Perbedaan Tradisi Pengamalan Dalailul Khairat di Indonesia dan Maroko
Senin, 18 November 2024 | 07:00 WIB
Sunnatullah
Kolomnis
Salah satu bacaan zikir dan shalawat yang begitu masyhur di Indonesia adalah Dalailul Khairat, karya monumental Imam Sulaiman al-Jazuli. Kitab ini tidak sekadar menjadi untaian doa dan pujian kepada Rasulullah, tetapi juga menjadi simbol cinta yang mendalam umat Islam kepada Nabi yang mulia. Setiap bait yang disusun olehnya, terdapat untaian shalawat yang indah, mengalir seperti aliran sungai yang menyejukkan hati, membawa ketenangan bagi setiap jiwa-jiwa yang merindukan perjumpaan bersama Kanjeng Nabi.
Dalailul Khairat adalah sebuah karya agung yang lahir dari kecintaan seorang ulama terkemuka dari Maghribi. Di tanah yang dikenal dengan tradisi tasawufnya, Imam Jazuli menyusun untaian zikir dan shalawat yang begitu indah ini, di dalamnya tertuang untaian bait shalawat yang menjadi cermin betapa besarnya cinta sang penulis kepada baginda Nabi.
Pada mulanya, Dalailul Khairat masyhur di tanah Maroko, di mana ia menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi zikir dan tasawuf yang mendalam. Namun, keberkahan yang memancar dari untaian shalawat dan doa di dalamnya, menjadikan kitab ini melintasi batas-batas geografis, menyebar hingga ke seluruh penjuru dunia Islam. Umat dari berbagai negeri, termasuk Indonesia, menghidupkan lantunannya sebagai bentuk cinta kepada Rasulullah.
Biografi Penulis Dalailul Khairat
Kitab Dalailul Khairat lahir dari tangan agung Imam al-Jazuli, ulama besar yang namanya terukir dalam sejarah Islam. Ia Bernama lengkap Muhammad bin Sulaiman bin Daud bin Basyar al-Jazuli as-Samalani asy-Syadzili. Lahir pada tahun 807 H/1404 M di Souss, sebuah wilayah di Marrakesh, Maroko, yang dikenal sebagai pusat keilmuan dan spiritualitas Islam, dan wafat pada tahun 870 H/1465 M.
Imam Al-Jazuli, lahir di tengah keluarga yang berpendidikan. Sejak kecil, ia telah dididik dalam tradisi keilmuan yang kokoh, hingga tumbuh menjadi seorang yang cinta pada ilmu dan mendalam dalam agama. Langkah awalnya menuju puncak keilmuan dimulai di kota Fes, pusat keilmuan Islam pada masanya. Di sana, ia memperdalam pemahaman fikih dengan menghafal al-Mudawwanah, kitab rujukan utama dalam Mazhab Maliki, serta mempelajari berbagai cabang ilmu lainnya.
Sejarah di atas terekam indah dalam karya seorang sejarawan besar dalam dunia Islam, Khairuddin az-Zirikli. Sosok yang dikenal luas sebagai tokoh intelektual terkemuka ini berasal dari tanah Lebanon. Az-Zirikli dalam kitabnya mengatakan:
اَلْجَزُوْلِي (807 - 870 هـ = 1404 - 1465 مـ) مُحَمَّدُ بْنُ سُلَيْمَان بْنِ دَاوُدَ بْنِ بَشَرِ الْجَزُوْلِي السَّمَلاَلِي الشَّاذِلِيِّ: صَاحِب دَلاَئِلِ الْخَيْرَاتِ مِنْ أَهْلِ سُوسْ الْمَرَاكِشِيَّةِ. تَفَقَّهَ بِفَاسٍ، وَحَفِظَ الْمُدَوَّنَةَ فِي فِقْهِ مَالِكٍ، وَغَيْرِهَا
Artinya, “Al-Jazuli (807 – 870 H | 1404 – 1465 M), Bernama lengkap Muhammad bin Sulaiman bin Daud bin Basyar al-Jazuli as-Samalani asy-Syadzili, penulis kitab Dalailul Khairat, dari kota Souss, Marrakesh. Ia belajar fiqih di Fez, dan berhasil menghafal kitab al-Mudawwanah sebuah kitab fiqih mazhab Malik dan yang lainnya.” (Az-Zirikli, al-A’lam, [Darul Basyair al-Islamiah: tt], jilid VI, halaman 151).
