ini, maka penggunaan EA sebagai instrumen trading adalah boleh, akan tetapi segala sesuatunya dikembalikan lagi kepada sikap para trader.

 

Jika EA dipergunakan sebagai sarana untuk melakukan spekulasi, maka EA menjadi haram. Akan tetapi jika EA digunakan sebagai sarana untuk membantu analisis dalam berinvestasi, maka boleh.

 

Sejauh hasil pengamatan peneliti, syarat utama EA yang boleh digunakan sebagai instrumen berinvestasi adalah:

  1. EA tersebut harus bersifat terkontrol dan dapat dijamin validitas dan reliabilitas data sinyal tradingnya.
  2. Sifat penjaminan EA juga mutlak harus bisa dipertanggungjawabkan secara hukum negara
  3. Sinyal trading yang kuat, hanya memungkinkan terjadi dan berasal dari perusahaan yang kuat.

 

Wallahu a'lam bish-shawab

 

 

Muhammad Syamsudin, Direktur eL-Samsi, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jatim