Khutbah

Khutbah Jumat: Prinsip Kepemimpinan Manusia di Muka Bumi

Rab, 6 September 2023 | 14:00 WIB

Khutbah Jumat: Prinsip Kepemimpinan Manusia di Muka Bumi

Khutbah Jumat: Prinsip Kepemimpinan Manusia di Muka Bumi. (Foto: NU Online/Freepik)

Materi khutbah Jumat ini mengingatkan kepada seluruh jamaah untuk merenungi tugas manusia di muka bumi ini. Di antara tugas utama manusia adalah menjadi khalifah atau pemimpin di bumi yang diberi tugas untuk menjaga keberlangsungan kehidupan.


Teks khutbah Jumat berikut ini dengan judul "Khutbah Jumat: Prinsip Kepemimpinan Manusia di Muka Bumi". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat!



Khutbah I


الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالهُدَى وَدِيْنِ الحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ المُشْرِكُوْنَ أَشْهَدُ أَنْ لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.أَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَ اللهِ!  أُوْصِى نَفْسِى وَأَنْتُمْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ, إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا 


Maasyiral muslimin Rahimakumullah

Melalui mimbar yang mulia ini, khatib mengajak kepada seluruh jamaah untuk bersama-sama menjaga keimanan kita dan selalu meningkatkan kualitas ketaqwaan kita kepada Allah yang Maha Sempurna. Taqwa yang sebenarnya adalah menjalankan segala apa yang diperintahkan dan menjauhi atas apa yang dilarang Allah swt.


Maasyiral muslimin Rahimakumullah

Allah berfirman dalam surat At-Tin ayat 4:


لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍۖ 


Artinya: “Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”


Ayat ini menegaskan bahwa manusia diciptakan sempurna oleh Allah SWT. Dengan kesempurnaannya, Allah memberikan tugas kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi ini sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah surat Al-Baqarah 30:


وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ 


Artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” 


Dalam Tafsir al-Qurthuby, kata "khalifah" dapat bermakna sebagai "pengganti", yaitu pengganti Allah di muka bumi. Hal ini mengindikasikan bahwa umat manusia adalah pengatur bumi sebagai pengganti Allah. Sebagai pengganti Allah, maka segala kebijakan dan tindakan kita juga sesuai dengan sifat-sifat Allah, salah satunya Ar-Rahman, penuh kasih sayang. Jika manusia menjaga, mengelola dan memanfaatkan bumi dan segala isinya dengan kasih sayang niscaya akan tercipta kedamaian dan keseimbangan.


Sebagai khalifah, manusia memiliki tanggung jawab untuk menjadi rahmat bagi alam, dan memiliki tugas-tugas pokok. Tugas manusia dalam memperlakukan alam semesta ini berdasarkan pada setidaknya 3 prinsip. 


Pertama adalah prinsip tanggung jawab. Manusia mempunyai tanggung jawab baik terhadap alam semesta seluruhnya dan integritasnya, maupun terhadap keberadaan dan kelestariannya. Setiap bagian dan benda di alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengan tujuannya masing-masing. Terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentingan manusia atau tidak. Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta, bertanggung jawab pula untuk menjaga dan melestarikannya.


Kedua, prinsip solidaritas. Manusia adalah bagian integral dari alam semesta. Lebih dari itu, dalam perspektif ekosentrisme, manusia mempunyai kedudukan sederajat dan setara dengan alam dan semua makhluk lain di alam ini. Kenyataan ini membangkitkan dalam diri manusia perasaan solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan sesama makhluk hidup lain.


Ketiga, prinsip rahmat terhadap alam. Apabila sudah tertanam prinsip ini pada setiap hati manusia, maka pastilah yang ada hanya rasa untuk mencintai, menyayangi, dan melestarikan alam semesta dan seluruh isinya, tanpa diskriminasi dan tanpa dominasi. Rahmat lil alamin dan kepedulian ini juga muncul dari kenyataan bahwa semua makhluk hidup mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan dirawat. 
 

Maasyiral muslimin Rahimakumullah

Kita ketahui, ada beberapa manusia yang membuat kerusakan di muka bumi ini. Mereka melanggar peraturan atau pun ketetapan yang telah Allah gariskan. Mereka suka membuat kerusakan dan melanggar hukum. Suatu pelanggaran hukum atau perbuatan merusak di muka bumi ini tidak akan terjadi kecuali pada sasaran yang bisa dijangkau oleh tangan manusia. Yang tidak terjangkau akan berjalan serasi dan seimbang, tidak pernah rusak, terganggu atau terlambat. Matahari, bulan, bumi atau seluruh planet misalnya, semua berjalan dengan tetap dan mantap. Karena yang mengatur bukan manusia tetapi Allah swt.


Al-Qur’an menyebutkan, sejumlah kaum dan tokoh yang melakukan perbuatan destruktif atau kezaliman di muka bumi. Seperti kaum Tsamud, Yakjuj dan Makjuj, Fir'aun, Qarun, dan sederetan nama dan kaum lainnya. Mereka diabadikan dalam Alquran sebagai pelaku atau agen kerusakan, al Mufsiduuna fil Ardh. Atau, dengan bahasa lain, az Zhalimun (orang-orang yang berbuat zalim).


Secara umum dan spesifik, Al-Qur’an juga menerangkan diversitas atau bentuk-bentuk kerusakan yang terjadi di atas bumi. Misalnya, pertama, merampas atau mencuri harta milik orang lain, baik pribadi maupun milik umum. 


