Muhaimin Yasin
Kolomnis
Khitan adalah proses pemotongan atau pelepasan ujung kulit kemaluan laki-laki dengan tujuan tertentu dan memiliki beragam manfaat untuk kesehatan. Biasanya, tindakan tersebut dilakukan saat masih berusia anak-anak
Salah satu manfaat khitan adalah untuk kebersihan, kemaluan laki-laki yang telah dikhitan lebih mudah dibersihkan daripada yang belum dikhitan. Terlebih lagi, ujung kemaluan laki-laki yang belum dikhitan merupakan sarang pertumbuhan bakteri dan jamur.
Dalam sejarah Islam, manusia pertama yang melakukan khitan adalah Nabi Ibrahim, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra,
Baca Juga
Manfaat Khitan dari Sisi Medis
عن أبي هريرة عن النّبي - صلى الله عليه وسلم - قال: "كان إبراهيم أوّل من اختتن وهو ابن عشرين ومائة سنة، اختتن بالقدوم، ثم عاش بعد ذلك ثمانين سنة"
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw, beliau bersabda: Orang yang pertama kali berkhitan adalah Ibrahim as. Ketika itu ia berusia 120 tahun di daerah yang bernama Qudum, kemudian setelahnya ia hidup selama 80 tahun.” (HR. Al-Baihaqi).
Dalam riwayat lain dijelaskan, Nabi Ibrahim khitan ketika berusia 80 tahun. Hal ini disampaikan oleh Imam Bukhari yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah juga, tetapi dengan rantai sanad yang berbeda.
Selanjutnya, tindakan khitan hukumnya wajib bagi setiap laki-laki secara umum. Hal ini disampaikan oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Al-Mughni, sebagaimana berikut:
Baca Juga
Kajian Hadits dan Hukum Khitan Perempuan
فأما الختان فواجب على الرجال
Artinya: “Adapun khitan, hukumnya wajib bagi laki-laki.” (Ibnu Qudamah, Al-Mughni [Kairo: Maktabah al-Qahirah, 1968] juz 2, halaman 404).
Pertanyaan selanjutnya, kapan kewajiban berkhitan dibebankan pada anak laki-laki yang muslim?
Masa wajib khitan
Anak laki-laki wajib dikhitan apabila ia telah mukallaf, yaitu jika ia sudah memasuki usia baligh dan dapat dipastikan dalam keadaan berakal. Sebaliknya, jika belum mukallaf maka khitan terhadap anak laki-laki belum dihukumi wajib.
Hal ini dijelaskan oleh Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Tuhfatul Muhtaj fii Syarh al-Minhaj. Berikut uraian lengkapnya:
وَإِنَّمَا يَجِبُ الْخِتَانُ فِي حَيٍّ (بَعْدَ الْبُلُوغِ) وَالْعَقْلِ؛ إذْ لَا تَكْلِيفَ قَبْلَهُمَا فَيَجِبُ بَعْدَهُمَا فَوْرًا إلَّا إنْ خِيفَ عَلَيْهِ مِنْهُ فَيُؤَخَّرُ حَتَّى يَغْلِبَ عَلَى الظَّنِّ سَلَامَتُهُ مِنْهُ، وَيَأْمُرُهُ بِهِ حِينَئِذٍ الْإِمَامُ
Artinya: “Khitan itu wajib pada orang yang hidup (anak laki-laki) setelah ia masuk usia baligh dan dapat dipastikan berakal. Tidak ada pembebanan wajib sebelum memasuki kedua masa tersebut, namun khitan wajib segera dilakukan apabila telah melewatinya. Akan tetapi, sekiranya ada rasa khawatir terhadap keselamatan orang yang bersangkutan akibat disegerakan khitan, maka boleh ditunda sampai memungkinkan. Ketika itu juga, seorang imam atau pengurus keagamaan harus segera memerintahkan khitan.” (Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fii Syarh al-Minhaj [Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, 2016) juz IV, halaman 174).
Hal serupa dikemukakan oleh Syekh Zainuddin al-Malibari dalam Fathul Mu’in, bahwasanya apabila seorang anak telah mencapai masa baligh dan dapat dipastikan keadaannya berakal, maka wajib segera dikhitan. Berikut penjelasan lengkapnya:
ووجب ختان للمرأة والرجل حيث لم يولدا مختونين لقوله تعالى: {أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفاً} [سورة النحل الآية: 123] ومنها الختان اختتن وهو ابن ثمانين سنة. وقيل واجب على الرجال وسنة للنساء ونقل عن أكثر العلماء ببلوغ وعقل إذ لا تكليف قبلهما فيجب بعدهما فورا
Artinya: “Khitan itu wajib bagi perempuan dan laki-laki, apabila keduanya tidak dilahirkan dalam keadaan terkhitan. Sebagaimana juga firman Allah swt [ikutilah agama Ibrahim sebagai sosok yang hanif]. Di antara ajaran syari’at Nabi Ibrahim as yakni berkhitan. Beliau pernah mengkhitan dirinya sendiri saat berusia 80 tahun. Ulama lain berpendapat, bahwa khitan itu hukumnya wajib bagi laki-laki, sedangkan sunnah untuk perempuan. Dinukil, bahwa mayoritas ulama menetapkan masanya, kewajiban khitan akan berlaku jika telah memasuki usia baligh dan berakal. Tidak ada pembebanan wajib sebelum memasuki kedua masa tersebut, akan tetapi harus disegerakan apabila telah melewatinya.” (Zainuddin al-Malibari, Fathul Mu’in, [Beirut: Dar Ibnu Hazm, 2010] halaman 591).
Meneruskan pembahasannya, Syekh Zainuddin al-Malibari menjelaskan bahwasanya yang wajib dikhitan pada laki-laki adalah bagian kulit yang membungkus kepala kemaluan sampai tersingkap semuanya. Sedangkan pada perempuan, memotong sedikit bagian daging yang nampak di atas farji (kemaluan) tepatnya di atas lubang kencing.
Demikianlah penjelasan tentang masa wajib dikhitan bagi anak laki-laki. Kesimpulannya adalah anak laki-laki wajib dikhitan ketika memasuki usia baligh dan anak tersebut masuk dalam kategori berakal. Tidak ada pembebanan hukum jika ia belum memasuki dua masa tersebut. Namun apabila telah terlewat, maka harus segera dikhitan. Wallahu a’lam.
Muhaimin Yasin, Alumnus Pondok Pesantren Ishlahul Muslimin Lombok Barat dan Mahasantri Ma’had Aly Sa’iidusshiddiqiyah Jakarta.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua