Khutbah

Khutbah Idul Adha: Hari Raya dan Kebahagiaan Bersama

Sab, 15 Juni 2024 | 14:30 WIB

Khutbah Idul Adha: Hari Raya dan Kebahagiaan Bersama

Khutbah Idul Adha: Hari Raya dan Kebahagiaan Bersama (NU Online).

Khutbah Idul Adha 1445 H ini mengajak jamaah untuk memaknai Hari Raya Idul Adha sebagai kebahagian bersama. Kebahagiaan semua orang.
 

Teks khutbah berikut ini berjudul "Khutbah Idul Adha: Hari Raya dan Kegembiraan Bersama". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan dekstop). Semoga bermanfaat! (Redaksi)



Khutbah I
 

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، (3 مَرَّاتٍ) وَللهِ الْحَمْدُ. اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا، وَنَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ، وَرَحْمَتُهُ الْمُهْدَاةُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الأَمِيْنِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ
 

أَمَّا بَعْدُ، فَأُوصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ، القَائِلِ فِي كِتَابِهِ الكَرِيْمِ: إِنَّآ أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ 
 

Ma’âsyiral Muslimîn jama’ah shalat ‘Idul Adhhâ rahimakumullâh
Mengawali khutbah ‘îd pada pagi hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allâh, kapanpun dan di manapun kita berada serta dalam keadaan sesulit apapun dan dalam kondisi yang bagaimana pun, dengan cara melaksanakan segenap kewajiban dan menjauhi segala larangan Allâh.
 

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumullâh
Hari raya sejatinya adalah hari yang dirayakan setelah seorang hamba melakukan berbagai ketaatan dan penghambaan kepada Allâh. Idul Adha sejatinya adalah bagi mereka yang telah sungguh-sungguh melaksanakan ibadah puasa dan berbagai ibadah di bulan Ramadlân. Dan Idul Adha sejatinya adalah bagi mereka yang telah menjalankan rukun haji yang paling utama, yaitu wukuf di ‘Arafah, atau bagi mereka yang telah sungguh-sungguh melakukan ketaatan dan ibadah pada 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah. Merekalah yang sejatinya berhari raya.
 

Orang-orang yang tidak mendahului dua hari raya dengan berbagai ketaatan dan ibadah, lalu apa yang mereka rayakan?  
 

 اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ
 

Hadirin jama’ah shalat Idul Adharahimakumullâh
Hari raya sejatinya bukanlah hari kegembiraan bagi sebagian orang. Pada hari raya, semestinya yang berbahagia bukanlah orang-orang tertentu. Seharusnya kita semua bergembira. Seharusnya kita semua berbahagia. Karena hari raya sejatinya adalah hari raya seluruh umat. Hari raya adalah kegembiraan umat Islam di seluruh dunia. Hari raya adalah kegembiraan bersama.
 

Kurban yang mengiringi Idul Adha adalah bukti bahwa Islam menggariskan agar hari raya melahirkan kegembiraan bersama. Orang yang mampu berkurban, ia bagikan daging hewan kurban kepada orang-orang yang tidak mampu, yang sebagian dari mereka mungkin hanya merasakan daging setahun sekali. Dengan itu, kegembiraan akan merata. Kegembiraan akan dirasakan oleh sebanyak-banyaknya umat Islam.
 

Dari titik ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa memenuhi kebutuhan orang-orang yang membutuhkan dan menggembirakan mereka dengan daging kurban adalah sesuatu yang semestinya selalu mengiringi setiap momen hari raya. Hakikat hari raya adalah kegembiraan bersama, kasih sayang, empati dan berbagi kepada sesama. 
 

