Syariah

Memaksimalkan Fungsi Masjid dalam Kehidupan Sehari-hari

Rabu, 16 Februari 2022 | 22:45 WIB

Memaksimalkan Fungsi Masjid dalam Kehidupan Sehari-hari

Ilustrasi masjid. (Foto: NU Online)

Masyarakat menyebut masjid adalah rumah Allah swt yang difungsikan untuk menunaikan shalat. Selain itu, biasanya masjid juga dimanfaatkan untuk proses belajar dan mengajar keagamaan atau ngaji. Namun demikian, banyak hal yang bisa direalisasikan melalui masjid untuk tujuan kemaslahatan umat secara luas.


Hal tersebut menunjukkan bahwa selain dapat menegakkan agama Allah, masjid juga dapat digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan dan ketertiban sosial melalui dakwah-dakwah keagamaan. Jika di Indonesia terdiri dari masyarakat yang majemuk, maka masjid hendaklah mendakwahkan kesejukan dalam praktik kehidupan sehari-hari.


Al-Qur’an menyebut fungsi masjid antara lain di dalam Firman-Nya:

 

فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ


رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
 

“Bertasbihlah kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya pada waktu pagi dan petang. Orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan, dan tidak (pula) oleh jual-beli, atau aktivitas apapun dan mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, membayarkan zakat, mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.” (QS. An-Nur: 36-37)


Perintah bertasbih bukan hanya berarti mengucapkan Subhanallah, melainkan lebih luas lagi, sesuai dengan makna yang dicakup oleh kata tersebut beserta konteksnya. Sedangkan arti dan konteks-konteks tersebut dapat disimpulkan dengan kata taqwa. 


Sedangkan taqwa sendiri tidak hanya diwujudkan dalam hablum minallah (hubungan dengan Allah), tetapi juga hablum minannas (hubungan sesama manusia) serta hablum minal alam (hubungan dengan alam/lingkungan). Di titik ini, masjid hendaknya menjadi titik tolak perubahan ke arah masyarakat yang berkeadilan di segala lini.


Terkait arti masjid ini, Pakar Tafsir Al-Qur’an asal Indonesia, Muhammad Quraish Shihab dalam buku karyanya Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat (Mizan, 2000) menguraikan, kata masjid terulang sebanyak 28 (dua puluh delapan) kali di dalam Al-Qur’an. Dari segi bahasa, kata masjid terambil dari akar kata sajada-sujud, yang berarti patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat dan ta’dzim.


Meletakkan dahi, kedua tangan, lutut, dan kaki ke bumi, yang kemudian dinamai sujud oleh syariat, adalah bentuk lahiriah yang paling nyata dari makna-makna di atas. Itulah sebabnya mengapa bangunan yang dikhususkan untuk melaksanakan shalat dinamakan masjid, yang artinya "tempat bersujud."


Dalam pengertian sehari-hari, masjid merupakan bangunan tempat shalat kaum Muslim. Tetapi, karena akar katanya mengandung makna tunduk dan patuh, hakikat masjid adalah tempat melakukan segala aktivitas yang mengandung kepatuhan kepada Allah semata. Karena itu Al-Qur’an surat Al-Jin ayat 18, misalnya, menegaskan bahwa:

 

وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا

“Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, karena janganlah menyembah selain Allah sesuatu pun.” (QS Al-Jin: 18)


Selain itu, Quraish Shihab dalam buku yang sama juga mengemukakan bahwa Rasululullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Telah dijadikan untukku (dan untuk umatku) bumi sebagai masjid dan sarana penyucian diri.” (HR Bukhari dan Muslim melalui Jabir bin Abdullah).


Jika Rasulullah mengaitkan masjid dengan bumi ini, maka jelas bahwa masjid bukan hanya sekadar tempat sujud dan sarana penyucian.

 

Tidak juga hanya berarti bangunan tempat shalat, atau bahkan bertayamum sebagai cara bersuci pengganti wudhu, tetapi masjid juga berarti tempat melaksanakan segala aktivitas manusia yang mencerminkan kepatuhan kepada Allah saw. (Fathoni)