Kriteria ‘Jeda’ Yang Membatalkan Ijab Qabul Pernikahan
NU Online · Rabu, 28 Mei 2025 | 12:00 WIB
Sayyida Naila Nabila
Kolomnis
Ijab Qabul merupakan elemen sakral dalam ibadah dan muamalah Islam, terutama dalam pernikahan, yang keabsahannya bergantung pada pelaksanaan Shighat atau Ijab Qabul. Prosesi ijab qabul sering menjadi momen penuh hikmat, terutama saat pengantin pria melafalkannya.
Ketentuan ijab qabul menjadi viral kembali saat salah satu selebriti di Indonesia ketika melangsungkan akad nikah, tampak mempelai pria beberapa kali terdengar menarik nafas saat melafalkan ijab qabul. Dari sini lahir pertanyaan: apakah ijab qabul harus diucapkan dalam satu nafas tanpa jeda?
Jumhur ulama menetapkan beberapa syarat keabsahan ijab qabul dalam akad nikah, yaitu:
Baca Juga
Doa Usai Akad Nikah untuk Pengantin Baru
1. Penggunaan Lafadz yang Jelas
Lafaz harus menggunakan kata-kata spesifik seperti “nikah” atau “tazwij”. Contoh ijab: “Saya nikahkan kamu dengan putri saya.” Contoh qabul: “Saya terima nikahnya...” Namun, lafaz seperti “Saya serahkan dia padamu” tidak sah karena kurang jelas.
2. Dilaksanakan dalam Satu Majelis
Ijab (penyerahan oleh wali) dan qabul (penerimaan oleh calon suami) harus dilakukan dalam satu waktu dan tempat, memastikan prosesi berlangsung hikmat tanpa gangguan, seperti masalah sinyal saat akad daring.
3. Kesesuaian Ijab dan Qabul
Lafadz ijab dan qabul harus sesuai. Misalnya, jika wali mengucapkan, “Saya nikahkan kamu dengan anak saya Fulanah,” maka calon suami menjawab, “Saya terima nikahnya...” Menggunakan lafaz yang tidak sesuai, seperti nama wanita yang salah atau ternyata yang terucap adalah lafaz jual-beli (“Saya beli anak Anda dengan mahar...”), maka tentu tidak sah.
Baca Juga
Bacalah Doa ini Sebelum Lamaran Nikah!
4. Kesegeraan Pengucapan
Ijab dan qabul harus diucapkan tanpa jeda panjang atau gangguan, seperti menunda 10 menit, menyapa tamu, atau menjawab telepon, agar akad tetap utuh dan sah.
Ulama mazhab Malikiyah dan Syafi‘iyyah menegaskan bahwa ijab qabul tidak boleh dipisahkan oleh jeda atau pemisah yang panjang. Selain itu, akad tidak boleh digantungkan pada lafaz selain lafaz akad itu sendiri. Berikut penjelasan dari mayoritas ulama:
وعند الجمهور: يشترط الفور بألا يفصل بين الإيجاب والقبول فاصل كثير، وعبارة الشافعية: يشترط ألا يطول الفصل في لفظي العاقدين بين الإيجاب والقبول، فإن طال ضر؛ لأن طول الفصل يخرج القبول عن أن يكون جواباً عن الإيجاب. والفصل الطويل: هو ما أشعر بإعراضه عن القبول. ولا يضر الفصل اليسير لعدم إشعاره بالإعراض عن القبول. ويضر تخلل كلام أجنبي
Artinya: Mayoritas ulama mensyaratkan kesegeraan (faur) dalam akad, yaitu tidak boleh ada jeda panjang antara ijab dan qabul. Menurut ulama Syafi‘iyyah, “Disyaratkan agar tidak ada jeda yang terlalu panjang antara lafadz ijab dan qabul dari kedua pihak yang berakad. Jika jeda terlalu panjang, akad menjadi rusak.” Hal ini karena jeda panjang membuat qabul tidak lagi dianggap sebagai jawaban atas ijab. Jeda panjang yang membatalkan akad adalah jeda yang menunjukkan sikap berpaling dari qabul. Sebaliknya, jeda singkat tidak membatalkan akad karena tidak mengindikasikan sikap berpaling dari qabul. Namun, masuknya ucapan asing (kalam ajnabi) di antara ijab dan qabul dapat membatalkan akad. (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhul Islam wa Adillatuhu, [Damaskus: Daarul Fikr, t.t.], Juz IX, hlm. 6536)
Adapun jika jeda atau pemisah tidak termasuk hal asing yang merusak akad, maka akad tetap sah:
إذا تخلل بين الإيجاب والقبول زمان طويل لم يصح. وإن تخلل بينهما زمان يسير يجري مجرى بلع الريق وقطع النفس صح لأن ذلك لا يمكن الاحتراز منه
Artinya, “Jika antara ijab dan qabul disela oleh waktu yang lama, maka akad nikah tidak sah. Namun, jika disela oleh waktu singkat, seperti waktu untuk menelan ludah atau jeda napas, maka akad tetap sah karena hal tersebut tidak dapat dihindari.” (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, [Kairo: Darul Hadis, 2010], Juz XVI, hlm. 474)
Berdasarkan pendapat ulama, ketentuan mengenai jeda (fashl) merujuk pada pemisah antara ucapan ijab dan qabul. Ketentuan ini dapat menjadi pedoman untuk menjawab problematika kontemporer, khususnya terkait boleh atau tidaknya jeda dalam pengucapan ijab atau qabul itu sendiri.
Dari berbagai pandangan ulama, jeda yang dapat membatalkan keabsahan ijab qabul pernikahan meliputi:
- Jeda yang terlalu panjang, karena dapat menimbulkan kekhawatiran adanya penundaan atau pembatalan akad.
- Jeda singkat yang mengandung ucapan asing (kalam ajnabi) yang bukan bagian dari akad. Namun, jeda singkat yang berupa doa atau lafadz akad lain tetap diperbolehkan.
Berdasarkan ijtihad ulama, pelafalan ijab qabul oleh mempelai pria yang disertai jeda akibat menghela napas, batuk, bersin, atau menelan ludah tetap dianggap sah. Hal ini karena aktivitas tersebut merupakan sifat alami manusia dan bukan termasuk ucapan asing yang merusak akad, sebagaimana disyaratkan oleh ulama. Wallahu a'lam.
Ustadz Sayyida Naila Nabila, Pegiat Kajian Keislaman.
Terpopuler
1
Soal Tambang Nikel di Raja Ampat, Ketua PBNU: Eksploitasi SDA Hanya Memperkaya Segelintir Orang
2
Meski Indonesia Tak Bisa Lolos Langsung, Peluang Piala Dunia Belum Pernah Sedekat Ini
3
Pentingnya Kematangan Pola Pikir dan Literasi Finansial dalam Perencanaan Keuangan
4
PBNU Rencanakan Indonesia Jadi Pusat Syariah Dunia
5
Sejarawan Kritik Penulisan Sejarah Resmi: Abaikan Pluralitas, Lahirkan Otoritarianisme
6
Sunnah Puasa Ayyamul Bidh di Pertengahan Bulan Dzulhijjah 1446 H Hari Ini dan Esok
Terkini
Lihat Semua