Khutbah

Khutbah Jumat: Larangan Saling Ejek dan Hina dalam Islam

Jum, 12 Januari 2024 | 06:00 WIB

Khutbah Jumat: Larangan Saling Ejek dan Hina dalam Islam

Menghina. (Foto: NU Online/ Freepik)

Materi Khutbah Jumat ini mengingatkan kepada jamaah untuk menghindari prilaku dan sifat negatif seperti suka mengejek dan menghina orang lain. Dalam Islam, sikap ini merupakan larangan karena akan menimbulkan dampak negatif berkepanjangan dan memunculkan ketidakrukunan, jauh dari kemaslahatan. 


Teks khutbah Jumat berikut ini dengan judul “Khutbah Jumat: Larangan Saling Ejek dan Hina dalam Islam”. Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat!



Khutbah I


إِنَّ الْحَمْدَ للهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِهَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ. فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى يَا أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوْا رَبَّكُمْ الذَّيْ خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَنِسَآءَ وَاتَّقُوْا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَالْأَرْحَامِ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا


Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Puji syukur hanyalah milik Allah, Dzat yang telah memberikan nikmat iman, Islam, dan kesehatan bagi kita semua. Shalawat dan salam kita haturkan kepada Nabi Besar Nabi Muhammad saw, panutan hidup terbaik bagi umat manusia. 


Melalui mimbar yang mulia ini, khatib berwasiat kepada diri kami pribadi, dan umumnya kepada jamaah kesemuanya untuk senantiasa meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Allah ta’ala, yakni dengan cara senantiasa menjalankan perintah-Nya, serta menjauhi larangan-Nya.


Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Tak selang lama, usai debat Capres-Cawapres 2024, media sosial dipenuhi beragam ujaran dan komentar yang bukan saja bernada positif namun juga negatif. Suasana panas dan tegang tidak hanya di arena debat Capres-Cawapres. Namun lebih dari itu, meluas dan menyebar di kanal-kanal media sosial. Berbagai konten bernada sentimen diviralkan masing-masing tim pemenangan untuk 'menyerang' calon lain dan di satu sisi terus mengelu-elukan jagoannya masing-masing. Tidak sedikit, sebagian dari kita berlebihan. Merendahkan atau bahkan mencela pasangan lain.


Di titik inilah kita patut prihatin dan tentu ini menjadi perhatian yang harus ditangani bersama. Akankah saling ejek dan umpat menjadi kebiasaan kita bersama?. Lantas bagaimana Islam memandu kita?. 


Sebagai orang tua, kita pasti tidak rela jika terjadi saling ejek, umpat dan praktik bullying atau perundungan di sekolah anak-anak kita. Hanya saja, tanpa kita sadari, saling ejek dan bully ternyata juga menjangkiti perilaku kita sebagai orang dewasa ataupun sebagai orang tua. Bahkan hal ini bisa lebih memprihatinkan terlebih lagi di media sosial. 


Jika hal ini tidak segera kita sadari bersama, tentu akan membawa kemadlaratan besar dalam kehidupan bermasyarakat kita. Ikatan sosial antar sesama anak bangsa akan tersandera. Perbedaan afiliasi partai yang diniatkan untuk mewadahi keragaman aspirasi politik, berubah menjadi pengabsahan untuk saling benci.


Padahal, secara sadar atau tidak, kebiasaan saling ejek dan umpat ini sebenarnya sudah banyak kita rasakan dampak negatifnya. Sebagai misal, perbedaan pilihan politik, lantas memudahkan kita untuk tidak bertegur sapa. Perbedaan ras dan golongan memudahkan kita untuk saling curiga. Perbedaan pemahaman agama mendorong kita untuk saling menyalahkan. Mulai dari saling membid’ahkan hingga saling mengafirkan. Jika hal ini kita teruskan, tentu tidak baik untuk masa depan berbangsa dan bernegara Indonesia.


Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Pada prinsipnya, Islam melarang umatnya untuk saling menghina dan merendahkan. Baik antar sesama Muslim ataupun dengan penganut agama lain. Dalam hubungan sesama Muslim, saling mencaci ataupun merendahkan adalah perbuatan terlarang. Perbedaan tidak lantas harus saling mengejek. Tetapi untuk saling bermusyawarah, memahami, dan saling menasihati.


Terkait hal ini, Rasulullah saw pernah bersabda bahwa derajat seseorang bisa dilihat dari kebiasaannya. Kerendahan diri seseorang adalah ketika ia mudah merendahkan derajat orang lain. Sebaliknya, seseorang akan dinilai tinggi derajatnya jika menghormati sesama. Menghargai pendapat dan keberadaan orang lain. Hal ini sebagaimana termaktub dalam kitab Sunan Ibni Majah karya Imam Ibnu Majah (207-275 H) yang bersumber dari sahabat Abi Hurairah.


عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ حَسْبَ امْرِيءٍ مِنَ الشَّرِ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ المُسْلِمَ (رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَه)


Artinya: "Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Cukuplah keburukan seseorang jika ia menghina saudaranya sesama muslim.” (HR. Ibnu Majah)


Karena itu, penting kiranya kita sadari bersama bahwa mengejek dan menghina adalah kebiasaan yang mesti kita hindari. Perbedaan pilihan politik, agama, ras, suku, ustadz idola, ataupun pasangan Capres-Cawapres jangan sampai menjadi penyebab untuk saling mengejek. Saling merendahkan dan apalagi mencari kesalahan-kesalahan pihak lain. 


Perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Keragaman Indonesia harus menjadi pangkal untuk saling erat bergandeng tangan. Bertukar ide dan gagasan untuk membangun kemajuan bangsa. Jika terdapat silang pendapat, maka harus diselesaikan dengan jalan yang bermartabat. Kritik sangat dibutuhkan. Namun kritik yang konstruktif, bukan kritik yang sumir dan nyiyir.


Selain itu, jika terdapat kesalahan dan kekhilafan sesama saudara Muslim, Islam mengajarkan umatnya untuk saling menasihati dan mengingatkan. Akan tetapi, perlu kita ingat bahwa nasihat ini harus disampaikan dengan cara yang baik dan beradab. Jangankan antar sesama Muslim, nasihat dan dakwah kepada non-Muslim pun harus disampaikan dengan cara yang baik. Allah ta’ala berfirman:


ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (النحل: 125)


Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (Q.S. al-Nahl: 125)


Sekali lagi, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk mengajak kepada kebenaran dengan cara terbaik. Saling menasihati dan berwasiat dalam kebaikan adalah sebuah keniscayaan. Harus dengan jalan yang penuh adab dan sopan santun. Bukan dengan cara saling merasa benar, kemudian saling ejek dan menyudutkan. 
  

Terkait dengan ramainya saling ejek di media sosial dalam menyikapi debat Capres-Cawapres, baik kiranya kita jadikan pelajaran. Dalam beberapa tahun terakhir, seiring dengan mudahnya akses teknologi dan jejaring internet, kita secara tak sadar hampir menganggap wajar saling ejek dan mengumpat di media sosial. Baik karena perbedaan pilihan politik ataupun praktik beragama. Padahal, hal ini jauh dari ajaran agama. Sebaliknya, Islam memerintahkan umatnya untuk saling menghormati dan menghargai. Saling mencintai dan mengasihi.


Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Dengan sangat indahnya, Nabi Muhammad saw mengibaratkan umatnya laksana satu jasad. Jika ada salah satu bagian yang mengalami sakit, maka seluruh badan ikut merasakannya. Hal ini sebagaimana hadits shahih riwayat Imam Muslim (204-261 H) dalam kitab Shahih Muslim:


عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِىْ تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالْسَهَرِ وَالْحُمَّى (رواه مسلم)


Artinya: "Diriwayatkan dari al-Nu’man bin Basyir ra, Rasulullah saw bersabda: “Perumpamaan orang Mukmin di dalam saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi itu ibarat satu jasad. Ketika ada satu bagian yang merasa sakit, maka sekujur tubuh yang lainnya juga ikut merasakan demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Muslim)


Hadits ini menegaskan bahwa saling hormat menghormati antar sesama Muslim adalah sebuah keniscayaan. Antar sesama Muslim harus saling mencintai dan mengasihi. Ibarat satu jasad yang saling menopang. Di balik perbedaan bentuk dan fungsinya, setiap bagian tubuh sangatlah berguna bagi bagian yang lain. Demikian pula sesama saudara Muslim, kita harus mengejawantahkan nilai-nilai saling penghormatan ini. Meskipun tidak dapat dimungkiri bahwa kita berbeda ras, suku, budaya, ataupun pilihan politik.


Imam al-Nawawi (631-676 H) dalam kitab Syarah Shahih Muslim menjelaskan bahwa hadits ini merupakan pijakan yang nyata bagi orang Muslim untuk saling menjaga dan melindungi hak dan kewajiban sesama. Jika kita ingin dicintai orang lain, maka kita juga harus mencintai orang lain. Jika kita ingin dihargai dan dihormati orang lain, maka kita juga harus suka menghormati orang lain. Begitu pula jika kita tidak ingin diganggu dan direndahkan orang lain, maka kita jangan mudah mengganggu dan merendahkan orang lain.


Dari titik ini, dapat kita pertegas kembali bahwa saling ejek dan merendahkan bukanlah ajaran Islam. Bahkan menjadi hal yang harus dijauhi. Termasuk dalam menyikapi pilihan politik. Termasuk dalam mengusung dan mendukung Capres-Cawapresnya masing-masing. Sebaliknya, Islam memerintahkan umatnya untuk saling menghormati dan menghargai. 


Semoga kita senantiasa dalam petunjuk-Nya. Amin ya rabbal ‘alamin.


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم


Khutbah II


اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتْ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ

اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَ نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ  رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
 

Muhammad Hanifuddin, Dosen Ma'had Darus-Sunnah Jakarta dan Ketua LBM PCNU Tangerang Selatan