Nasional

Refleksi HAN 2025, Pesantren adalah Rumah Kedua Anak Bangsa

NU Online  ยท  Kamis, 24 Juli 2025 | 21:00 WIB

Refleksi HAN 2025, Pesantren adalah Rumah Kedua Anak Bangsa

Ilustrasi santri. (Foto: Romzy Ahmad)

Jakarta, NU Online

Pondok pesantren memiliki peran sebagai rumah kedua bagi santri, sekaligus ruang pembentukan generasi penerus bangsa.


Hal itu disampaikan Koordinator Nawaning Nusantara Wilayah Jakarta Ning Eka Fitri Rohmawati sebagai refleksi peringatan Hari Anak Nasional (HAN) pada Rabu (23/7/2025).


"Pesantren adalah rumah kedua anak bangsa. Jika rumah ini hangat, aman, dan mendidik, generasi kita akan tumbuh dengan martabat dan integritas," tegas Ning Afie, sapaan akrabnya.


Menurutnya, pesantren bukan hanya tempat menimba ilmu agama, tetapi lebih dari itu, menjadi ruang pembelajaran hidup.


โ€œDi pesantren, anak-anak santri belajar akhlak, kedisiplinan, empati, dan nilai-nilai kehidupan yang sering tidak mereka dapatkan secara utuh di kelas formal,โ€ ujarnya.


Ia menambahkan, suasana kekeluargaan di pesantren harus mampu menghadirkan rasa aman dan nyaman.


โ€œSantri harus dilindungi, diperhatikan, dan dididik dalam lingkungan yang penuh kasih. Karena mereka menghabiskan sebagian besar waktu sehari-hari di pondok, maka pesantren punya peran besar dalam membentuk karakter mereka,โ€ jelas Ning Afie.


Namun, ia juga mengingatkan pentingnya menjadikan pesantren sebagai pendidikan ramah anak. Lingkungan pesantren, kata Ning Afie, wajib bebas dari kekerasan fisik maupun verbal, serta praktik diskriminasi.


โ€œFasilitas seperti ruang bermain, program literasi kreatif, hingga edukasi anti-bullying sudah menjadi kebutuhan mendesak di pesantren,โ€ tegasnya.


Komunitas Nawaning mendorong penerapan prinsip hak anak secara konsisten di lingkungan pesantren, hak memperoleh pendidikan berkualitas, hak untuk bermain, serta hak mendapat perlindungan dari tekanan dan pelecehan.


Meski masih ada tantangan, Ning Afie mengapresiasi langkah beberapa pesantren yang mulai berbenah.


โ€œAda pesantren yang sudah melakukan ujian hafalan secara terbuka, memanfaatkan teknologi daring, hingga mengenalkan kurikulum STEM sederhana. Mereka juga memberi ruang dialog terbuka antara guru dan santri. Ini contoh baik yang perlu diperluas,โ€ ujarnya.


Ia menyoroti kolaborasi pesantren dengan orang tua sebagai faktor penting. Proses pendampingan ganda ini memastikan pendidikan tidak berhenti di pondok, tetapi juga berlanjut di rumah dan lingkungan masyarakat.


Sebagai bagian dari refleksi HAN 2025, Komunitas Nawaning menggagas program Pesantren Ceria. Inisiatif ini mengintegrasikan kegiatan edukasi, seni, olahraga, dan literasi anak di pondok, agar santri tumbuh seimbang antara iman, ilmu, dan kreativitas.


โ€œKami ingin santri punya keberanian berbicara, mengasah kreativitas, sekaligus punya kesadaran untuk melawan segala bentuk kekerasan,โ€ kata Ning Afie.


Ia menegaskan, program ini membutuhkan dukungan bersama, terutama kolaborasi dari pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan komunitas.


"Dari tingkat kantor wilayah hingga kecamatan, semua harus bergerak agar pesantren benar-benar menjadi model pendidikan ramah anak,โ€ jelasnya.


Ning Afie berharap, momentum Hari Anak Nasional menjadi awal transformasi pesantren menuju model pendidikan masa depan, berkarakter, inklusif, inovatif, dan bebas dari kekerasan.


โ€œInilah cara kita merawat masa depan Indonesia,โ€ pungkasnya.