Angkat Ustadz Jadi Wali Nikah? Hati-Hati Status Keabsahan Nikahnya
Selasa, 3 Desember 2024 | 12:00 WIB
Muhamad Hanif Rahman
Kolomnis
Salah satu elemen penting dalam pernikahan adalah wali nikah dari mempelai perempuan. Wali nikah bukan hanya pelengkap formalitas, melainkan penjaga keabsahan dan kehormatan akad. Lalu bagaimana bila calon mempelai mengangkat seorang ustad jadi wali nikah?
Hikmah Adanya Wali Nikah
Hikmah pensyariatan wali dalam pernikahan adalah bahwa tidak pantas menurut adat yang baik jika seorang wanita secara langsung mengurus akad pernikahannya sendiri. Hal ini karena wanita seharusnya memiliki sifat malu yang terjaga. (Musthafa Al-Khin, dkk, Al-Fiqhul Manhaji, [Damaskus, Darul Qalam: 1992], juz IV, halaman 61).
Orang Yang Berhak Menjadi Wali Nikah
Agama Islam telah mengatur siapa yang paling berhak menjadi wali. Mereka secara berurutan adalah ayah, kakek (ayahnya bapak), saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah, anak laki-laki saudara laki-laki sekandung, anak laki-laki saudara laki-laki seayah, paman (saudara kandung ayah), paman (saudara ayah seayah), anak laki-lakinya paman kandung dan anak laki-lakinya paman yang seayah.
Jika semuanya tidak ada, maka walinya adalah hakim. Hal ini berdasarkan hadits:
فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ
Artinya, "Sultan atau penguasa pemerintahan adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali." (HR Imam Empat kecuali An-Nasai. Hadits ini dishahihkan oleh Abu 'Awanah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim).
Mengangkat Seorang Ustadz Jadi Wali Nikah?
Dalam beberapa kasus dan alasan tertentu, calon pengantin meminta dinikahkan oleh seorang tokoh agama yang tidak termasuk salah satu urutan walinya. Istilah fiqih menyebutnya sebagai wali muhakkam. Pengertian wali muhakkam mudahnya adalah orang yang diangkat oleh kedua calon mempelai untuk bertindak sebagai wali dalam akad nikah mereka.
Dalam kajian fiqih, wali muhakkam dapat difungsikan sebagai wali alternatif terakhir. Artinya wali muhakkam dapat difungsikan jika wali nasab tidak ada, baik secara faktual atau karena tidak terpenuhinya syarat sah menjadi wali pernikahan–Islam, baligh, berakal, merdeka, berkelamin laki-laki dan mempunyai sifat 'adalah (tidak fasik)–dan tidak ada wali hakim.
Berikut ini penjelasannya:
وَإِذَا عُدِمَ الْوَلِيُّ وَالْحَاكِمُ) أَيْ عُدِمَا مَعًا كَمَا صَرَّحَ بِهِ فِي الرَّوْضَةِ (فَوَلَّتْ) مَعَ خَاطِبِهَا (أَمْرَهَا) رَجُلًا (مُجْتَهِدًا) لِيُزَوِّجَهَا مِنْهُ (جَازَ)؛ لِأَنَّهُ مُحَكَّمٌ وَالْمُحَكَّمُ كَالْحَاكِمِ (وَكَذَا) لَوْ وَلَّتْ مَعَهُ (عَدْلًا) جَازَ (عَلَى الْمُخْتَارِ) وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مُجْتَهِدًا لِشِدَّةِ الْحَاجَةِ إلَى ذَلِكَ
Artinya, "Apabila wali dan hakim tidak ada, maksudnya keduanya tidak ada secara bersamaan, sebagaimana disebutkan secara jelas dalam kitab Ar-Raudhah, lalu perempuan itu bersama orang yang meminangnya menyerahkan urusannya kepada seorang mujtahid untuk menikahkannya dengannya, maka itu dibolehkan; karena ia menjadi muhakkam, dan yang diangkat menjadi hakim (muḥakkam) statusnya seperti hakim.
Begitu juga jika perempuan itu bersama calon suaminya menyerahkan urusannya kepada seorang laki-laki yang adil, maka itu diperbolehkan menurut pendapat yang terpilih, meskipun laki-laki tersebut bukan mujtahid, karena kebutuhan yang sangat mendesak terhadapnya." (Al-Anshari, Asnal Mathalib, [Beirut, Dar Kutub Islami], juz III, halaman 125).
Baca Juga
Wali Nikah bagi Perempuan Mualaf
Dari penjelasan tersebut tampaknya orang yang dapat diangkat menjadi hakim dalam pernikahan (muhakkam) adalah seorang yang sekelas mujtahid meskipun terdapat hakim, dan seorang yang tidak sekelas mujtahid namun mempunyai sifat adil (bukan orang fasik) dapat diangkat menjadi hakim (muhakkam) ketika tidak ada wali hakim.
Dengan demikian, ketentuan tahkim atau mengangkat orang yang sekelas mujtahid dibolehkan secara mutlak meskipun keberadaan hakim masih ada; sedangkan tahkim orang yang tidak sekelas mujtahid namun mempunyai sifat adil diperbolehkan dengan syarat tidak ditemukan qadhi atau hakim di tempat berlangsungnya pernikahan.
