Membangun, Mengijing, atau Menghias Kuburan, Bolehkah?
NU Online ยท Jumat, 10 Juli 2020 | 08:00 WIB

Islam melarang adanya monopoli tanah milik publik, termasuk dengan mempermanenkan kuburan. (Ilustrasi: via saudigazette.com)
M Ali Zainal Abidin
Kolomnis
Setiap disebutkan kata kuburan, umumnya yang terlintas dalam benak pikiran adalah rasa takut, khawatir, dan cemas. Perasaan inilah yang oleh sebagian kalangan ingin ditepis dan dihilangkan dengan cara membuat kuburan tampak terlihat ramah dengan dibangun (dikijing) dan diperindah agar orang yang melewati kuburan menjadi lebih tenang dan tidak takut. Bahkan ada juga yang mengecat kuburan dengan beraneka warna, hingga kuburan yang awalnya menyeramkan, justru dipandang sebagai objek seni yang indah.
ย
Lantas bagaimana syariat menyikapi realitas tersebut?
ย
Rasulullah pernah bersabda dalam salah satu haditsnya:
ย
ู ูุง ุฑูุฃูููุชู ู ูููุธูุฑูุง ููุทูู ุฅููููุง ููุงููููุจูุฑู ุฃูููุธูุนู ู ููููู
ย
โTidak aku lihat pemandangan, kecuali kuburanlah yang paling menakutkanโ (HR. Ahmad).
ย
Berdasarkan hadits tersebut, kuburan sejatinya memang dicirikan sebagai tempat yang menyeramkan. Hal ini tak lain ditujukan agar orang yang melihat dan menziarahi kuburan dapat mengambil iktibar dari keadaan orang yang telah meninggal, sehingga ia semakin bertambah ketakwaannya dan semakin mempersiapkan bekal dalam menghadapi kematian.
ย
Tidak heran jika Rasulullah melarang membangun kuburan dan memperindahnya dengan diplester. Dalam hadits dijelaskan:
ย
ยซ๏ปง๏ปฌ๏ปฐ ๏บญ๏บณ๏ปฎ๏ป ุง๏ป๏ป ๏ปช ๏บป๏ป ๏ปฐ ุง๏ป๏ป ๏ปช ๏ป๏ป ๏ปด๏ปช ๏ปญ๏บณ๏ป ๏ปข ๏บ๏ปฅ ๏ปณ๏บ ๏บผ๏บบ ุง๏ป๏ป๏บ๏บฎุ ๏ปญ๏บ๏ปฅ ๏ปณ๏ป๏ป๏บช ๏ป๏ป ๏ปด๏ปชุ ๏ปญ๏บ๏ปฅ ๏ปณ๏บ๏ปจ๏ปฐ ๏ป๏ป ๏ปด๏ปชยป
ย
โRasulullah shalallahu โalaihi wasallam melarang untuk memplester kuburan, duduk di atasnya dan membangun kuburanโ (HR Muslim).
ย
Larangan dalam membangun kuburan (jawa: mengijing) ini oleh para ulama diarahkan pada hukum makruh ketika tidak ada hajat dan jenazah dikuburkan di tanah milik pribadi. Berbeda halnya jika mayit dikuburkan di pemakaman umum, maka hukum membangun kuburan adalah haram dan wajib untuk membongkar bangunan tersebut, sebab akan berdampak pada memonopoli tanah yang sebenarnya digunakan secara umum. Dalam kitab Fath al-Muโin dijelaskan:
ย
ููุฑู ุจูุงุก ูู ุฃู ูููุจุฑ ุฃู ุนููู ูุตุญุฉ ุงูููู ุนูู ุจูุง ุญุงุฌุฉ ูุฎูู ูุจุด ุฃู ุญูุฑ ุณุจุน ุฃู ูุฏู ุณูู.
