Syariah

Halalkah Produk Makanan yang Mengandung Rhum Beralkohol dari Tebu?

NU Online  ·  Jumat, 15 November 2024 | 11:00 WIB

Halalkah Produk Makanan yang Mengandung Rhum Beralkohol dari Tebu?

Produk makanan mengandung rhum beralkohol dari tebu (freepik).

Masyarakat sering membeli produk bakery maupun ice cream dengan aroma kuat yang merasuk ke indera penciuman sehingga menggugah selera. Kedua produk itu sering dijumpai beredar di pasaran dengan aroma yang sangat harum semerbak.
 

Apa dan bagaimana status kehalalan bahan tambahan yang membuat kedua produk itu beraroma sangat menarik selera?
 

Ternyata salah satu bahan yang bisa membuat harum produk makanan itu adalah rhum atau rum. Rhum kadang ditambahkan pada produk bakery, seperti: roti taart, black forest, klappert taart, roti sus fla, puding roti cokelat, brownies, rhum ball, choco truffle, birthday cake, pancake, serta ice cream.
 

Rhum sendiri adalah cairan beralkohol dari hasil fermentasi dan distilasi atau penyulingan tetes tebu (molase) atau air tebu yang merupakan produk samping industri gula. 
 

Bila dilihat dari proses pembuatannya, meskipun berasal dari produk sampingan industri gula, tetapi rhum diproduksi dengan tujuan khusus untuk menghasilkan minuman beralkohol dari cairan tebu.
 

Untuk membuat rhum, cairan tebu harus difermentasi dahulu sehingga menghasilkan sejumlah alkohol yang bisa didistilasi. Dengan kata lain, rhum yang asli sebagai produk akhir dari molase atau air tebu tidak mungkin bisa didistilasi sebelum molase ataupun air tebu itu difermentasi sehingga terdapat alkohol dengan kadar yang memabukkan. 
 

Ketika molase maupun air perasan tebu difermentasi, hasilnya sudah berupa minuman beralkohol yang memabukkan. Rangkaian proses ketika cairan tebu difermentasi ini sama dengan ketika perasan buah selain anggur berubah menjadi nabidz.
 

Pada titik inilah bahan untuk menghasilkan rhum sebenarnya telah berwujud minuman beralkohol dan bila didistilasi lebih lanjut menjadi rhum atau arak juga merupakan bentuk lain dari minuman keras dengan kadar alkohol yang lebih tinggi.
 

Menurut Prof Quraisy Shihab, bagi ulama yang menganalogikan alkohol dengan khamr maka hukum menggunakannya sama dengan hukum khamr. Namun, bagi yang menganalogikannya dengan nabidz maka hukumnya boleh diminum sampai batas tidak memabukkan. Nabidz adalah semua yang memabukkan yang terbuat dari perasan selain anggur. (Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, [Jakarta, Jakarta: 2011], jilid II/175).
 

Karena itu rhum, adalah sebutan lain untuk minuman keras atau minuman beralkohol jenis arak yang karena perkembangan zaman saat ini digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan makanan dan minuman.
 

Masyarakat Indonesia yang terlanjur mengenal rhum sebagai bahan tambahan makanan atau minuman merasa, bila tidak ditambahkan rhum maka cita rasa produknya tidak kuat. Parahnya, masyarakat tidak mengetahui bahwa sejarah dan istilah rhum berasal dari sejarah minuman keras sehingga dianggap sebagai bahan tambahan makanan biasa yang tidak ada hubungannya dengan arak. 
 

Fungsi rhum dalam proses pembuatan produk-produk roti (bakery) dan es krim adalah sebagai penguat rasa dan aroma. Aroma yang kuat dan sensasi rasa yang agak dingin ketika mengonsumsi produk bakery dengan campuran rhum membuat konsumen sulit untuk melupakan kelezatannya. Rhum juga bisa membuat kue bertahan lebih lama dengan penampilan yang lebih eksotik. Dilansir dari www.alcohol.org bahwa kadar alkohol rhum ada di kisaran 40. (alcohol.org).
 

Dengan kadar alkohol yang mencapai 40% tersebut, dapat dipastikan rhum memiliki efek serupa minuman keras atau yang memabukkan. Karena memiliki efek arak yang memabukkan ketika dikonsumsi dalam jumlah banyak, maka penambahan rhum dalam campuran adonan roti maupun es krim hukumnya haram.
 

Hal ini terjadi karena ulama Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa khamr adalah memabukkan dan haram dengan dalil:
 

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
 

Artinya, "Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda, 'Setiap yang muskir (memabukkan) adalah khamr, dan setiap yang muskir adalah haram'.” (HR Muslim).
 

