Pada hakikatnya ketika seseorang berdiri dalam shalat adalah berdiri di hadapan Allah subhanahu wata'ala.
Ulil Hadrawi
Kolomnis
Dalam shalat, muka merupakan gambaran dari tubuh. Sedangkan hati tetap berada di depan Allah subhanahu wata'ala. Oleh karena itu, kepala sebagai anggota badan tertinggi hendaklah menunduk ke bawah sebagai tanda penghormatan yang dalam atas Dzat Maha Agung yang disembah.
Selain itu, menundukkan muka menjadi salah satu langkah memaksa hati untuk bertawadhu, merasa hina, dan menyadarkan diri atas kerendahannya. Dan yang lebih penting lagi hendaklah dalam posisi ini (berdiri sambil menundukkan muka) disertakan keadaan hati yang khawatir karena seolah-olah diri sedang dalam proses penghitungan amal untuk dimintai pertanggungjawabannya.
Pada hakikatnya ketika seseorang berdiri dalam shalat adalah berdiri di hadapan Allah subhanahu wata'ala. Sungguh Dia (Allah) melihat dan memperhatikan segala yang dilakukan. Oleh karena itu dalam rangka melatih diri menghadirkan rasa penghormatan yang dalam atas keagungan-Nya, rasakanlah seolah dirimu sedang berhadapan dengan penguasa dunia (presiden atau raja) yang sedang menilai tingkah shalatmu.
Demikian yang diajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada Abu Hurairah ketika beliau ditanya ‘bagaimana cara takut kepada Allah subhanahu wata'ala?” maka beliau bersabda:
كما تستحى من الرجل الصالح من قومك
"Sebagaimana kamu malu kepada seorang lelaki shalih dari kaummu."
Adapun menghadap ke arah kiblat sejatinya merupakan satu tindakan dengan satu tujuan tertentu. Karena dengan menghadap arah kiblat tidak memungkinkan seseorang menghadap ke arah lain. Karena jika seseorang telah menghadap ke satu arah berarti dia meninggalkan arah lainnya. Sebagaimana seseorang memilih menghadap Allah subhanahu wata'ala dan memalingkan diri dari yang lain.
Dengan kata lain, jikalau tidak memungkinkan menghadap kiblat kecuali dengan berpaling dari arah lain, demikian pula dengan hati yang hanya bisa menuju Allah dengan meninggalkan yang lainnya. Karena tidak mungkin menghadirkan hati ke hadapan-Nya bersama dengan yang lain. Hati yang hudhur inilah yang dijamin oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan sabdanya:
إذا قام العبد إلى صلاته فكان هواه ووجهه وقلبه إلى الله عزوجل انصرف كيوم ولدته أمه
"Apabila seseorang hamba itu berdiri di dalam shalatnya, maka konsentrasinya, mukanya, dan hatinya menghadap kepada Allah subhanahu wata'ala, sehingga ia keluar dari shalatnya seperti keadaan baru dilahirkan oleh ibunya."
Hal ini berarti penghadapan ke arah kiblat yang dilakukan oleh segenap anggota badan harus disertai penghadapan hati ke arah-Nya Yang Maha Kuasa. (Red. Ulil H)
Catatan: Naskah ini terbit pertama kali di NU Online pada Selasa, 20 Mei 2014 pukul 18:00. Redaksi mengunggahnya ulang dengan sedikit penyuntingan.
Terpopuler
1
Daftar Tanggal Merah Bulan Mei 2024; Ada 2 Libur Panjang
2
Hasil Sidang Sengketa Pilpres 2024: Seluruh Permohonan Anies-Muhaimin Ditolak MK
3
Ketika Cuaca Buruk Bolehkah Mengumandangkan Adzan Shallu fi Rihalikum atau fi Buyutikum?
4
Mandi Malam Sebabkan Rematik, Mitos atau Fakta?
5
Ini Profil Delapan Hakim MK yang Putuskan Sengketa Pilpres 2024
6
Flu dan Batuk Tak Kunjung Sembuh, Ketahui Penyebab dan Cara Mengobatinya
Terkini
Lihat Semua