ย
ูู ุญู ูุฑุงูุฉ ุงูุจูุงุก ุฅุฐุง ูุงู ุจู ููู ูุฅู ูุงู ุจูุงุก ููุณ ุงููุจุฑ ุจุบูุฑ ุญุงุฌุฉ ู ู ุง ู ุฑ ุฃู ูุญู ูุจุฉ ุนููู ุจู ุณุจูุฉ ููู ู ุง ุงุนุชุงุฏ ุฃูู ุงูุจูุฏ ุงูุฏูู ูููุง ุนุฑู ุฃุตููุง ูู ุณุจููุง ุฃู ูุง ุฃู ู ููููุฉ ุญุฑู ููุฏู ูุฌูุจุง ูุฃูู ูุชุฃุจุฏ ุจุนุฏ ุงูู ุญุงู ุงูู ูุช ูููู ุชุถููู ุนูู ุงูู ุณูู ูู ุจู ุง ูุง ุบุฑุถ ููู.
ย
โMakruh membangun kuburan, sebab adanya larangan syaraโ. Kemakruhan ini ketika tanpa adanya hajat, seperti khawatir dibongkar, dirusak hewan atau diterjang banjir. Hukum makruh membangun kuburan ini ketika mayit di kubur di tanah miliknya sendiri, jika membangun kuburan dengan tanpa adanya hajat atau memberi kubah pada kuburan ini di pemakaman umum, yakni tempat yang biasa digunakan masyarakat setempat untuk mengubur jenazah, baik diketahui asalnya dan keumumannya atau tidak, atau di kuburkan di tanah wakaf, maka membangun kuburan tersebut hukumnya haram dan wajib dibongkar, sebab kuburan tersebut akan menetap selamanya meski setelah hancurnya mayit, dan akan menyebabkan mempersempit umat muslim tanpa adanya tujuanโ (Syekh Zainuddin al-Maliabar, Fath al-Muโin, hal. 219).
ย
Di samping itu, kemakruhan membangun kuburan di tanah pribadi ini hanya berlaku ketika tujuan dari membangun bukan untuk menghias (tazyin) atau mempermegah kuburan. Misal karena bertujuan menandai kuburan satu dengan yang lainnya, atau tidak bertujuan apa-apa, hanya sebatas ingin membangun saja. Jika tujuan dari membangun adalah menghias dan memegahkan kuburan, maka hukum membangun ini meningkat menjadi haram. Seperti yang disampaikan dalam kitab al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arbaโah:
ย
ููุฑู ุฃู ูุจูู ุนูู ุงููุจุฑ ุจูุช ุฃู ูุจุฉ ุฃู ู ุฏุฑุณุฉ ุฃู ู ุณุฌุฏ ุฃู ุญูุทุงู - ุฅุฐุง ูู ููุตุฏ ุจูุง ุงูุฒููุฉ ูุงูุชูุงุฎุฑ ูุฅูุง ูุงู ุฐูู ุญุฑุงู ุง
ย
โMakruh membangun pada kuburan sebuah ruang, kubah, sekolah, masjid, atau tembok, ketika tidak bertujuan untuk menghias dan memegahkan, jika karena tujuan tersebut, maka membangun pada makam dihukumi haramโ (Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arbaโah, juz 1, hal. 536).
ย
Perincian hukum membangun pada kuburan di atas, dikecualikan ketika mayit adalah orang yang shaleh, ulama atau dikenal sebagai wali (kekasih Allah), maka boleh makam tersebut diabadikan dengan dibangun agar orang-orang dapat berziarah dan bertabarruk pada makam tersebut. Meskipun makam orang soleh ini berada di pemakaman umum. Dalam Hasyiyah Ianah Ath-Thalibin:
ย
๏ป๏บ๏ปฎ๏บญ ุง๏ป๏บผ๏บ๏ป๏บค๏ปด๏ปฆ ๏ปณ๏บ ๏ปฎ๏บฏ ๏บ๏ปจ๏บ๏บ ๏ปซ๏บ ๏ปญ๏ป๏ปฎ ๏บ๏ปุจ๏บ ๏ปน๏บฃ๏ปด๏บุก ุง๏ป๏บฐ๏ปณ๏บ๏บญ๏บ ๏ปญุง๏ป๏บ๏บ๏บฎ๏ป. ๏ป๏บ๏ป ุง๏ป๏บค๏ป ๏บ๏ปฒ: ๏ปญ๏ป๏ปฎ ๏ป๏ปฒ ๏ปฃ๏บด๏บ๏ป ๏บุ ๏ปญ๏บ๏ป๏บ๏ปฐ ๏บ๏ปช
ย
โMakam para ulama boleh dibangun meskipun dengan kubah, untuk menghidupkan ziarah dan mencari berkah. Al-Halabi berkata: โMeskipun di lahan umumโ, dan ia memfatwakan hal itu (Syekh Abu Bakr Muhammad Syatha, Hasyiyah Ianah Ath-Thalibin, juz 2, hal. 137).
