Akad Musaqah dan Jenis Pohonnya Menurut Mazhab Hanbali
NU Online · Selasa, 19 November 2019 | 16:00 WIB
Muhammad Syamsudin
Kolomnis
Begitu pula dengan qaul qadim Mazhab Syafi'i. Tampaknya qaul qadim memiliki keserupaan dengan Mazhab Hanafi. Walhasil, relasi guru murid antara Imam Syafii dan ulama Hanafiyah, tampak kentara sekali dalam poin ini. Kita telusuri dulu, bagaimana aqad musaqah versi Mazhab Hanbali ini?
Sebagai tolok ukur dari Mazhab Hanbali, kita ambil maraji' salah satu pengamal mazhab tersebut, yaitu Ibnu Qudamah. Di dalam Al-Mughny libni Qudamah, disampaikan bahwa:
وَأَمَّا الْحَنَابِلَةُ، وَفِي الْمَذْهَبِ الْقَدِيمِ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ فَيَلْتَقُونَ مَعَ الْحَنَفِيَّةِ بِصِحَّةِ الْمُسَاقَاةِ فِي سَائِرِ الأَْشْجَارِ، دُونَ غَيْرِهَا، وَاشْتَرَطُوا أَنْ تَكُونَ الأَْشْجَارُ مُثْمِرَةً وَثَمَرُهَا مَقْصُودٌ كَالْجَوْزِ وَالتُّفَّاحِ وَالْمِشْمِشِ
Artinya, "Menurut kalangan Hanabilah, dan pendapat yang tertuang dalam qaul qadim Imam Syafii, keduanya bertemu dengan konsep Hanafiyah dalam memandang keabsahan akad musaqah untuk semua jenis tanaman kategori pohon, tidak untuk selainnya. Mereka sama-sama menetapkan syarat, bahwa pohon ini harus berjenis pohon buah. Kategori pohon buah yang dimaksud di sini adalah seperti pohon pala, apel dan aprikot," (Ibn Qudamah, Al-Mughny libni Qudamah, [Damaskus, Dárul Fikr: tt], juz III, halaman 393).
Dalil yang dipergunakan oleh kalangan Hanabilah adalah hadits dengan sanad Ibnu Umar radhiyallahu anhuma:
أعطى النبي صلى الله عليه وسلم خيبر اليهود: أن يعملوها ويزرعوها، ولهم شطر ما يخرج منها
Artinya, "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah melakukan akad musaqah dengan kaum Yahudi ahli Khaibar, yaitu: agar mereka mengelolanya, menanaminya, dan bagi mereka bagi hasil sebesar bagian tertentu dari hasil panen tanaman," (HR Bukhari dengan Nomor Hadits 4002).
Diksi 'â-ma-la di dalam hadits ini merunjuk pada pengelolaan akad musaqah pada jenis tanaman buah. Oleh karena itu pula, akad musâqah dalam mazhab Hanbali juga sering disebut dengan istilah akad mu'âmalah. Kedua istilah itu terbentuk karena kebiasaan penyebutan akad musâqah oleh penduduk Khaibar sebagai akad muâmalah.
Ibnu Qudamah lebih lanjut menjelaskan bahwa:
فَأَمَّا مَا لاَ ثَمَرَ لَهُ مِنَ الشَّجَرِ كَالصَّفْصَافِ وَالْحَوَرِ وَنَحْوِهِمَا، أَوْ لَهُ ثَمَرٌ غَيْرُ مَقْصُودٍ كَالصَّنَوْبَرِ وَالأَْرْزِ فَلاَ تَجُوزُ الْمُسَاقَاةُ عَلَيْهِ لأَِنَّهُ لَيْسَ بِمَنْصُوصٍ عَلَيْهِ وَلاَ فِي مَعْنَى الْمَنْصُوصِ
Artinya: "Adapun pohon yang tidak memiliki buah, seperti pohon shafshaf (Dedalu/Gandarusa), Aspen (Genus Populus), dan sejenisnya, atau pohon yang memiliki buah, namun buahnya tidak bisa dimanfaatkan (sehingga bukan menjadi bagian pokok yang dituju lewat akad bagi hasil musaqah), misalnya seperti cemara, padi-padian, maka tidak boleh mempergunakan akad musaqah dalam muamalahnya, sebab pohon itu bukan termasuk yang manshush (ditetapkan oleh nash), atau memiliki manfaat yang semakna dengan pohon yang manshush." ((Ibn Qudamah, Al-Mughny libni Qudamah, [Damaskus, Dárul Fikr: tt], juz III, halaman 394).
