Puasa Syawal 6 Hari Tak Berurutan, Apakah Juga Dapat Keutamaan?
Sabtu, 13 April 2024 | 17:17 WIB
A. Syamsul Arifin
Penulis
Jakarta, NU Online
Rasulullah dalam salah satu haditsnya menyebutkan bahwa pahala orang yang berpuasa sunnah Syawal selama enam hari setelah berpuasa Ramadhan, sama halnya dengan pahala puasa selama satu tahun.
Karena keutamaan itu, umat Islam tak sedikit yang antusias melaksanakan puasa sunnah Syawal sebanyak enam hari. Namun dalam praktiknya, kadang tidak selalu berurutan, melainkan dilakukan secara terpisah. Misalkan tanggal 2 Syawal berpuasa, keesokan harinya tidak lagi berpuasa, kemudian dilanjutkan di hari-hari berikutnya.
Praktik ini dalam pandangan ulama tidaklah salah. Namun yang paling utama, puasa Syawal dikerjakan secara berurutan. Hal ini sebagaimana dijelaskan Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop, Bangkalan, Jawa Timur dalam artikelnya di NU Online.
Dengan mengutip pendapat Sayyid Abdullah Al-Hadrami, Ustadz Sunnatullah menjelaskan bahwa puasa sunnah Syawal tidak harus dilakukan secara tersambung. Enam hari puasa sunnah Syawal boleh dikerjakan secara terpisah-pisah sepanjang masih berada dalam bulan Syawal.
“Apakah disyaratkan dalam puasa Syawal untuk terus-menerus? Jawaban: sesungguhnya tidak disyaratkan dalam puasa Syawal untuk terus-menerus, dan cukup bagimu untuk puasa enam hari dari bulan Syawal sekalipun terpisah-pisah, sepanjang semua puasa tersebut dilakukan di dalam bulan ini (Syawal).” demikian pendapat Sayyid Abdullah al-Hadrami yang dikutip Ustadz Sunnatullah.
Dengan demikian, praktik umat Islam yang melaksanakan puasa Syawal secara terpisah masih dibenarkan. Kendati demikian, jelas Ustadz Sunnatullah, yang lebih utama adalah dilakukan terus-menerus tanpa dipisah-pisah.
Menurutnya, pendapat yang menegaskan praktik puasa Syawal yang lebih dianjurkan itu sebagaimana ditulis oleh Imam Abu Al-Husain Yahya bin Abil Khair bin Salim Al-Umrani Al-Yamani dalam salah satu karyanya.
يُسْتَحَبُّ لِمَنْ صَامَ رَمَضَانَ أَنْ يَتَّبِعَهُ بِسِتٍّ مِنْ شَوَّالٍ. وَالْمُسْتَحَبُّ: أَنْ يَصُوْمَهَا مُتَتَابِعَةً، فَإِنْ صَامَهَا مُتَفَرِّقَةً جَازَ
Artinya, “Disunnahkan bagi orang yang puasa di bulan Ramadhan untuk meneruskan dengan puasa enam hari dari bulan Syawal. Dan (praktik) yang dianjurkan, yaitu dengan berpuasa Syawal secara terus-menerus, dan jika puasa dengan cara terpisah, maka diperbolehkan.”
Dari pendapat tersebut, Ustadz Sunnatullah mengemukakan, hendaknya umat Islam mengerjakan puasa Syawal dengan cara tak terputus selama enam hari. Namun, bila memang tidak bisa, dilakukan secara tidak berurutan pun masih dapat dibenarkan dan dianjurkan.
"Puasa Syawal boleh dilakukan baik terus-menerus maupun terpisah-pisah, sepanjang semuanya masih dilakukan di dalam bulan Syawal. Dua cara ini sama-sama mendapatkan kesunnahan puasa pada bulan tersebut. Hanya saja, yang lebih utama adalah dengan cara puasa terus-menerus selama enam hari," terangnya.
Terpopuler
1
PBNU Tunjuk Ali Masykur Musa Jadi Ketua Pelaksana Kongres JATMAN 2024
2
Ulama Sufi Dunia Syekh Muhammad Hisham Kabbani Wafat dalam Usia 79 Tahun
3
GP Ansor DIY Angkat Penjual Es Teh Sunhaji Jadi Anggota Kehormatan Banser
4
Ricuh Aksi Free West Papua, PWNU DIY Imbau Nahdliyin Tetap Tenang dan Tak Terprovokasi
5
Khutbah Jumat: Meraih Keselamatan Akhirat dengan Meninggalkan 6 Perkara
6
GP Ansor Jatim Ingin Berangkatkan Umrah Bapak Penjual Es Teh yang Viral dalam Pengajian Gus Miftah
Terkini
Lihat Semua