Melalui penguasaan fiqih yang mendalam, khususnya dalam mazhab Maliki, dan karya monumentalnya Dalailul Khairat, Imam al-Jazuli memberi kontribusi besar terhadap spiritualitas umat Islam. Kitab Dalailul Khairat bukan hanya menjadi amalan bagi banyak umat, tetapi juga mencerminkan kecintaan beliau kepada Rasulullah yang terus hidup dalam setiap bacaan shalawat yang dibaca dan diamalkan umat Islam hingga kini.
Perbedaan di Indonesia dan Maroko
Di Indonesia, Dalailul Khairat telah menjadi bacaan yang sangat dihormati dan banyak diamalkan oleh umat Islam sebagai bentuk tabarruk dengan memperbanyak shalawat kepada Rasulullah. Kitab ini sering dibaca secara individu maupun dalam kelompok, baik di masjid, pesantren, atau dalam kegiatan keagamaan lainnya.
Selain itu, banyak yang mencari ijazah sanad untuk mendapatkan berkah ilmu dari guru-guru yang memiliki sanad langsung kepada Imam al-Jazuli, sebagai bagian dari tradisi ilmiah dan spiritual yang sangat dihargai dalam dunia Islam. Melalui amalan ini, para pembaca merasa semakin dekat dengan Rasulullah, menghidupkan cinta dan kerinduan kepada beliau dalam setiap bacaan yang dilantunkan.
Meski demikian, dalam pengamalan kitab shalawat yang agung ini, terdapat nuansa perbedaan antara cara orang Maroko dan Indonesia. Meskipun kitab yang sama dibaca dengan penuh penghormatan, masing-masing dari mereka memiliki cara tersendiri dalam menghidupkan amalan mulia ini. Namun, meskipun terdapat perbedaan, tujuan yang menyatukan keduanya tetaplah sama, yakni untuk semakin mempererat cinta dan rasa rindu yang mendalam kepada Rasulullah.
Penulis pernah mendatangi sebuah khizanah atau perpustakaan yang kaya akan warisan ilmiah, di mana tumpukan makhthuthat atau manuskrip kuno tersusun rapi. Di antara kitab-kitab bersejarah tersebut, terdapat sebuah makhthuthat Dalailul Khairat, yang begitu dihormati oleh umat Islam. Keingintahuan yang mendalam mendorong penulis untuk bertanya kepada Syekh Butharbush, seorang pakar makhthuthat internasional asal Maroko yang terkenal dengan kedalaman ilmunya sekaligus ketua di khizanah tersebut.
Dengan penuh rasa hormat, penulis bertanya kepada Syekh Butharbush mengenai bagaimana cara orang Maroko bertabarruk dan mengamalkan kitab Dalailul Khairat. Syekh Butharbush, dengan senyuman penuh kebijaksanaan, mulai menjelaskan bagaimana kitab tersebut telah menjadi bagian integral dari kehidupan spiritual masyarakat Maroko, tidak hanya sebagai bacaan, tetapi mereka juga membawa kitab ini kemana pun mereka pergi.
Dengan kata lain, Masyarakat Maroko sejak dulu bertabarruk pada kitab Dalailul Khairat tidak hanya dengan membacanya, namun juga dengan membawa kitab tersebut kemana pun mereka pergi. Ia mengatakan:
كَانَ أَهْلُ الْمَغْرِبِ يَحْمِلُوْنَ الْمُصْحَفَ وَ هَذَا الْكِتَابَ، وَيَضَعُوْنَ فِي جَيْبِهِمُ الْأَيْمَن وَالْأَيْسَر وَيَقْرَؤُوْنَهُمَا
Artinya, “Orang-orang Maroko itu membawa Al-Qur’an dan kitab ini (Dalailul Khairat), dan meletakkan di dalam sakunya yang kanan dan kiri, kemudian membacanya.” Jelas Syekh Prof. Butharbush.
