Khutbah

Khutbah Jumat: Jadilah Pemilih dan Peserta Cerdas untuk Pemilu Berkualitas

Rab, 27 Desember 2023 | 19:00 WIB

Khutbah Jumat: Jadilah Pemilih dan Peserta Cerdas untuk Pemilu Berkualitas

Pemilu. (Foto: Istimewa)

Khutbah Jumat ini mengajak kepada seluruh elemen bangsa Indonesia, khususnya umat Islam untuk bersama-sama menyukseskan agenda pesta demokrasi, pemilihan umum yang digelar pada 2024. Sebagai umat mayoritas di Indonesia, umat Islam harus mampu menjadi contoh untuk mewujudkan Pemilu yang damai dan sukses.


Teks khutbah Jumat berikut ini dengan judul "Khutbah Jumat: Jadilah Pemilih dan Peserta Cerdas untuk Pemilu Berkualitas". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat! Cara mencetak, klik tombol download di atas atau bawah naskah khutbah.    



Khutbah I


اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَكْرَمَ مَنْ اِتَّقَى بِمَحَبَّتِهِ وَأَوْعَدَ مَنْ خَالَفَهُ بِغَضَبِهِ وَعَذَابِهِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَرْسَلَهُ بِالْهُدَى وَالدِّيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَحَبِيْبَنَا وَشَفِيْعِنَا وَقُرَّةِ أَعْيُنِنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ الله وَخَيْرِ خَلْقِهِ، وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِهِ، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا اَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَاتَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى :يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ


Hadirin jamaah Jumat yang dimuliakan Allah swt.

Ucapan syukur marilah kita haturkan kepada Allah swt, Dzat yang telah melimpahkan nikmat karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga tersanjungkan kepada Nabi Muhammad saw, utusan dan suri tauladan, uswatun hasanah, bagi kita semua. 


Melalui mimbar yang mulia ini, khatib berwasiat kepada diri kami pribadi, dan umumnya kepada jamaah kesemuanya untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah ta’ala. Dengan cara menjalankan perintah-Nya, serta menjauhi larangan-Nya.


Hadirin jamaah Jumat yang dimuliakan Allah swt.

Sebagai penduduk mayoritas, umat Islam mempunyai tanggung jawab yang relatif besar untuk berpartisipasi mewujudkan pemerintahan yang kuat dan bermartabat, salah satunya ialah ikut berpartisipasi mengawal pelaksanaan Pemilu di awal tahun 2024 agar berjalan sukses dan berkualitas.


Setidaknya ada dua hal mendasar yang dapat diperankan oleh umat Islam. Pertama, menjadi salah satu calon yang jujur dan bersih, baik semasa proses pencalonan maupun masa setelah pemilihan. Kedua, menjadi pemilih yang cerdas dan bertanggungjawab. Caranya, umat Islam harus berpedoman pada norma ajaran agama dan mengedepankan kepentingan hidup berbangsa dan bernegara di tengah kebhinekaan.


Entah nantinya terpilih ataupun tidak, harus menjadi komitmen awal, bahwa keterlibatan dalam politik praktis tidak lain adalah sebagai bentuk ibadah dan pengabdian. Kekuasaan tidak ditasbihkan sebagai tujuan utama. Jabatan tidak lain adalah amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hari akhir.


Sebagaimana dijabarkan oleh Imam Ibnu Taimiyah (661-728 H) dalam kitab al-Siyasah al-Syar’iyyah fi Ishlahi al-Ra’i wa al-Ra’iah, artikulasi kekuasaan dalam kaca mata politik Islam adalah menjaga dan melaksanakan amanah (adai al-amanat) dan menegakkan supremasi hukum (al-hukm bi al-‘adil). 


Hal ini sebagaimana firman Allah swt dalam surat al-Nisa’ ayat 58:


 إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَماناتِ إِلى أَهْلِها وَإِذا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللهَ كانَ سَمِيعاً بَصِيراً 


Artinya: “Sungguh, Allah menyuruh kalian menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia, hendaknya kalian menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat.”


