Sebagian orang yang setiap harinya memiliki aktivitas memasak secara rutin sering kali mengalami problem dalam hal memasak daging hewan, baik itu daging ayam, sapi, kambing serta berbagai daging halal lainnya, yaitu darah yang melakat tersisa di daging.
Darah tersisa pada daging ketika daging sudah dibasuh dengan air. Bahkan tak jarang sisa darah ini tetap wujud meskipun daging sudah di masak dan siap untuk dijadikan sebagai lauk-pauk.
Melihat realita di atas, apakah sisa darah yang melekat pada daging dihukumi sebagai najis yang tidak dimaโfu sehingga tidak boleh untuk dikonsumsi?
Allah SWT berfirman dalam Al-Qurโan bahwa salah satuย makanan yang haram untuk dimakan adalah makanan yang masih mengandung darah yang mengalir:
ููู ูุงูู ุฃูุฌูุฏู ููู ู
ูุข ุฃูููุญููู ุฅูููููู ู
ูุญูุฑููู
ุงู ุนูู ุทูุงุนูู
ู ููุทูุนูู
ููู ุฅููุงูู ุฃูู ููููููู ู
ูููุชูุฉู ุฃููู ุฏูู
ุงู ู
ููุณููููุญุงู ุฃููู ููุญูู
ู ุฎููุฒููุฑู ููุฅูููููู ุฑูุฌูุณู ุฃููู ููุณููุงู ุฃูููููู ููุบูููุฑู ุงููู ุจูููย
Artinya, โKatakanlah, โTidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babiโkarena semua itu kotorโatauย hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah,โโ (Surat Al-Anโam ayat 145).
Namun, ayat di atas tidak berlaku pada permasalahan darah yang melekat pada daging yang memang sulit untuk dibersihkan seperti dalam kasus yang sering terjadi di atas. Sebab makanan yang diharamkan dalam Al-Qurโan adalah makanan yang mengandung darah yang mengalir. Sedangkan darah yang biasa melekat dalam daging yang sudah dibersihkan, sama sekali tidak mengalir, maka darah tersebut dihukumi najis yang dimaโfu.
Salah satu ulamaโ syafiโiyah yang menegaskan tentang ke-maโfuan darah yang melekat pada daging adalah Imam Abu Ishaq At-Tsaโlabi dan Al-Hulaimi. Alasan mendasar yang dijadikan dalil tentang kemaโfuan darah ini adalah dikarenakan wujudnya sisa darah yang melekat pada daging adalah hal yang sulit untuk dihindari sehingga najisnya darah dalam daging adalah hal yang dimaafkan (dimaโfu).
Hal ini seperti yang dijelaskan dalam Kitab Al-Majmuโ ala Syarhil Muhadzdzab:
ูููู (ูุฑุน) ู
ู
ุง ุชุนู
ุจู ุงูุจููู ุงูุฏู
ุงูุจุงูู ุนูู ุงููุญู
ูุนุธุงู
ู ููู ู
ู ุชุนุฑุถ ูู ู
ู ุงุตุญุงุจูุง ููุฏ ุฐูุฑู ุฃุจู ุฅุณุญู ุงูุซุนูุจู ุงูู
ูุณุฑ ู
ู ุงุตุญุงุจูุง ูููู ุนู ุฌู
ุงุนุฉ ูุซูุฑุฉ ู
ู ุงูุชุงุจุนูู ุงูู ูุง ุจุฃุณ ุจู ูุฏูููู ุงูู
ุดูุฉ ูู ุงูุงุญุชุฑุงุฒ ู
ูู ูุตุฑุญ ุงุญู
ุฏ ูุงุตุญุงุจู ุจุงู ู
ุง ูุจูู ู
ู ุงูุฏู
ูู ุงููุญู
ู
ุนูู ุนูู ููู ุบูุจุช ุญู
ุฑุฉ ุงูุฏู
ูู ุงููุฏุฑ ูุนุณุฑ ุงูุงุญุชุฑุงุฒ ู
ูู ูุญููู ุนู ุนุงุฆุดุฉ ูุนูุฑู
ุฉ ูุงูุซูุฑู ูุงุจู ุนูููุฉ ูุฃุจู ููุณู ูุงุญู
ุฏ ูุงุณุญู ูุบูุฑูู
ูุงุญุชุฌุช ุนุงุฆุดุฉ ูุงูู
ุฐููุฑูู ุจูููู ุชุนุงูู (ุงูุง ุฃู ูููู ู
ูุชุฉ ุฃู ุฏู
ุง ู
ุณููุญุง) ูุงููุง ููู
ููู ุนู ูู ุฏู
ุจู ุนู ุงูู
ุณููุญ ุฎุงุตุฉ ููู ุงูุณุงุฆู
Artinya, โCabang Permasalahan. Sebagian hal yang umum terjadi adalah darah yang tersisa pada daging dan tulang hewan. Sedikit sekali ulama yang menjelaskan tentang hal ini dari para Ashab. Permasalahan ini dijelaskan oleh Abu Ishaq Ats-Tsaโlabi, pakar tafsir dari golongan Ashabus Syafiโi, dan dinukil dari segolongan ulama tabiโin bahwa darah tersebut tidak perlu dipermasalahkan. Adapun dalilnya adalah sulitnya menghindari darah ini. Imam Ahmad dan para Ashab Ahmad menjelaskan bahwa darah yang menetap pada daging dihukumi maโfu (dimaafkan), meskipun warna merah dari darah mendominasi pada cawan (untuk mewadahi daging). Ketentuan tersebut juga diceritakan dari Sayyidah Aโisyah, โIkrimah, Ats-Tsauri, Ibnu โUyainah, Abu Yusuf, Imam Ahmad, Ishaq dan ulama-ulama yang lain. Sayyidah Aโisyah RA dan para ulama tersebut mendalilkan ke-maโfuan darah yang ada pada daging ini dengan ayat โKecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalirโ para ulama berkata, โAllah tidak mencegah (mengonsumsi) semua jenis darah, tapi pada darah yang mengalir saja,โโ (Lihat An-Nawawi, Al-Majmuโ ala Syarhil Muhadzdzab, juz II, halaman 557).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sisa darah yang biasa melekat pada daging tergolong najis yang dimaโfu atau dimaafkan sehingga ketika daging sudah dibersihkan dengan sungguh-sungguh namun darah ini tetap melekat dalam daging maka darah tersebut bukanlah hal yang perlu dipermasalahkan dan daging tetap dapat dikonsumsi. Wallahu aโlam.
Ustadz Ali Zainal Abidin, pengajar di Pondok Pesantren Kaliwining Jember Jawa Timur