Kala yang Taat Lebih Gawat dari yang Bermaksiat
NU Online · Sabtu, 3 Desember 2016 | 10:09 WIB
[Syekh Ibnu Athai’illah as-Sakandari, dalam al-Hikam]
Ketaatan dan kemaksiatan adalah dua hal yang saling bertentangan. Dalam bahasa hukum, yang pertama wajib dilaksanakan, sementara yang kedua wajib ditinggalkan. Ketaatan lebih utama daripada kemaksiatan. Hanya saja, saat seseorang berada pada kondisi taat (tidak bermaksiat), bukan berarti ia berada pada level aman. Sebab, ketaatan membawa konsekuensi tanggung jawab yang lebih berat, yakni terjaganya batin dari kotoran ujub dan keangkuhan. Itulah alasan mengapa orang yang saleh lebih membutuhkan pertolongan Allah ketimbang berandalan yang gemar melakukan maksiat. Ketaatan bisa jadi sebab munculnya sifat takabur, sementara maksiat bisa jadi sebab munculnya rasa bersalah, kerendahan hati, dan perbaikan diri. Di sini kita belajar, semakin taat seseorang seharusnya semakin takut ia jatuh pada sikap jemawa. Beribadah atau berbuat baik mungkin adalah hal yang mudah, tapi beribadah dan berbuat baik tanpa merasa lebih baik daripada orang yang tak beribadah atau berbuat baik tentu merupakan hal yang lebih susah. Wallahu a'lam.
Terpopuler
1
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
2
Khutbah Idul Adha: Menanamkan Nilai Takwa dalam Ibadah Kurban
3
Bolehkah Tinggalkan Shalat Jumat karena Jadi Panitia Kurban? Ini Penjelasan Ulama
4
Khutbah Idul Adha: Implementasi Nilai-Nilai Ihsan dalam Momentum Lebaran Haji
5
Khutbah Idul Adha Bahasa Jawa 1446 H: Makna Haji lan Kurban minangka Bukti Taat marang Gusti Allah
6
Khutbah Idul Adha: Menyembelih Hawa Nafsu, Meraih Ketakwaan
Terkini
Lihat Semua