Syariah

Bolehkah Merayakan Hari Ulang Tahun? Begini Hukumnya dalam Islam

Rab, 18 Januari 2023 | 08:00 WIB

Bolehkah Merayakan Hari Ulang Tahun? Begini Hukumnya dalam Islam

Ilustrasi: Ulang tahun (Freepik.)

Momentum ulang tahun merupakan hari yang paling ditunggu oleh setiap orang, tak heran bila hari ulang tahun disebut sebagai momen paling spesial dalam mengarungi fase kehidupan. Sebab pada hari tersebut usia semakin bertambah, serta pertanda akan dihadapkan pada fase kehidupan selanjutnya.
 

Perayaan ulang tahun biasanya diisi dengan berbagai macam acara, namun pada umumnya dirayakan dengan keseruan berkumpul bersama keluarga, kerabat dan teman untuk menyantap jamuan makanan dan minuman.
 

Di Indonesia perayaan ulang tahun seringkali dilakukan oleh masyarakat, bahkan bisa dipastikan perayaan tersebut diadakan pada setiap tahunnya. Meski begitu, masih banyak kalangan yang mempertanyakan perihal kebolehan mengadakan perayaan momentum ulang tahun dalam Islam, apakah diperbolehkan?
 

 

Hukum Merayakan Ulang Tahun

Setelah menelaah berbagai literatur keislaman dijumpai keterangan perihal kebolehan merayakan hari ulang tahun dalam Islam selama dilakukan dengan tujuan bersyukur atas nikmat karunia Allah. Yaitu berupa umur yang panjang dan sebagai momen untuk mengevaluasi diri kedepannya serta tidak dirayakan dengan hal-hal yang diharamkan seperti campur-baur berdesakan antara laki-laki dan perempuan, terlalu berlebihan dan merayakannya dengan kebiasaan yang tidak islami.
 

Rumusan demikian mengacu pada pen​​​​​dapat yang diutarakan oleh anggota Dewan Majelis Qadha’ Tarim Yaman Al-Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiri (wafat 1360 H):
 

وَهُنَاكَ أَعْيَادٌ مِيْلَادٌ قَدْ يَفْرَحُ الْإِنْسَانُ وَيَتَذَكَّرُ مِيْلَادَهُ إِنَّمَا عَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَجْعَلَ مِيْلَادَهُ مُنَاسِبَةً لِمُحَاسَبَةِ نَفْسِهِ وَيَعْمَلُ مُقَارِنَةً بَيْنَ عَامٍ وَعَامٍ هَلْ ازْدَادَ وَتَقَدَّمَ أَمْ نَقَصَ وَتَأَخَّرَ؟ هَذَا شَيْءٌ جَمِيْلٌ وَلَا يَكُوْنُ ذَلِكَ لِمُجَرَّدِ التَّقْلِيْدِ وَلَا لِلسَّرَفِ وَالْأَعْيَادُ الْمُجَازِيَّةُ وَالتَّقْلِيْدِيَّةُ كَثِيْرَةٌ وَكُلُّ فَرْدٍ يَتَمَنَّى عَلَيْهِ الْعِيْدَ فِي خَيْرٍ وَعَافِيَةٍ وَلُطْفٍ وَسَعَادَةٍ وَإِلَى زِيَادَةٍ نَسْأَلُ اللهَ أَنْ يُعِيْدَ عَلَيْنَا عَوَائِدَهُ الْجَمِيْلَةَ
 

Artinya, “Tradisi hari ulang tahun biasanya disambut dengan suka cita oleh masyarakat dan untuk mengenang hari lahirnya. Adapun bagi seorang muslim hendaknya menjadikan momentum hari kelahiran tersebut sebagai perantara untuk mengevaluasi diri dan melakukan perbandingan antara tahun yang telah lewat dengan tahun berikutnya, apakah dirinya semakin bertambah baik dan meningkat atau justru malah buruk dan menurun? Perayaan ulang tahun seperti ini merupakan praktik yang baik, dan hendaknya hal itu tidak dilakukan karena sekadar ikut-ikutan saja ataupun dilakukan dengan pemborosan.” (Muhammad bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiri, Syarhul Yaqutun Nafis fi Mazhab Ibn Idris, [Jeddah: Darul Minhaj], halaman 175).
 