Ulama dari mazhab Hanafi memandang minuman yang bila berasal dari perasan selain anggur, maka tergantung kadar ketika meminumnya. Bila kadar yang dikonsumsi tidak memabukkan maka tidak haram. Rhum yang terbuat dari tebu lalu dicampurkan sedikit dalam adonan kue dapat dipandang masuk kategori ini karena memang tidak memabukkan.
 

Apabila rhum dianggap khamr sehingga statusnya najis, maka campurannya juga menjadi terkena najis sehingga haram dikonsumsi. Campuran adonan antara bahan-bahan pembuat kue dengan rhum sebagai khamr menjadi satu kombinasi yang bernajis, sebagaimana yang disebutkan oleh Syamsuddin As-Sarkhasi:
 

وَلَوْعُجِنَ الدَّقِيقُ بِا لْخَمْرِ،ثُمَّ خُبِزَ كَرِهْتُ أَكْلَهُ؛ لِأَنَّ الدَّقِيقَ تَنَجَّسَ بِالْخَمْرِ، وَالْعَجِيْنُ النَّجِسُ فَلَايَحِلُّ أَكْلُهُ
 

Artinya, “Jika adonan tepung dicampur dengan khamr, lalu dibuat roti, aku tidak mau memakannya. Karena adonan tepung tadi telah jadi najis dengan khamr. Sementara adonan najis, tidak bisa disucikan dengan dipanggang menjadi roti, sehingga tidak halal dimakan.” (Al-Mabsuth, [Beirut: Darul Ma’rifah], jilid XXV, halaman 25).
 

Allah swt telah mengharamkan khamr Al-Quran:
 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
 

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”  (QS Al-Maidah: 90).
 

Istilah spesifik yang digunakan dalam Al-Quran untuk minuman keras adalah khamr. Surat Al-Maidah ayat 90 tidak menyatakan bahwa yang disebut khamr adalah air perasan anggur atau apel, tetapi hanya disebutkan khamr secara umum.
 

Artinya, yang dikatakan khamr adalah segala kategori apa saja yang menutup akal. Hal lain yang lebih mengejutkan para ulama tafsir bahwa ayat ini turun di negeri yang tidak memproduksi anggur, padahal semula mereka menduga bahwa yang memabukkan itu hanya air perasan anggur. (Tafsir As-Sya’rawi, juz VI, halaman 3378).
 

Dalam versi bahasa Syria, salah satu contoh minuman keras yang diberi pemanis disebut sebagai Arak. Tentu saja, proses produksi Arak melibatkan distilasi atau penyulingan alkohol dari jenis biji-bijian atau bagian tanaman lainnya kemudian ditambah dengan ekstrak anisi sebagai pemanis/perisa (Grumezescu dan Holban, 2019, Alcoholic Beverages, Volume 7: The Science of Beverages, Elsevier, dan WP Publishing).
 

Apabila ditilik dari pendapat Imam Al-Ghazali, khamr berasal dari bahan nabati yang setelah diproses menjadi memabukkan. Imam Al-Ghazali memang tidak menyebutkan secara spesifik tentang alkohol. Namun, dalam kitab Ihya ‘Ulumiddin pada Kitab Halal Haram disebutkan tentang khamr, bahwa:
 

وأما النبات فلايحرم  منه إلامايزيل العقل أويزيل الحياة أو الصحة فمزيل العقل البنج والخمر وسائر المسكرات
 

Artinya, “Adapun bahan nabati (yang berasal dari tumbuh-tumbuhan) maka tidaklah diharamkan kecuali yang menghilangkan akal atau menghilangkan kehidupan atau kesehatan. Bahan Nabati yang menghilangkan akal adalah ganja, khamr, dan lainnya yang memabukkan.” (Ihya ‘Ulumiddin, [Semarang: Karya Toha Putra], juz II, halaman 93).
 

Khamr, rhum, dan arak setali tiga uang berefek memabukkan karena mengandung alkohol. Sejarah membuktikan bahwa istilah arak juga berkaitan erat dengan rhum karena produksinya terjadi pada satu fasilitas dan istilah dari keduanya sering digunakan secara bersamaan. Sebagai contoh, Batavia Arrack atau arak dari Batavia disebut sebagai aromatic rum dari Jawa atau Indonesian Rum yang sangat terkenal pada zamannya.
 

“Produksi rum aromatik dari pulau Jawa ini sungguh memukau. Sepotong bahan fermentasi yang terbuat dari beras merah Jawa dimasukkan ke dalam molase/tetes tebu kemudian difermentasi secara alami. Rum yang disuling disimpan selama sekitar tiga tahun di Jawa dan kemudian dikirim ke Belanda, di mana rum tersebut disimpan hingga enam tahun sebelum dicampur dan dibotolkan. Batavia mengacu pada kota tempat arak (rum) dibuat.” (Regan, 1993, The Bartender's Bible: 1001 Mixed Drinks and Everything You Need to Know to Set Up Your Bar, HarperCollins e-book, 170).
 

