Nikah/Keluarga

Apakah Takhbib juga Berarti Pelakor yang Mengganggu Suami Orang Lain? Samakah Dosanya?

Sel, 9 Agustus 2022 | 06:08 WIB

Apakah Takhbib juga Berarti Pelakor yang Mengganggu Suami Orang Lain? Samakah Dosanya?

Takhbib dalam konteks hadits berarti pebinor. Apakah takhbib juga berkaitan dengan aktivitas pelakor?

Takhbib yang ramai dibincangkan di media sosial, berkaitan dengan lelaki yang mengganggu istri orang. Lalu bagaimana bila sebaliknya? Pelakunya justru wanita yang menggoda suami orang, atau yang sekarang populer disebut dengan istilah pelakor, perebut laki orang—sementara bila pelakunya lelaki populer disebut pebinor, perebut bini orang—.


Secara objektif kasus ini memang berbeda. Sebab lelaki beristri yang digoda wanita lain boleh-boleh saja menikahi wanita pelakor tersebut sebagai istri kedua. Secara fiqih dia sah-sah saja menjadi suami untuk dua wanita itu sekaligus secara bersamaan. Menjadi suami bagi istrinya dan wanita yang datang menggodanya.


Lain halnya dalam kasus lelaki yang menggoda istri orang. Si istri orang ini dalam agama Islam tidak boleh dan tidak sah menjadi istri bagi dua lelaki itu sekaligus secara bersamaan, suaminya dan lelaki yang datang menggodanya. 


Namun apakah perbedaan ini juga memunculkan hukum yang berbeda? Bila lelaki menganggu istri orang hukumnya haram dan dosa besar; sedangkan bila wanita menggoda suami orang maka boleh dan tidak berdosa, karena boleh dan sah-sah saja ia jadi istri keduanya?


Dalam hal ini secara tegas Ibnu Hajar al-Haitami (909-974 H), pakar fiqih Syafi’i asal Mesir menjelaskan, bahwa hukum keduanya sama, sama-sama haram dan dosa besar. Perbedaan tersebut tidak berdampak pada hukum.


Menurutnya, perbedaan itu tidak memunculkan hukum yang berbeda karena mengganggu istri orang dan menggoda suami orang itu bersifat umum. Baik pelakunya laki-laki maupun wanita. Baik dengan tujuan ingin menikahinya maupun tidak. Ataupun iseng tanpa tujuan apapun. Semuanya sama, haram dan dosa besar.


Ibnu Hajar menegaskan:


الْكَبِيرَةُ السَّابِعَةُ وَالثَّامِنَةُ وَالْخَمْسُونَ بَعْدَ الْمِائَتَيْنِ: تَخْبِيبُ الْمَرْأَةِ عَلَى زَوْجِهَا، أَيْ إفْسَادِهَا عَلَيْهِ، وَالزَّوْجِ عَلَى زَوْجَتِهِ  ... وَالثَّانِيَةُ كَالْأُولَى كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ وَإِنْ أَمْكَنَ الْفَرْقُ بِأَنَّ الرَّجُلَ يُمْكِنُهُ أَنْ يَجْمَعَ بَيْنَ الْمُفْسِدِ لَهُ وَزَوْجَتِهِ بِخِلَافِ الْمَرْأَةِ ؛ لِأَنَّ إفْسَادَ الْمَرْأَةِ عَلَى زَوْجِهَا وَالرَّجُلِ عَلَى زَوْجَتِهِ أَعَمُّ مِنْ أَنْ يَكُونَ مِنْ الرَّجُلِ أَوْ مِنْ الْمَرْأَةِ مَعَ إرَادَةِ تَزْوِيجٍ أَوْ تَزَوُّجٍ أَوْ لَا مَعَ إرَادَةِ شَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ .


Artinya, “Dosa besar ke-257 dan ke-258 adalah mengganggu istri orang, maksudnya merusak hatinya sehingga tidak suka terhadap suaminya, dan menggoda suami orang … Hukum kasus yang kedua sama dengan kasus pertama sebagaimana sudah jelas, meskipun secara objektif bisa dibedakan, yaitu lelaki boleh menjadikan wanita yang menggodanya sebagai istri kedua, sedangkan wanita tidak boleh menjadikan lelaki yang menggodanya sebagai suami kedua. Sebab mengganggu istri orang dan menggoda suami orang itu bersifat umum. Baik pelakunya laki-laki maupun wanita. Baik bertujuan ingin menikahkannya dengan orang lain, atau bertujuan menikahinya maupun tidak. Ataupun iseng tanpa tujuan apapun.” (Ibnu Hajar al-Haitami, az-Zawajir ‘an Iqtirafil Kabair, juz II, halaman 283).


Dari sini dapat dipahami, meskipun yang ada di nash hadits adalah hukum lelaki menggoda istri orang, “man khabbaba zuajatamri-in”, namun hadits itu juga sekaligus berlaku sama untuk sebaliknya. Yaitu kasus wanita menggoda suami orang. 


Demikian inilah penjelasan ulama sebagaimana Imam Ibnu Hajar al-Haitami, Syekh Muhammad Syamsul Haq al-‘Azhim Abadi, dan Syekh al-Mula Ali al-Qari.;(Al-‘Azhim Abadi, ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyah: 1415 H], juz VI, halaman 159; dan Al-Mula Ali al-Qari, Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih, juz X, halaman 198).


Walhasil, hukum menggoda suami orang sama halnya dengan hukum menggoda istri orang. Sama-sama haram dan dosa besar. Wallahul musta’an.


Ustadz Ahmad Muntaha AM, Founder Aswaja Muda dan Redaktur Keislaman NU Online.