Hadirin rahimakumullâh
Sebagai upaya untuk menjadikan hari raya sebagai kegembiraan bersama, kita seyogyanya menyambut hari raya dengan mempersiapkan diri kita untuk berbagi dengan yang lain. Menjelang hari raya, kita persiapkan diri kita untuk membantu sesama, meringankan beban saudara-saudara kita yang membutuhkan dan menghilangkan kesedihan mereka dengan menyumbangkan sebagian harta kita. Jika tidak mampu, maka dengan ucapan-ucapan yang indah yang dapat menghibur hati mereka, dengan sapaan dan senyuman tulus kepada mereka serta lantunan doa untuk kebaikan mereka.
 

Ketika kita berkumpul bersama ayah-ibu kita, bersama anak-anak kita, teman-teman kita dan orang-orang yang kita cintai dalam suasana makan bersama pada momen hari raya, ingatlah bahwa di sana masih banyak anak-anak yatim yang tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua mereka.
 

Di sana ada janda-janda yang bekerja membanting tulang mencari nafkah untuk menghidupi anak-anak mereka. Ingatlah bahwa di berbagai tempat banyak orang yang kehilangan pekerjaan. Di berbagai daerah masih banyak orang yang kesulitan mencari nafkah.
 

Paling tidak, kita lantunkan doa untuk mereka pada hari yang penuh keberkahan ini. Pada hari yang semestinya semua orang bergembira, mereka menahan kesedihan, merasakan perihnya kehidupan dan menanggung beban hidup yang serba kesulitan. Kita selipkan doa untuk mereka di tengah kegemberiaan kita. 
 

Hadirin jama’ah shalat Idul Adharahimakumullâh
Kita hadirkan dalam hati bahwa pada saat kita membantu orang-orang yang membutuhkan atau mendoakan mereka, pada hakikatnya kita sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri. Kita renungkan dan kita hadirkan dalam hati kandungan makna dari ayat-ayat berikut ini:
 

إِنۡ أَحۡسَنتُمۡ أَحۡسَنتُمۡ لِأَنفُسِكُمۡۖ  
 

Artinya, “Jika kalian berbuat baik, sejatinya kalian telah berbuat baik bagi diri kalian sendiri.” (QS al-Isrâ’: 7).
 

وَمَا تُنفِقُواْ مِنۡ خَيۡرٖ فَلِأَنفُسِكُمۡۚ وَمَا تُنفِقُونَ إِلَّا ٱبۡتِغَآءَ وَجۡهِ ٱللَّهِۚ وَمَا تُنفِقُواْ مِنۡ خَيۡرٖ يُوَفَّ إِلَيۡكُمۡ وَأَنتُمۡ لَا تُظۡلَمُونَ  
 

Artinya, “Dan apa pun harta yang kalian infakkan di jalan Allâh, maka pahalanya itu untuk diri kalian sendiri. Dan janganlah kalian berinfak melainkan karena mencari ridha Allâh. Dan apa pun harta yang kalian infakkan, niscaya kalian akan diberi pahala secara penuh dan kalian sedikit pun tidak akan dirugikan.” (QS Al-Baqarah: 272).
 

Hadirkan juga dalam hati apa yang disabdakan Baginda Nabi Muhammad saw:
 

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
 

Artinya, “Barang siapa membebaskan seorang mukmin dari kesulitan dunia, maka Allâh akan membebaskannya dari suatu kesulitan pada hari kiamat. Barang siapa memberi kemudahan kepada orang yang dalam kesulitan, maka Allâh akan memberikan baginya kemudahan di dunia dan akhirat. Barang siapa menutup aib seorang muslim, maka Allâh akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allâh akan selalu menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya sesama muslim.” (HR Muslim). 
 

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ
 

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumullâh
Kepada mereka yang mengalami masa-masa sulit dalam hidup  mereka yang disebabkan berbagai masalah, kita katakan bahwa musibah yang menimpa kalian tidak sebanding dengan apa yang menimpa Nabi Ibrâhîm dan Nabi Ismâ’îl beserta keluarga mereka. 
 