Masyarakat Maroko memandang kitab Dalailul Khairat lebih dari sekadar bacaan biasa. Sebagai bentuk tabarruk, mereka membawa kitab yang penuh berkah ini ke mana pun mereka pergi, meletakkannya dengan penuh rasa hormat di dalam saku kanan dan kiri mereka. Tradisi ini tidak lain selain bentuk keyakinan yang kuat bahwa membawa kitab ini tidak hanya membawa keberkahan, tetapi juga sebagai untuk semakin menumbuhkan rasa cinta kepada Rasulullah.
Syekh Prof. Butharbush juga menjelaskan dengan bijaksana mengapa orang-orang Maroko sejak dahulu begitu menghormati dan bertabarruk dengan membawa kitab ini ke mana pun mereka pergi. Menurutnya, alasan utama di balik kebiasaan ini adalah karena setiap isi yang terkandung dalam Dalailul Khairat berfungsi sebagai petunjuk yang mendorong mereka untuk senantiasa berbuat kebaikan. Kitab ini, dengan setiap bacaan yang dilantunkan, menjadi sumber inspirasi yang membimbing mereka untuk hidup dalam kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah serta Rasulullah,
كِتَابُ دَلاَئِلِ الْخَيْرَاتِ يَدُلُّكَ عَلىَ فِعْلِ الْخَيْرَاتِ وَيُقَرِّبُكَ عَلىَ فِعْلِ الطَّاعَاتِ
Artinya, “Kitab Dalailul Khairat akan menunjukkanmu pada perbuatan baik dan mendekatkanmu untuk melakukan ketaatan.” Tandasnya.
Wafatnya Imam al-Jazuli
Imam al-Jazuli wafat pada tahun 870 H atau 1465 M di kota Fez, setelah menghabiskan hidupnya dalam ilmu pengetahuan dan pengamalan spiritual. Ia dikenal sebagai seorang ulama yang sangat dihormati di kalangan masyarakat, baik karena kedalaman ilmunya maupun karena ketakwaannya yang luar biasa. Karya monumentalnya Dalailul Khairat, telah menjadi amalan umat Islam di berbagai belahan dunia, menunjukkan betapa besar pengaruh beliau dalam bidang spiritualitas.
Sebelum wafat, Imam al-Jazuli telah melaksanakan perjalanan panjang dalam menuntut ilmu, mendalami fiqih, dan menyebarkan ajaran Islam, yang menjadikannya sebagai salah satu tokoh sentral dalam sejarah keilmuan dan spiritualitas Islam.
Pada masa akhir hayatnya, Imam al-Jazuli tinggal di Fez, sebuah pusat keilmuan Islam pada waktu itu. Di kota ini pula, ia menulis sebagian besar karya-karyanya, termasuk Dalailul Khairat. Wafatnya beliau meninggalkan duka mendalam bagi umat Islam, namun warisan ilmiah dan spiritualnya terus hidup hingga hari ini.
Dalailul Khairat menjadi salah satu kitab yang paling banyak diamalkan, tidak hanya di Maroko, tetapi juga di seluruh dunia Islam, termasuk Indonesia. Dengan wafatnya Imam al-Jazuli, umat Islam kehilangan seorang ulama besar, namun ajaran-ajaran beliau terus mengalir melalui karya-karyanya yang tetap dibaca dan diamalkan sepanjang zaman. Wallahu a’lam.
Sunnatullah, Peserta program Kepenulisan Turots Ilmiah (KTI) Maroko, Beasiswa non-Degree Dana Abadi Pesantren Kementrian Agama (Kemenag) berkolaborasi dengan LPDP dan Lembaga Pendidikan di Maroko selama tiga bulan, 2024.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Isra Mi’raj, Momen yang Tepat Mengenalkan Shalat Kepada Anak
2
Khutbah Jumat: Kejujuran, Kunci Keselamatan Dunia dan Akhirat
3
Khutbah Jumat: Rasulullah sebagai Teladan dalam Pendidikan
4
Khutbah Jumat: Pentingnya Berpikir Logis dalam Islam
5
Gus Baha Akan Hadiri Peringatan Isra Miraj di Masjid Istiqlal Jakarta pada 27 Januari 2025
6
Khutbah Jumat: Peringatan Al-Qur'an, Cemas Jika Tidak Wujudkan Generasi Emas
Terkini
Lihat Semua