Shalawat/Wirid

Kewajiban Membaca Shalawat Nabi bagi Tiap Mukmin

Sen, 24 September 2018 | 09:30 WIB

Di berbagai majelis-majelis ta’lim seringkali pembacaan shalawat Nabi menjadi salah satu bagian dari rangkaian acaranya. Tak sedikit pula para guru yang sangat menganjurkan kepada para murid dan santrinya untuk memperbanyak bacaan shalawat kepada Rasulullah Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam.

Hal ini tentunya mengundang bebagai pertanyaan, salah satunya tentang apa status hukum membaca shalawat kepada Nabi. Bila bershalawat merupakan salah satu kewajiban seorang mukmin, kapan kewajiban bershalawat itu mesti dilakukan?

Allah berfirman di dalam Surat Al-Ahzab ayat 56:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Artinya: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya selalu membaca shalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kalian kepadanya dan bersalamlah dengan sebenar-benarnya salam.”

Berangkat dari ayat ini para ulama sepakat bahwa hukum membaca shalawat kepada Nabi Muhammad adalah wajib bagi setiap orang mukmin. Pun demikian dengan hukum bersalam kepada beliau.

Ibnu Abdil Barr sebagaimana dikutip oleh Syekh Yusuf bin Ismail An-Nabhani menuturkan:

أجمع العلماء على أن الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم فرض على كل مؤمن بقوله تعالى يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Artinya: “Para ulama telah sepakat bahwa bershalawat kepada Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah wajib bagi setiap orang mukmin berdasarkan firman Allah: wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kalian kepadanya dan bersalamlah dengan sebenar-benarnya salam.” (Yusuf bin Ismail An-Nabhani, Afdlalus Shalawât ‘alâ Sayyidis Sâdât, Jakarta, Darul Kutub Islamiyah, 2004, hal. 12)

Meski demikian para ulama berbeda pendapat tentang kapan waktu kewajiban membaca shalawat tersebut. Imam Qurtubi meyatakan bahwa tidak ada perbedaan pendapat di dalam kewajiban membaca shalawat sekali seumur hidup. Membaca shalawat juga wajib dilakukan dalam setiap waktu dengan kewajiban layaknya sunnah muakkadah.

Ibnu Athiyah menyampaikan bahwa bershalawat kepada Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam dalam setiap keadaan adalah suatu kewajiban sebagaimana wajibnya sunnah-sunnah muakkadah tidak meninggalkan dan melalaikannya kecuali orang-orang yang tak memiliki kebaikan.

Adapun bagi Imam Syafi’i membaca shalawat kepada Nabi adalah suatu kewajiban yang mesti dilakukan dalam setiap kali shalat, yakni pada waktu duduk tasyahud akhir. Dalam mazhabnya ini menjadi salah satu rukun qauli yang meningalkannya berakibat pada tidak sahnya shalat yang dilakukan.

Sebagian ulama mazhab Maliki sependapat dengan apa yang ditetapkan oleh Imam Syafi’i. Sementara sebagian lainnya berpendapat bahwa wajib memperbanyak membaca shalawat kepada Nabi tanpa menentukan bilangannya.

Sementara Imam Thahawi menyebutkan bahwa membaca shalawat wajib dilakukan manakala seseorang mendengar nama Nabi Muhammad disebutkan oleh orang lain atau oleh dirinya sendiri.

Apa yang disampaikan Imam Thahawi ini barangkali berdasarkan satu hadis riwayat Abu Hurairah yang menuturkan:

رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ

Artinya: “Jelek sekali, orang yang namaku disebut di sisinya namun ia tidak membaca shalawat kepadaku.” (Muhammad Abdur Rauf Al-Munawi, Faidlul Qadîr, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2012, jil. IV, hal. 45)

Terlepas dari berbeda-bedanya para ulama tentang kapan kewajiban membaca shalawat kepada Nabi sebagaimana di atas cukuplah bagi kita sebagai umat beliau bahwa bershalawat merupakan suatu kewajiban. Dan pembacaan shalawat yang kita lakukan semestinya bukan hanya menggugurkan kewajiban belaka, namun lebih dari itu sebagai penghormatan dan pengagungan kita kepada beliau. Itulah maksud yang sesungguhnya disyariatkannya bershalawat. Bila Allah dan para malaikat-Nya saja mengagungkan Baginda Rasulullah Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam dengan bershalawat, maka tentu sebagai umatnya lebih seharusnya mengagungkan beliau dengan bershalawat: Allâhumma shalli ‘alâ sayyidinâ Muhammad.

Wallâhu a’lam. (Yazid Muttaqin)