Hadirin rahimakumullâh
Dalam penantian yang sangat lama hingga mencapai puncak usia 86 tahun, Nabi Ibrâhîm baru dikaruniai seorang anak yang kemudian diberi nama Ismâ’îl. Setelah belahan jiwanya itu tumbuh dewasa menjadi seorang remaja, Allâh memerintahkan kepada Baginda Nabi Ibrâhîm agar menyembelih putra yang sangat dicintai dan dinanti-nanti itu.
 

Apa sikap Nabi Ibrâhîm dan Nabi Ismâ’îl menerima perintah itu?
 

Dengan ketundukan yang total kepada Allâh, Nabi Ibrâhîm bersegera menjalankan perintah itu tanpa ada keraguan sedikit pun. Sang putra juga menyambut perintah itu dengan kepasrahan yang total tanpa ada protes sepatah katapun. Subhâna Allâh! Sebuah potret keluarga shalih yang lebih mengutamakan perintah Allâh dibandingkan dengan apa pun selainnya. Ayah dan anak saling menolong dan menyemangati untuk melaksanakan perintah Allâh.
 

Dialog indah antara keduanya terekam dalam al-Qur’an sebagaimana diceritakan oleh Allâh :
 

قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰ 
 

Artinya, “..... Ibrâhîm berkata: ‘Duhai putraku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu?’”  (QS As-Shâffât: 102).
 

Sebagaimana kita tahu bahwa mimpi para nabi adalah wahyu. Sedangkan perkataan Nabi Ibrâhîm kepada putranya, “Maka pikirkanlah apa pendapatmu?,” bukanlah permintaan pendapat kepada putranya apakah perintah Allâh itu akan dijalankan ataukah tidak. Juga bukanlah sebuah keragu-raguan. Nabi Ibrâhîm hanya ingin mengetahui kemantapan hati putranya dalam menerima perintah Allâh. 
 

Lalu dengan kemantapan dan keteguhan hati, Nabi Ismâ’îl menjawab dengan jawaban yang menunjukkan bahwa kecintaannya kepada Allâh jauh melebihi kecintaannya kepada jiwa dan dirinya sendiri:
 

قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ
 

Artinya, “Ismâ’îl menjawab: ‘Wahai ayahandaku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insyâa Allâh engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’.” (QS As-Shâffât: 102)
 

Jawaban Ismâ’îl yang disertai “Insyâa Allâh” menunjukkan keyakinan sepenuh hati dalam dirinya bahwa segala sesuatu terjadi dengan kehendak Allâh. Apa pun yang dikehendaki Allâh pasti terjadi, dan apa pun yang tidak dikehendaki Allâh pasti tidak akan terjadi.
 

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ
 

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumullâh

Demi mendengar jawaban dari sang putra tercinta, Nabi Ibrâhîm lantas menciumnya dengan penuh kasih sayang sembari menangis terharu dan mengatakan kepada Ismâ’îl:
 

نِعْمَ الْعَوْنُ أَنْتَ يَا بُنَيَّ عَلَى أَمْرِ اللهِ
 

Artinya, “Engkaulah sebaik-baik penolong bagiku untuk menjalankan perintah Allâh, duhai putraku.”
 

Nabi Ibrâhîm kemudian mulai menggerakkan pisau di atas leher Ismâ’îl. Akan tetapi pisau itu sedikit pun tidak dapat melukai leher Ismâ’îl. Hal ini dikarenakan pencipta segala sesuatu adalah Allâh. Pisau hanyalah sebab terpotongnya sesuatu. Sedangkan pencipta terpotongnya sesuatu dan pencipta segala sesuatu tiada lain adalah Allâh. Sebab tidak dapat menciptakan akibat. Pisau tidak dapat menciptakan terpotongnya leher Nabi Ismâ’îl. Sebab maupun akibat, keduanya adalah ciptaan Allâh.
 