Sementara itu pakar Tasawuf di Universitas Sultan Muhammad Al-Fatih Turki, Syekh Dr. Yusuf Khathar Muhammad, dalam ensiklopedinya menambahkan keterangan perihal unsur-unsur kemungkaran yang tidak diperkenankan dalam perayaan ulang tahun seperti campur-baur antara perempuan dan laki-laki, melakukan hal-hal yang dilarang syariat seperti pesta minuman keras, zina dan lain sebagainya:
 

كُلُّ مَا ذَكَرْنَاهُ سَابِقًا مِنَ الْوُجُوْهِ فِي مَشْرُوعِيَةِ الْمَوْلِدِ إِنَّمَا هُوَ فِي الْمَوْلِدِ الَّذِيْ هُوَ أَخْلَا مِنَ الْمُنْكَرَاتِ الْمَذْمُوْمَةِ الَّتِي يَجِبُ الْإِنْكَارُ عَلَيْهِ عَلَيْهَا أَمَّا إِذَا اشْتَمَلَ الْمَوْلِدُ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا يَجِبُ الْإِنْكَارُ عَلَيْهِ كَاخْتِلَاطِ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَارْتِكَابِ الْمُحَرَّمَاتِ وَكَثْرَةِ الْإِسْرَافِ فَهَذَا لَا شَكَّ فِي تَحْرِيْمِهِ وَمَنْعِهِ
 

Artinya, “Seluruh hal yang telah disampaikan tadi berisi ragam pendapat mengenai pensyariatan maulid (perayaan ulang tahun) dan hanya berlaku pada acara ulang tahun yang tidak terdapat unsur kemungkaran yang tercela di dalamnya. Namun apabila acara ulang tahun tersebut mengandung unsur kemungkaran, seperti halnya terjadi pencampuran antara laki-laki dan perempuan, melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan, dan memboroskan harta, maka hal ini tidak disangsikan lagi keharamannya.” (Yusuf Khathar Muhammad, Al-Mausu’ah Al-Yusufiyah, [Mesir: Dar At-Taqwa], juz I, halaman 147-148). 
 

Pendapat yang telah dikemukakan di atas juga dikonfirmasi oleh ulama terkemuka asal Damaskus Suriah, Syekh Dr. M. Said Ramadhan Al-Buthi (wafat 2013 M) dalam kompilasi fatwanya saat ditanya perihal hukum merayakan hari ulang tahun, beliau lantas menjawabnya dengan tegas dan lugas:
 

الْسُؤَالُ : هَلْ الْإِحْتِفَالُ بِأَعْيَادِ الْمِيْلاَدِ حَلاَلٌ أَمْ حَرَامٌ بِالْنِّسْبَةِ لِلْصِّغَارِ ؟ الْجَوَابُ : لاَ أَحَبُّ أَنْ تَشِيْعَ فِيْ الْبَيْتِ الْمُسْلِمِ عَادَاتٌ غَرْبِيَّةٌ لاَ إِسْلاَمِيَّةٌ إِذْ إِنَّ لَهَا عَلَى الْمَدَى الْبَعِيْدِ آثَارٌ ضَارَّةٌ مَعْرُوْفَةٌ
 

Artinya, “Pertanyaan: Apakah merayakan ulang tahun diperbolehkan atau dilarang bagi anak-anak? Jawaban: Aku tidak menyukai kebiasaan Barat yang tidak islami menyebar di rumah-rumah muslim, sebab dalam hal itu terdapat dampak yang membahayakan yang telah diketahui.” (Said Ramadhan Al-Buthi, Ma’an Nas Masyurat Wa Fatawa, [Beirut: Darul -Fikr], juz II, halaman 223).
 

Kendati ungkapan Al-Buthi diatas terkesan tidak membolehkan perayaan ulang tahun, namun poin utamanya ialah dalam teknis pelaksanaannya apakah menyerupai non-muslim atau tidak? Sebab beliau dalam menjawab pertanyaan perihal hukum ulang tahun tersebut tidak langsung memberikan vonis hukum, melainkan dilihat dulu bagaimana teknis merayakannya. Bilamana menyerupai perayaan ulang tahun ala Barat yang mengandung unsur-unsur kemaksiatan dan pemborosan harta maka hukumnya tidak diperbolehkan. Jika tidak, maka hukumnya boleh-boleh saja. 
 