Sebaliknya menyia-nyiakan amanat merupakan larangan keras dalam Islam, sebagaimana dijelaskan oleh al-Qur’an dalam surat al-Anfal ayat 27:


يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَخُونُوا اللهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَماناتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian berkhianat kepada Allah dan RasulNya, dan janganlah berkhianat atas amanat seraya kamu mengetahuinya.


Sejalan dengan ini, Imam al-Ghazali (505 H) dalam kitab al-Tibr al-Masbuk fi Nashiah al-Muluk memberikan rumusan bahwa untuk mewujudkan kepemimpinan yang amanah dan adil, maka seorang pemimpin harus memahami hakikat dari kedudukan kekuasaannya (qadr al-wilayah). Dalam uraiannya, Imam al-Ghazali menandaskan bahwa kekuasaan ataupun jabatan di samping mempunyai nilai ibadah yang besar, ia juga mempunyai potensi untuk menggelincirkan seseorang dalam kenistaan. Ibarat dua sisi sebilah belati, jika tidak hati-hati menggunakannya, ia akan melukai pemiliknya sendiri.


Sedangkan dari sisi positifnya, kekuasaan jika dilaksanakan dengan tanggung jawab, maka ia dapat menjadi perantara untuk mendapatkan ridha dari Allah swt, hal ini sebagaimana terdapat dalam hadits riwayat Imam al-Tirmidzi (209-279 H):


 عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إن أَحَبَّ النَّاسِ إِلَى الله يَوْمَ القِيَامَةِ وَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ عَادِلٌ وَأَبْغَضَ النَّاسِ إِلَى الله وَأَبْعَدَهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ جَائِرٌ (رواه الترمذي)


Artinya: "Dari Abi Sa’id ra Rasulullah saw berkata: “Sesungguhnya manusia yang paling dicintai Allah di hari kiamat dan paling dekat tempat duduknya denganNya adalah imam yang adil, dan manusia yang paling dibenci oleh Allah dan paling jauh tempat duduknya denganNya adalah imam yang zalim.” (H.R. al-Tirmidzi)


Ancaman bagi penguasa yang zalim juga diperkuat dengan hadits:


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  قَالَ: ثَلاَثَةٌ لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الشَّيْخُ الزَّانِي وَالْإِمَامُ الْكَذَّابُ وَالْعَائِلُ الْمَزْهُوُّ 


Artinya: "Dari Abi Hurairah ra Rasulullah saw berkata: “Tiga orang yang tidak akan mendapatkan rahmat dari Allah di hari Kiamat ialah orang tua yang berzina, imam yang berdusta, dan orang yang miskin lagi sombong.” (H.R. Ibnu Hibban)


Dalam tataran praktis, prinsip amanah dalam memegang kekuasaan dapat diejawantahkan dalam berbagai bentuk aksi kerja nyata. Baik dimulai dari tahap proses mendapatkan, menggunakan, ataupun mempertahankannya. Seorang Muslim yang berpastisipasi aktif, semisal sebagai kontestan, harus selalu mawas dan sadar diri apakah dia layak menjadi pemimpin dan wakil rakyat atau tidak. Apakah ia mempunyai integritas dan kapabilitas untuk menunaikan amanah tersebut atau tidak. 


Tidak berlebihan jika Imam al-Mawardi (364-450 H) dalam kitab al-Ahkam al-Sulthaniyyah sangat selektif dalam menetapkan syarat-syarat ahli halli wa al’aqdi (semacam dewan perwakilan/parlementer). Seseorang berhak duduk di dalamnya jika mempunyai karakter al-‘adalah (kredibel), al-‘ilm (kualitas keilmuan), dan al-ra’yi dan al-hikmah (visioner dan bijak). Cerminan karakter ini akan tampak dalam tahap mendapatkan kekuasaan, semisal ia tidak menghalalkan segala cara. Berani berkata "tidak!" pada kecurangan, black campaign, maupun money politic. Ketika terpilih nantinya, ia bekerja dengan penuh integritas, begitu pula ia tidak bertindak tiran dan otoriter untuk mempertahankan kekuasaannya. 


