Ramadhan

Kisah Sahabat Abu Bakar Memerangi Orang-orang yang Tidak Membayar Zakat

Sel, 11 April 2023 | 20:00 WIB

Kisah Sahabat Abu Bakar Memerangi Orang-orang yang Tidak Membayar Zakat

Ilustrasi: Abu Bakar As-Shiddiq (NU Online).

Salah satu kewajiban selain puasa yang harus dikerjakan pada bulan Ramadhan adalah zakat fitrah. Semua umat Islam yang mampu untuk mengeluarkan zakat fitrah memiliki kewajiban untuk menunaikannya. Dan, waktu pengeluaran itu terhitung sejak hari pertama bulan Ramadhan, hingga memasuki hari raya Idul Fitri, tepatnya sebelum pelaksaan shalat Id.
 

Kewajiban zakat fitrah adalah untuk menunjukkan kepedulian dan sikap empati yang tinggi kepada orang-orang fakir miskin. Karena itu, keduanya menjadi golongan penerima zakat nomor satu dan dua yang harus lebih didahulukan daripada yang lain. Selain itu, zakat fitrah juga bisa menjadi penyebab diterimanya ibadah puasa di bulan Ramadhan. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Nabi saw dalam salah satu haditsnya, ia bersabda:

 

شَهْرُ رَمَضَانَ مُعَلَّقٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلاَ يُرْفَعُ إلَى الله إلاَّ بِزَكَاةِ الفِطْرِ
 

Artinya, “(Pahala puasa) pada bulan Ramadhan digantungkan antara langit dan bumi, dan tidak diangkat kepada Allah Swt, kecuali dengan (menunaikan) zakat fitrah.” (HR Ibnu Syahin). 
 

Karena itu, Islam mewajibkan semua pemeluknya untuk mengeluarkan zakat fitrah di bulan Ramadhan. Karena diwajibkan, maka tidak boleh hukumnya, dan berdosa orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat fitrah di bulan Ramadhan. Sebab, salah satu sikap kepedulian Islam adalah tidak membiarkan orang-orang fakir dan miskin selalu hidup kelaparan, tanpa ada tunjangan dan bantuan sedikit pun.
 

Berkaitan dengan hal ini, terdapat suatu kisah yang terjadi pada zaman sahabat Abu Bakar ra, setelah wafatnya Rasulullah saw. Ia merupakan sahabat yang sangat lembut, pribadinya tegas kepada kebatilan, dan santun pada kebenaran. Ia merupakan representasi dari sifat Rasulllah yang sangat santun, penyayang kepada semua kalangan. Ia tidak pernah marah, kecuali jika ajaran Islam dihina. Tidak pernah membenci pada orang-orang yang menyakitinya.
 

Namun akibatnya, banyak orang-orang Quraisy saat itu yang justru meremehkan pada estafet kepemimpinannya saat itu. Ia dinilai sebagai pemimpin yang lemah, sehingga banyak dari mereka yang melanggar dan tidak memenuhi tanggungjawabnya, khususnya zakat. Kendati demikian, Abu Bakar sebagai pemimpin tahu harus bergerak kemana dalam menghadapi mereka.
 

Langkah pertama yang ia ambil adalah menasehati dan mengajak mereka untuk kembali ke jalan yang benar sebagaimana ketika Rasulullah masih hidup. Hanya saja langkah ini mendapatkan balasan yang menyakitkan dari mereka, para pembangkang justru mencemooh dan mengolok-olok saat itu.

 

Karena nasihat dan ajakan tidak mempan, akhirnya sahabat Abu Bakar memutuskan untuk mengangkat senjata guna memerangi mereka yang tidak mengeluarkan zakat. Upayanya saat itu benar-benar ia tegakkan. Beberapa pasukan umat Islam ia kerahkan untuk menghadapi mereka, di antara pasukan itu sebagaimana yang disebutkan oleh Syekh Muhammad Said Ramadhan al-Buthi, adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib. (Al-Buthi, Fiqhus Sirah Nabawiyah, [Beirut, Darul Fikr: 2019], halaman 372).
 

Usahanya untuk berperang memberantas kelompok pecegah zakat itu, pada akhirnya meraih kemenangan. Dari kemenangan tersebut akhirnya jaringan orang-orang murtad pun terputus, Islam kembali tersebar ke seluruh Jazirah Arab sebagaimana ketika dipimpin oleh Rasulullah, dan kabilah-kabilah pun tunduk menunaikan zakat.
 

Keputusan khalifah Abu Bakar untuk memerangi orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat merupakan jalan terakhir. Sebab, saat itu mereka sudah tidak bisa dinasehati dan dibujuk kembali. Nasihat agar membayar zakat sudah tidak mereka hiraukan. (Syamsuddin Asy-Syarbini, Tafsir As-Sirajul Munir, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: tt], juz I, halaman 466).
 

Dari kisah ini dapat dipahami perihal pentingnya menunaikan zakat, termasuk juga zakat fitrah. Sebab, zakat tidak hanya berbicara perihal kewajiban dalam Islam saja, namun juga menyangkut hak orang lain yang harus diterima oleh mereka (mustahiq zakat). Karenanya, sahabat Abu Bakar benar-benar berusaha untuk menegakkan keadilan tersebut, guna menjamin kesejahteraan orang fakir-miskin saat itu.
 

Nah, dari sinilah pentingnya zakat sebagai bentuk kepedulian sosial. Bahkan, saking pentingnya hingga menjadi rukun Islam ketiga setelah kewajiban shalat lima waktu. Secara tegas, Islam mewajibkan pemeluknya untuk mengeluarkan zakat. Selain itu, juga harus tepat dalam pemberiannya, sebagaimana ditentukan ada delapan golongan yang berhak menerimanya.
 

Selain menunaikan kewajiban, mengeluarkan zakat juga merupakan wujud kasih sayang kepada sesama. Memang betul, bahwa manifestasi kasih sayang tidak harus bersifat material, akan tetapi memberikan sesuatu yang lebih dibutuhkan dan bermanfaat kepada orang lain akan lebih menyentuh perasaan orang itu. Dengan demikian, rasa kemanuisaan menjadi inti dari zakat itu sendiri.


 

Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.