Ketika membahas alkohol, para ulama berbeda pendapat karena ada yang mengatakan statusnya najis dan ada pula yang tidak. Hal tersebut pernah dibahas dalam Muktamar NU ke-23 tentang hukumnya benda cair yang dinamakan alkohol. Dalam muktamar tersebut, pendapat yang dikemukakan adalah alkohol yang menjadi arak hukumnya najis. (Masyhuri, 1997, [Ahkamul Fuqaha] Masalah Keagamaan Hasil Muktamar dan Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama, P.P. Rabithah Ma’ahidil Islamiyah bekerja sama dengan Dinamika Press Surabaya, 245-246).
 

Menariknya, penyebutan urutan proses alkohol yang menjadi arak dan hukumnya najis oleh para Ulama NU itu sesuai dengan proses produksi rhum beralkohol dari tebu. Cairan tebu harus difermentasi agar menghasilkan alkohol sehingga pada tahap ini alkohol sudah bisa didistilasi. Untuk menghasilkan rhum, distilasi alkohol dilakukan dan dilanjutkan ke proses berikutnya yaitu penyimpanan dengan kondisi serta waktu tertentu sehingga menjadi arak. 
 

Ada salah satu referensi yang digunakan pada Muktamar NU tersebut yang berasal dari karya Sayyid Usman Betawi. Sayyid Usman memang memiliki karya tentang alkohol yang berjudul Al-Mabahitsul Wafiyah fi Hukmil A’tar Al-Afranjiyah.
 

Meskipun membahas tentang minyak wangi, tetapi uraian tentang zat yang bernama alkohol dalam kitab itu dikaitkan dengan proses produksi khamr dan dianggap detail sehingga menjadi referensi dalam Muktamar NU tersebut.
 

وفى المباحث الوفية للسيد عثمان البثاوى رحمه الله ما نصهه: المبحث الثالث فى تعر يف الكحول الذى  ااستفدناه من  كلام من يعرف حقيقته الذى يقبله الحس مع مارايناه من الات صنا عته. وهو عنصر بخارى يوجد فى المتخمرات المسكرات من الاشربة. فبوجوده فيها يحصل الاسكارويوجد هذا الكحول ايضا فىى غير الاشربة من مخترمات نقيع الازهاروالاثمارالذى يتخذ طيبا ويره كما يوجد من معقود الخشب بالات حديدية مخصوصة وهذا الاخير اضعف الكحول كما ان اقواه الذى يوجد فى خمر العنب
 

Artinya, “Pengertian alkohol sebagaimana yang kami dapatkan dari pernyataan orang melalui hakikatnya yang bisa dirasakan dan yang kami lihat dari peralatan industri pembuatannya adalah unsur uap yang terdapat pada minuman yang memabukkan. Keberadaannya akan menyebabkan mabuk. Alkohol ini juga terdapat pada selain minuman, seperti rendaman air bunga dan buah-buahan yang dibuat untuk wewangian dan lainnya, sebagaimana juga terdapat pada kayu-kayuan yang diproses dengan peralatan khusus dari logam. Hal yang disebut terakhir ini merupakan alkohol dengan kadar paling rendah, sedangkan yang terdapat pada perasan anggur merupakan alkohol dengan kadar yang paling tinggi.” (Al-Mabahitsul Wafiyah, halaman 6).
 

Pernyataan Sayyid Usman di atas menyiratkan bahwa alkohol yang disaksikan proses pembuatannya itu dilihat pada tempat produksi minuman keras yang memabukkan. Di Batavia atau Betawi pada masa Hindia Belanda memang ada perusahaan yang memproduksi Batavia Arrack. Batavia Arrack inilah yang tersohor dengan sebutan aromatic rum dari Jawa dan dikenal di seluruh dunia sebagai minuman beralkohol yang memabukkan/arak.
 

Kesamaan rhum dengan arak sebagai minuman beralkohol juga diperkuat dengan aturan yang ada di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2019 tentang Perubahan Keenam Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/Per/4/2014 Tentang Pengendalian Dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, Dan Penjualan Minuman Beralkohol, rum sangat jelas disebutkan sebagai minuman beralkohol alias minuman keras. Pada lampirannya, rum berada satu kelompok dengan Brandy, Wiski, dan Vodka.
 