Dalam konteks sekarang, guna mewujudkan pemilu yang jujur dan adil, merupakan sebuah prasyarat jika para calon yang dipilih maupun masyarakat sebagai pemilih harus mempunyai komitmen yang kuat dan tulus terhadap prinsip-prinsip mendasar ini. Dari sudut inilah, relevansi Islam sebagai sumber basis moral, harus mampu dibuktikan oleh umat Islam sendiri. 


Hadirin jamaah Jumat yang dimuliakan Allah swt.

Partisipasi umat Islam dalam pemilu juga dapat diperankan dengan menjadi pemilih yang cerdas. Dalam artian, pemilih yang cerdas ialah pemilih yang mampu menyalurkan suaranya pada calon-calon yang diyakini memiliki integritas, moralitas, dan kredibilitas. Pemilih yang cerdas tidak mudah untuk dimobilisasi maupun dibeli hak suaranya. 


Terkait dengan hal ini, setidaknya ada dua problem mendasar yang dihadapi oleh suksesi kepemimpinan di Indonesia. Pertama, masih sangat marak terjadi jual beli suara atau money politic. Kedua, tidak sedikit adanya upaya dari sebagian kalangan yang dengan sengaja melakukan politisasi agama. 


Tidak dapat dimungkiri bahwa salah satu penyebab mahalnya biaya demokrasi di Indonesia ialah maraknya money politic. Ibarat mata rantai yang saling terjalin, transaksional suara terjalin antara pemilih dan yang dipilih. Praktik ini hampir menggejala di semua lapisan masyarakat. Lantas bagaimana kita memutus jalinan yang sudah membudaya ini?


Dalam salah satu haditsnya Nabi Muhammad saw bersabda:


عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ لَعْنَةُ اللهِ عَلَى الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي   (رواه ابن ماجه)


Artinya: "Dari Abdullah bin Amar ra Rasulullah saw berkata; “Laknatnya Allah itu ditimpakan kepada penyuap dan yang disuap.” (H.R. Ibnu Majah)


Demikian pula, hal yang perlu untuk diatasi bersama adalah politisasi agama. Bukan sesuatu yang baru, ketika mendekati masa pemilu maupun saat berlangsungnya kampanye, simbol-simbol agama maupun ayat-ayat al-Quran dapat dengan mudah untuk 'dibajak' oleh sebagian kalangan untuk memainkan emosi masyarakat. Tujuannya adalah guna meraup perolehan suara. Jika ditelisik lebih dalam, politisasi agama menyimpan dua kerugian ganda sekaligus. Selain merupakan tindakan pembodohan masyarakat, politisasi agama, secara tidak langsung telah menodai nilai kesakralan ajaran agama. 


Hadirin jamaah Jumat yang dimuliakan Allah swt.

Oleh karenanya, siapkah kita menjadi calon yang dipilih ataupun pemilih yang cerdas berintegritas di Pemilu 2024 nanti?. Semoga langkah kita senantiasa dalam lindungan-Nya. Amin ya rabbal ‘alamin. 


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْأَنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْأَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمِ، وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


Khutbah II


   اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلَامِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ. وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَامِ   أَمَّا بَعْدُ. فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللّٰهُ تَعَالَى اِنَّ اللّٰهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فْي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ. وَعَنْ اَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِبْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَ تَابِعِهِمْ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ.  

 اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً.   اللّهُمَّ وَفِّقْنَا لِطَاعَتِكَ وَأَتْمِمْ تَقْصِيْرَنَا وَتَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ . وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبّ الْعَالَمِيْنَ   

عِبَادَ اللّٰهِ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ 


Ustadz Muhammad Hanifuddin, Ketua LBM PCNU Tangerang Selatan, Banten