 

Hukum Mengucapkan “Happy Birthday” atau Ucapan Selamat Ulang Tahun

Setelah mengetahui hukum merayakan ulang tahun dalam Islam, timbul kejanggalan perihal ucapan selamat “Happy Birthday” yang sering diungkapkan oleh pihak keluarga, kerabat maupun teman, saat berulang tahun apakah diperbolehkan menurut pandangan Islam?
 

Dalam Islam, ucapan selamat disebut dengan “Tahniah” yang berarti selamat. Pada dasarnya tidak terdapat keterangan khusus mengenai ucapan selamat, sehingga ucapan selamat atau tahniah ini termasuk dalam kategori hal yang diperbolehkan (mubah). Demikian ini, selaras dengan pernyataan Syekh Jalaluddin As-Suyuthi (wafat 911 H) dalam kompilasi fatwanya yang mengutip pendapat Imam Al-Qamuli:
 

قَالَ الْقَمُوْلِيْ فِيْ الْجَوَاهِرِ: لَمْ أَرَ لِأَصْحَابِنَا كَلَامًا فِي التَّهْنِئَةِ بِالْعِيدَيْنِ وَالْأَعْوَامِ وَالْأَشْهُرِ كَمَا يَفْعَلُهُ النَّاسُ، وَرَأَيْتُ فِيمَا نُقِلَ مِنْ فَوَائِدِ الشَّيْخِ زَكِيِّ الدِّينِ عَبْدِ الْعَظِيمِ الْمُنْذِرِيِّ أَنَّ الْحَافِظَ أبا الحسن المقدسي سُئِلَ عَنِ التَّهْنِئَةِ فِي أَوَائِلِ الشُّهُورِ وَالسِّنِينَ أَهُوَ بِدْعَةٌ أَمْ لَا؟ فَأَجَابَ بِأَنَّ النَّاسَ لَمْ يَزَالُوا مُخْتَلِفِينَ فِي ذَلِكَ قَالَ: وَالَّذِي أَرَاهُ أَنَّهُ مُبَاحٌ لَيْسَ بِسُنَّةٍ وَلَا بِدْعَةٍ
 

Artinnya, “Imam Al-Qamuli berkata dalam kitab Al-Jawahir: Aku belum pernah mengetahui pernyataan dari salah satu ulama pun mengenai ucapan selamat hari raya, selamat tahun baru dan bulan tertentu (dan juga ucapan selamat ulang tahun) sebagaimana yang kerap dilakukan oleh banyak orang. Aku pernah melihat kutipan Al-Hafidz Al-Mundziri bahwasanya Al-Hafidz Abu Al-Hasan Al-Maqdisi suatu ketika pernah ditanya mengenai hukum tahniah ini apakah bid’ah atau tidak? Lantas Al-Maqdisi menjawab, bahwa selama ini ulama masih tarik ulur pendapat sehingga menurut pendapatku ucapan selamat itu hukumnya mubah, bukan sunnah dan bukan pula bid’ah.” (Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Hawi lil Fatawi, [Beirut: Darul Fikr], juz I, halaman 95). 
 

Alhasil, dari beberapa ta’bir di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum merayakan hari ulang tahun ialah diperbolehkan, selama dilakukan dengan tujuan bersyukur dan sebagai momentum untuk mengintropeksi diri serta dilakukan dengan cara-cara yang tidak berseberangan dengan syariat seperti mengandung unsur kemaksiatan, campur-baur antara perempuan dan laki-laki, pesta minuman keras, tindakan pemborosan dan menyamai kebiasaan Barat atau non-muslim dalam perayaannya seperti menyalakan dan meniup lilin, memasang gambar maupun patung di tengah-tengah kue tart, serta diiringi dengan alunan suara musik dan dansa.
 

Begitu pula hukum mengucapkan selamat hari ulang tahun, dalam Islam hukumnya diperbolehkan, sebab tidak terdapat nash sharih perihal hukum tahniah sebagaiman uraian di atas. Demikian penjelasan mengenai hukum merayakan ulang tahun dan mengucapkan selamat dalam Islam. Wallahu A’lam Bisshawab.



 

Ustadz A Zaeini Misbaahuddin Asyuari, Alumnui Ma'had Aly Lirboyo Kediri dan pegiat literasi pesantren.