Lebih lugas Sayyid Al-Bakri Syatha menjelaskan:
والحاصل يجوز تحكيم المجتهد مطلقا سواء وجد حاكم ولو مجتهدا أم لا، وتحكيم العدل غير المجتهد بشرط أن لا يكون هناك قاض ولو غير أهل: سواء وجد مجتهد أم لا
Artinya, "Kesimpulannya, boleh mengangkat seorang mujtahid sebagai hakim secara mutlak, baik ketika terdapat hakim lain (meskipun juga seorang mujtahid) maupun tidak.
Adapun mengangkat seorang yang adil namun bukan mujtahid sebagai hakim hanya dibolehkan dengan syarat tidak adanya seorang qadhi (hakim) lain, sekalipun qadhi tersebut bukan seorang yang memenuhi syarat (ahli), baik terdapat mujtahid lain maupun tidak."(I'anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz III, halaman 365).
Wali Hakim dalam Pernikahan
Kemudian siapa sebenarnya yang dimaksud wali hakim dalam pernikahan menurut fiqih?
Syekh Ibrahim Al-Bajuri menjelaskan:
قوله (ثم الحاكم) عاما كان أو خاصا كالقاضى والمتولى لعقود الأنكحة أو لهذا العقد بخصوصه
Artinya, "Pernyataan Ibnu Qasim Al-Ghazi: 'Kemudian hakim', maksudnya mencakup hakim umum maupun khusus, seperti qadhi, orang yang ditunjuk untuk melaksanakan akad pernikahan, atau orang yang secara khusus ditunjuk untuk melaksanakan akad tersebut." (Hasyiyah Al-Bajuri 'ala Ibni Qasim, [Beirut, Darul Kutub Al-'Ilmiyah: t.t], juz II, halaman 198).
Wali Hakim Pernikahan di Indonesia
Dalam konteks Indonesia sebagaimana tertuang dalam KHI Pasal 1 poin b, wali hakim ialah wali nikah yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk olehnya, yang diberi hak dan kewenangan untuk bertindak sebagai wali nikah.
Dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 pasal 18 ayat 4, lebih spesifik disebutkan bahwa Kepala KUA Kecamatan adalah wali hakim apabila calon istri tidak mempunyai wali nasab, wali nasabnya tidak memenuhi syarat, berhalangan atau 'adhal (enggan menikahkan).
Dari sini menjadi jelas, wali hakim dalam konteks Indonesia adalah Kepala KUA Kecamatan. Di Indonesia dengan penduduk yang mayoritas muslim KUA sudah tersebar hampir diseluruh Indonesia pada tahun 2023 saja tercatat terdapat sebanyak 5.914 unit KUA.
Dengan kenyataan ini dan kenyataan bahwa orang yang sekelas mujtahid sangat-sangat jarang atau bahkan mustahil ditemukan hari ini, maka sebenarnya peluang mengangkat wali hakim (muhakkam) hampir tidak ada lagi.
Selain itu, di Indonesia pernikahan harus tercatat sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor satu tahun 1974 yang menyatakan bahwa: "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku."
Hal ini dipertegas dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 5 ayat 1 dan 2.
- Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.
- Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat 1 dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang- Undang nomor 22 tahun 1946 jo Undang-Undang Nomor 32 tahun 1954.
Dengan demikian pernikahan dengan wali muhakkam di mata hukum perkawinan di Indonesia, sebenarnya tidak dibenarkan selama masih ada dan ditemukan wali hakim atau kepala KUA Kecamatan. Selain itu, secara otomatis pernikahannya juga tidak tercatat, sebab PPN (Pegawai Pencatat Nikah) adalah bagian tidak terpisahkan dari KUA.
Perlu diketahui, pencatatan pernikah menjadi penting tidak lain untuk kemaslahatan kedua pengantin dan keturunannya, yaitu perkawinannya telah sah mendapat pengakuan negara secara formal.
Hal ini memberikan implikasi hukum, seperti; status anak, mendapatkan akta kelahiran, untuk membuat Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan hak keperdataan lainnya sebagai warga negara Indonesia.
Yang terpenting dari pencatatan perkawinan, hak-hak pihak perempuan dilindungi undang-undang, seperti hak nafkah, tempat tinggal, warisan, dan harta gono gini bila terjadi perceraian di kemudian hari. Wallahu a'lam.
Ustadz Muhamad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Isra Mi’raj, Momen yang Tepat Mengenalkan Shalat Kepada Anak
2
Khutbah Jumat: Kejujuran, Kunci Keselamatan Dunia dan Akhirat
3
Khutbah Jumat: Rasulullah sebagai Teladan dalam Pendidikan
4
Khutbah Jumat: Pentingnya Berpikir Logis dalam Islam
5
Gus Baha Akan Hadiri Peringatan Isra Miraj di Masjid Istiqlal Jakarta pada 27 Januari 2025
6
Khutbah Jumat: Peringatan Al-Qur'an, Cemas Jika Tidak Wujudkan Generasi Emas
Terkini
Lihat Semua