Adapun alasan ('illat) yang dipergunakan oleh kalangan Hanabilah lewat pernyataan Ibn Qudamah adalah sebagai berikut:
وَلأَِنَّ الْمُسَاقَاةَ إِنَّمَا تَكُونُ بِجُزْءٍ مِنَ الثَّمَرِ، وَهَذَا لاَ ثَمَرَةَ لَهُ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ مِمَّا يُقْصَدُ وَرَقُهُ كَالتُّوتِ وَالْوَرْدِ، فَالْقِيَاسُ يَقْتَضِي جَوَازَ الْمُسَاقَاةِ عَلَيْهِ؛ لأَِنَّهُ فِي مَعْنَى الثَّمَرِ وَلأَِنَّهُ نَمَاءٌ يَتَكَرَّرُ كُل عَامٍ وَيُمْكِنُ أَخْذُهُ وَالْمُسَاقَاةُ عَلَيْهِ بِجُزْءٍ مِنْهُ فَيَثْبُتُ لَهُ مِثْل حُكْمِهِ
Artinya, "Karena akad musaqah hanya bisa diterapkan pada jenis pohon buah, maka untuk jenis pohon tanpa buah, namun tujuan produksi pohon tersebut adalah diambil daunnya, semisal daun cherry, atau bunganya, pada bunga mawar, maka qiyas bisa diterapkan untuk kebolehan akadnya karena alasan, 1) daun dan bunga menempati maqam buah (sama-sama menjadi tujuan produksinya), 2) dapat berproduksi secara berulang kali setiap tahunnya, dan 3) bisa ditetapkan kadar bagian masing-masing. Walhasil, hukum akad musaqah dengan obyek tanaman produksi berupa daun atau bunga hukumnya menjadi tsubut atau tetap," (Ibn Qudamah, Al-Mughny libni Qudamah, [Damaskus, Dárul Fikr: tt], juz V, halaman 394).
Simpulan dari kajian akad musaqah versi mazhab hanbali ini adalah:
2. Tanaman terdiri atas jenis tanaman menahun dan dapat berproduksi secara berulang.
3. Meski suatu tanaman dapat memproduksi buah, tetapi apabila buah tersebut bukan yang dituju dalam proses produksi, maka tanaman tersebut bukan termasuk jenis tanaman yang bisa diambil akad musaqah.
4. Meski tanaman itu dapat berproduksi secara berulang, tetapi bila tanaman tersebut bukan tanaman menahun, maka ia bukan termasuk jenis tanaman yang dapat diambil akad musaqahnya.
5. Meski suatu tanaman berusia menahun, namun karena habis sekali panen saja, maka tanaman itu bukan termasuk jenis yang bisa diambil akad musaqahnya. Wallahu a’lam bis shawab.
Muhammad Syamsudin, Tim Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Tujuh Amalan yang Terus Mengalir Pahalanya
2
Khutbah Jumat: Lima Ibadah Sosial yang Dirindukan Surga
3
Khutbah Jumat: Menyambut Idul Adha dengan Iman dan Syukur
4
Khutbah Jumat: Jangan Bawa Tujuan Duniawi ke Tanah Suci
5
Khutbah Jumat: Merajut Kebersamaan dengan Semangat Gotong Royong
6
Buka Workshop Jurnalistik Filantropi, Savic Ali Ajak Jurnalis Muda Teladani KH Mahfudz Siddiq
Terkini
Lihat Semua