قَالُوا تَاللَّهِ لَقَدْ عَلِمْتُمْ مَا جِئْنَا لِنُفْسِدَ فِي الْأَرْضِ وَمَا كُنَّا سَارِقِينَ


Artinya: “Saudara-saudara Yusuf menjawab "Demi Allah sesungguhnya kamu mengetahui bahwa kami datang bukan untuk membuat kerusakan di negeri (ini) dan kami bukanlah para pencuri". (QS Yusuf [12]: 73). 


Kedua, menghalang-halangi manusia menuju jalan yang diridhai Allah:


وَلَا تَقْعُدُوا بِكُلِّ صِرَاطٍ تُوعِدُونَ وَتَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِهِ وَتَبْغُونَهَا عِوَجًا ۚ وَاذْكُرُوا إِذْ كُنْتُمْ قَلِيلًا فَكَثَّرَكُمْ ۖ وَانْظُرُوا 


Artinya: “Dan janganlah kamu duduk di tiap-tiap jalan dengan menakut-nakuti dan menghalang-halangi orang yang beriman dari jalan Allah, dan menginginkan agar jalan Allah itu menjadi bengkok. Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu. Dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS al-'Araf [7]:86).


Ketiga, menuruti hawa nafsu duniawi dengan gejalanya, seperti cinta dunia dan takut mati, budaya meterialistis, hedonis, tamak, dan sejenisnya: 


وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ ۚ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ


Artinya: “Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (QS al-Mukminun [23]: 71). 


Keempat, kepongahan dan kesewenang-wenangan dengan segala indikatornya, seperti merancang konflik, penindasan, dan pembunuhan secara biadab: 


إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِي الْأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ ۚ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ


Artinya: “Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir'aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS al-Qashash [28]:4).   
 

Maasyiral muslimin Rahimakumullah

Allah swt juga melarang manusia untuk membuat kerusakan di muka bumi ini. Kerusakan itu bermakna luas, bukan hanya kerusakan bumi secara fisik, namun juga kerusakan alam semesta beserta isinya (termasuk satwa di dalamnya). Allah telah dengan jelas dan tegas melarang perusakan terhadap bumi dan alam semesta ini dengan berkali-kali menegaskannya di dalam Al-Qur'an agar kita (manusia) tidak membuat kerusakan di muka bumi, karena dari semua makhluk Allah yang dapat membuat kerusakan adalah manusia. 


Terlebih, perkembangan teknologi telah berhasil membawa manusia untuk menaklukkan dan merajai bumi dan seluruh jagat raya, menginjakkan kaki di planet jauh dan menempatkan pesawat luar angkasa di bulan, menambah produktivitas dengan berlipat ganda (akselerasi), industrialisasi yang serba masinal, serba segera (instan), eksploitasi barang-barang tambang di perut bumi, percobaan-percobaan ilmu pengetahuan dan teknologi tingkat tinggi (misalnya percobaan nuklir) dan lain sebagainya.
 

Maasyiral muslimin Rahimakumullah

Sebagai mahluk Allah yang mulia ini, marilah kita senantiasa menebar kebaikan dan kemaslahatan di alam nyata ini, agar kelak kita bersama-sama dapat menikmati udara segar yang ada di surga sana. Dalam konteks menyelamatkan alam, Rasulullah bersabda:
 

إن قَامَتِ السَّاعَةُ وَفِي يَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا تَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا


Artinya: “Jika terjadi hari kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah tunas, maka jika ia mampu sebelum terjadi hari kiamat untuk menanamnya maka tanamlah.” (HR. Bukhari dan Ahmad)

 

Semoga Allah senantiasa memberikan segala kebaikan kepada kita, hingga kita dikumpulkan bersama orang-orang yang bertaqwa. Amin ya rabbal amalamin.


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ


Khutbah II


الحَمْدُ ِللهِ الَّذِى تَتِمُّ الصَّالِحَاتِ , وَأَشْهَدُ أَنْ لا إِلهَ إِلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ , اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ, فَيَا عِبَادَ اللهِ!  أُوْصِى نَفْسِى وَأَنْتُمْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ, إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ ، وَثَنَّى بِمَلاَئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ ، فَقَالَ تَعَالَى وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا ، تَنْبِيْهًا لَنَا وَتَعْلِيْمًا ، وَتَشْرِيْفًا لِنَبِيِّهِ وَتَعْلِيْمًا "إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَااَّلذِيْنَ آمَنُوْ ا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وعلى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ الأحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَقَاضِيْ الحَاجَاتِ 
اللَّهُمَّ إِنِّا نعُوذُبِكَ مِنْ البَرَصِ، وَالجُنُونِ، وَالجُذَامِ، وَمِنْ سَيِّءِ الأَسْقَامِ تَحَصَّنَا بِذِى الْعزَّةِ وَالْجَبَرُوْتِ وَاعَتَصَمْنَا بِرَبِّ الْمَلَكُوْتِ وَتَوَكَّلْنَا عَلَى الْحَيِّ الَّذِى لاَ يَمُوْتُ 
اللّهُمَّ اصْرِفْ عَنَّا هَذا الْوَبَاءَ وَقِنَا شَرَّ الرَّدَى وَنَجِّنَا مِنَ الطَّعْنِ والطَّاعُوْنِ وَالْبَلاَءِ بِلُطْفِكَ يَا لَطِيفُ يَا خَبِيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ رَبَّنَا لاتُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّاب رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ اللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإحْسَانِ وَاِيْتَآءِ ذِيْ القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ فَاذْكُرُوْا اللهَ العَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكَمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.


Ustadz Agus Hermanto, Wakil Ketua Lakpesdam PCNU Kota Bandar Lampung