ย
Alasan di balik pelarangan membangun kuburan ini adalah karena dalam membangun kuburan terdapat unsur menghias kuburan atau mempermewah kuburan. Selain itu, menurut Imam al-Qulyubi, membangun kuburan merupakan bentuk menghambur-hamburkan harta tanpa adanya tujuan yang dibenarkan oleh Syaraโ, seperti disampaikan dalam kitab Hasyiyah Umairah:
ย
๏ป๏บ๏ป ุง๏ปท๏บ๏ปค๏บ: ๏ปญ๏บฃ๏ป๏ปค๏บ ุง๏ป๏ปจ๏ปฌ๏ปฒ ุง๏ป๏บ๏บฐ๏ปณ๏ปด๏ปฆ ๏บ๏ป๏ปฎ๏ป: ๏ปญ๏บ๏บฟ๏บ๏ป๏บ ุง๏ป๏ปค๏บ๏ป ๏ป๏ป๏ปด๏บฎ ๏ป๏บฎ๏บฝ ๏บท๏บฎ๏ป๏ปฒ
ย
โPara ulama berkata, โHikmah (alasan) larangan membangun kuburan adalah menghias.โ Saya (Umairah) katakana, โJuga karena menghamburkan harta tanpa tujuan yang dibenarkan syariโatโ,โ (Ahmad al-Barlasi al-โUmairah, Hasyiyah Umairah, juz 1, hal. 441).
ย
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membangun kuburan (mengijing) hukum asalnya adalah makruh ketika dibangun di tanah pribadi, selama tidak bertujuan untuk menghias dan memegahkan kuburan. Sedangkan jika kuburan berada di tanah milik umum, maka hukum membangunnya adalah haram dan wajib untuk dibongkar. Perincian hukum ini, dikecualikan ketika makam tersebut adalah makam ulama atau orang yang saleh, maka boleh dan tidak makruh membangun makam tersebut agar dapat diziarahi oleh khalayak umum.
ย
Setelah mengetahui perincian hukum tersebut, alangkah baiknya tatkala kita melihat salah satu makam keluarga kita yang berada di pemakaman umum (bukan tanah pribadi) dan masih saja di bangun (dikijing), agar secara sukarela membongkarnya demi kemaslahatan bersama. Sebab pemakaman umum berlaku untuk masyarakat secara umum, bukan monopoli perseorangan, apalagi sampai mengurangi kapasitas pemakaman masyarakat setempat karena banyaknya kuburan yang dibangun.
ย
Namun dalam penerapan hal demikian pada kuburan orang lain yang bukan keluarga kita, alangkah baiknya jika hukum demikian disampaikan secara santun dan bijaksana, sebab hal ini merupakan persoalan yang sensitif. ย Apabila dirasa ketika hukum demikian disampaikan kepada orang lain dan diyakini menyebabkan perpecahan dan kemudaratan yang lebih besar daripada maslahat yang ada, maka lebih baik tidak disampaikan, dengan tetap berusaha mengupayakan cara yang lebih baik. Wallahu aโlam.
ย
ย
Ustadz M. Ali Zainal Abidin, Pengajar di Pondok Pesantren Annuriyyah, Kaliwining, Rambipuji, Jember
Terpopuler
1
Isi Akhir dan Awal Tahun Baru Hijriah dengan Baca Doa Ini
2
3 Jenis Puasa Sunnah di Bulan Muharram
3
Istikmal, LF PBNU Umumkan Tahun Baru 1447 Hijriah Jatuh pada Jumat, 27 Juni 2025
4
Niat Puasa Muharram Lengkap dengan Terjemahnya
5
Data Awal Muharram 1447 H, Hilal Masih di Bawah Ufuk
6
Khutbah Jumat: Meraih Fokus Hidup Melalui Shalat yang Khusyuk
Terkini
Lihat Semua