Syariah

Fiqih dan Security System dalam Parkir

NU Online  ·  Kamis, 19 Juni 2014 | 00:03 WIB

Sekarang ini parkir telah menjadi bagian dari kehidupan bersama apalagi bagi masyarakat kota. Hampir di semua pemberhentian kendaraan selalu ada parkir. Mulai dari warung makan, mini market, bahkan juga gerai ATM. Tidak ada istilah gratis dalam jasa penitipan kendaraan, semua ada biayanya. Sebagai konsekwensinya, pengelola parkir akan menjaga kendaraan tersebut sekuat tenaga dan bertanggung jawab bila terjadi kerusakan apalagi kehilangan. Demikianlah idealnya.<>

Akan tetapi kebanyakan pengelola parkir cenderung lepas tanggung jawab. Mereka tidak ingin dituntut bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Karenanya seringkali kita melihat tulisan yang berhubungan dengan hal ini “Apabila terjadi Kerusakan atau Kehilangan Sepenuhnya Tanggung Jawab Pemilik” atau dengan lebih halus “Pengelola tidak bertanggung jawab jika terjadi kerusakan atau kehilangan”. Sehingga terbersit dalam benak masyarakat bahwa pengelola parkir hanya mau menerima uangnya saja, mereka tetapi tidak mau menerima resikonya. Bagaimanakah sebenarnya fiqih melihat fenomena semacam ini?

Dalam perspektif fiqih parkir dapat dikategorikan sebagai masalah wadiah (titipan). Wadiah mengandaikan adanya dua fihak antara fihak pertama selaku pemilik barang yang berkepentingan menitipkan barangnya dan fihak kedua penerima titipan yang merasa sanggup menjalankan amanah. Pada dasarnya wadi’ah tidak akan terjadi apabila fihak kedua (orang yang amanah) menolak untuk dititipi. Namun syara’ dengan hukum sunnahnya memberikan pahala bagi orang-orang amanah yang mau menerima titipan.

Dengan kata lain, kepentingan terbesar (yang bersifat aktif) pada dasarnya berada pada pihak penitip barang, sedngkan fihak penerima titipan hanya menerima saja (bersifat pasif).  Oleh karena itulah sistem wadiah dalam fiqih tidak memberatkan kepada pihak kedua selaku fihak yang dititipi. Sehingga tidak ada kewajiban menaggung resiko apalagi mengganti bila terjadi kerusakan atau kehilangan, selama fihak kedua bertanggung jawab penuh dan tidak ada keteledoran dalam penjagaan. Namun bila kehilangan dan kerusakan barang itu terjadi karena keteledorannya, maka wajib bagi pihak kedua mengganti titipan tersebut. Dalam Ghayah wat Taqrib Imam Abu Suja’ menerangkan:

والوديعة أمانة ويستحب قبولها لمن قام بالأمانة فيها ولا يضمن إلا بالتعدى

...وعليه أن يحفظها فى حرز مثلها   

Wadiah (barang titipan) adalah satu amanat yang disunnatkan menerimanya bagi orang yang sanggup memegang amanah. Ia tidak menanggung resiko, kecuali karena kelalaiannya.

...Baginya (orang yang dititipi) wajib menyimpannya (barang titipan) ditempat penyimpanan yang pantas…  

Teks di atas menunjukkan bahwa menerima titipan bagi orang yang amanah hukumnya sunnah, tetapi menyimpan dan menjaga titipan itu dalam tempat yang aman adalah wajib.

Demikianlah seharusnya sistem perparkiran yang berlaku di masyarakat kita. Pengelola parkir yang menerima sejumlah upah harus menyiapkan diri sebagai oang yang amanah dan bertanggung jawab. Bentuk amanah dalam konteks kekinian dapat direpresentasikan dalam berbagai sisitem keamanan (scurity sistem) mulai dari pendataan, penjagaan hingga pengembalian. Sehingga tidak perlu lagi ada kalimat “Pengelola tidak bertanggung jawab jika terjadi kerusakan atau kehilangan”. (Red. Ulil H)