Untuk diketahui, minuman beralkohol dikategorikan dibagi menjadi 3 golongan. Minuman dengan kadar etanol 1-5% dikategorikan sebagai minuman beralkohol golongan A, minuman dengan kadar etanol lebih dari 5% sampai dengan 20% tergolong minuman beralkohol golongan B sedangkan minuman dengan kadar etanol golongan C mengandung etanol lebih dari 20% sampai dengan 55%. Rum termasuk ke dalam minuman beralkohol golongan C karena kadar alkoholnya dapat mencapai 40%.
 

Status rhum sebenarnya dapat dikaitkan dengan pendapat ulama tentang haramnya khamr. Selain firman Allah surat Al-Maidah ayat 90 tentang khamr, banyak hadits yang relevan dengan kondisi penggunaan rhum. Di antaranya adalah riwayat Abdullah bin ‘Umar ra yang berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda:
 

كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ وَمَا أَسْكَرَ كَثِيرُهُ فَقَلِيلُهُ حَرَامٌ
 

Artinya, "Setiap yang memabukkan hukumnya haram, dan apa yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya pun tetap haram." (HR Ibnu Majah dan An Nasa'i).
 

Menurut Quraish Shihab, ayat dan hadits di atas menjadi dasar adanya perbedaan bahan mentah dari khamr.
 

Imam Abu Hanifah membatasi bahan khamr pada air anggur yang diolah dengan memasaknya sampai mendidih dan mengeluarkan busa kemudian dibiarkan hingga menjernih. Khamr yang demikian hukumnya haram untuk diminum sedikit maupun banyak.

Selain perasan anggur, seperti perasan aneka buah-buahan yang berpotensi memabukkan atau mengandung alkohol yang berpotensi memabukkan, dalam pandangan Imam Abu Hanifah tidak dinamakan khamr dan tidak haram untuk diminum, kecuali jika secara nyata memabukkan.
 

Pendapat ini ditolak oleh ulama mazhab lainnya. Bagi mayoritas ulama, apapun yang bila diminum atau digunakan dalam kadar normal oleh orang yang normal akan memabukkannya, maka itu adalah khamr dan hukumnya haram, baik sedikit maupun banyak. (Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, [Lentera Hati: 2011], vol III, halaman 235).
 

Bagi masyarakat yang belum berpengalaman dengan rhum, lebih aman ketika hendak membeli roti atau es krim, sebaiknya membeli dari toko roti atau dari produk yang bersertifikat halal resmi. Jika sebuah produk bakery maupun es krim sudah memiliki sertifikat halal resmi, maka artinya produk tersebut telah diperiksa oleh Auditor Halal yang berpengalaman dan dipastikan bahwa semua bahan baku yang terlibat dalam proses produksi adalah halal. Rhum pun sudah dipastikan tidak ditambahkan pada produk tersebut.
 

Meskipun orang yang mengonsumsi roti atau es krim yang mengandung rhum tidak mabuk, tetapi kontaminasi rhum pada kedua produk itu tetap membuatnya menjadi tidak halal. Ketika mengolah bakery yang dicampur dengan rhum beralkohol dari tebu, bisa jadi sebagian besar alkoholnya menguap karena pengaruh pemanasan. Saking samarnya bentuk rhum untuk bakery ada yang seperti cairan berwarna-warni, tetapi bagi orang yang jeli akan tetap mendapati aroma khas alkohol yang tajam ketika mencium uapnya.
 

Jadi, apabila rum dianggap sebagai minuman beralkohol yang masuk kategori khamr sebagaimana pandangan mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hanbali, maka diharamkan. Namun apabila dilihat dari penggunaannya sebagai campuran yang tidak memabukkan dan berasal dari bahan selain anggur sebagaimana pendapat mazhab Hanafi, maka tidak haram. Bila rhum dipandang sebagai nabidz, Imam Abu Hanifah juga memandang bahwa nabidz dalam kadar yang tidak memabukkan tidak haram.
 

Apabila ada “rhum sintetis” yang diklaim tidak mengandung alkohol dan berlabel halal, tentu produk tersebut tidak termasuk di dalam pembahasan artikel ini.
 

Bisa jadi istilah rhum terlanjur terkenal sehingga ada pihak yang mempromosikan perisa sintetik non alkohol dengan sebutan “rhum sintetik,” sedangkan kandungan produknya bukan rhum beralkohol dari tebu. Karena itu, masyarakat Muslim perlu meningkatkan literasinya dalam memilih makanan dan minuman yang halal sekaligus untuk menghindari produk yang syubhat dan haram. Wallahu a'lam.
 


Ustadz Fauzi Yunus, Pendamping Proses Produk Halal (PPH) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Pengajar Majelis Taklim Al Hidayah.