Hadirin yang berbahagia
Berkat takwa, sabar dan tawakal serta ketundukan total yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrâhîm dan Ismâ’îl, Allâh kemudian memberikan jalan keluar dan mengganti Ismâ’îl dengan seekor domba jantan yang besar dan berwarna putih yang dibawa malaikat Jibrîl dari surga. Allâh berfirman:
 

إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ ٱلۡبَلَٰٓؤُاْ ٱلۡمُبِينُ، وَفَدَيۡنَٰهُ بِذِبۡحٍ عَظِيمٖ
 

Artinya, “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus Ismâ’îl dengan seekor sembelihan yang agung” (QS ash-Shâffât: 106-107).
 

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumullâh
Mari kita renungkan bersama, hadirin sekalian. Di tengah berbagai problem kehidupan, marilah kita meneladani apa yang dicontohkan oleh Nabi Ibrâhîm dan Ismâ’îl ketika diuji oleh Allâh dengan ujian yang sangat berat tersebut. 
 

Berkat ketakwaan, sikap sabar, tawakal, keteguhan hati dalam menjalankan perintah Allâh dan ketundukan yang total kepada-Nya, Nabi Ibrâhîm dan Isma’il pada akhirnya mendapatkan jalan keluar dan pertolongan dari Allâh. 
 

Kita harus yakin bahwa di setiap kesulitan pasti ada kemudahan, jika kita bersabar. Kita harus yakin bahwa di setiap musibah pasti ada hikmah, jika kita bertawakal. Kita harus yakin bahwa di setiap masalah, pasti akan kita temukan jalan keluar, jika kita bertakwa. Dan kita yakin bahwa di setiap kesusahan pasti ada kebahagiaan, jika kita tunduk total kepada Allâh.
 

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumullâh
Akhirnya kita berdoa, semoga Allâh menghindarkan negara kita secara khusus dan seluruh negeri umat Islam dari segala bala’, musibah, wabah, melambungnya harga, kemungkaran, keburukan, kekejian, berbagai kesulitan dan kesusahan. 
 

آمِيْنَ يَا مُجِيْبَ السَّائِلِيْنَ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

 

Khutbah II
 

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، (2 مَرَّاتٍ)، اَللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ. اَلْحَمْدُ للهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ
 

أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاتَّقُوا اللهَ تَعَالَى فِي هٰذَا الْيَوْمِ الْعَظِيمِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِيِّۚ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ صَلُّواْ عَلَيۡهِ وَسَلِّمُواْ تَسۡلِيمًا
 

اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ، وَارْضَ اللهم عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الصَّالحينَ. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، اللهم اجْعَلْ عِيدَنَا هٰذَا سَعَادَةً وَتَلَاحُمًا، وَمَسَرَّةً وَتَرَاحُمًا، وَزِدْنَا فِيهِ طُمَأْنِيْنَةً وَأُلْفَةً، وَهَنَاءً وَمَحَبَّةً، وَأَعِدْهُ عَلَيْنَا بِالْخَيْرِ وَالرَّحَمَاتِ، وَالْيُمْنِ وَالْبَرَكَاتِ، اللهم اجْعَلِ الْمَوَدَّةَ شِيمَتَنَا، وَبَذْلَ الْخَيْرِ لِلنَّاسِ دَأْبَنَا، اللهم أَدِمِ السَّعَادَةَ عَلَى وَطَنِنَا، وَانْشُرِ الْبَهْجَةَ فِي بُيُوْتِنَا، وَاحْفَظْنَا فِي أَهْلِيْنَا وَأَرْحَامِنَا، وَأَكْرِمْنَا بِكَرَمِكَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْأَبْرَارِ، يَا عَزِيزُ يَا غَفَّارُ
 

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُ بِٱلۡعَدۡلِ وَٱلۡإِحۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَيَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ وَٱلۡبَغۡيِۚ يَعِظُكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ، فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، عِيْدٌ سَعِيْدٌ وَكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ
 


Ustadz Nur Rohmad, Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Kab. Mojokerto. Tinggal di Kec. Dawarblandong, Mojokerto.